Bab 22

2.7K 254 29
                                    

"Kadang, pilihan terbaik itu adalah meninggalkan"

***

Talents night. Puncak kegiatan yang di tunggu-tunggu akhirnya telah tiba. Dimana kegiatan ini hanya diikuti oleh seluruh siswa dan guru tidak mengikutinya.

Talents night adalah kegiatan dimana masing-masing perwakilan dari setiap regu harus menampilkan bakat mereka. Entah itu menyanyi, menari, atau mungkin musikalisasi puisi.

"Ken, lo aja ya? Nyanyi" usul Andra ketika kegiatan itu sudah berlangsung kurang lebih satu jam.

"Yaudah" jawab Ken lalu pandangannya beralih kearah siswa lain yang sedang menyanyi. Memang sedari tadi rasanya seperti sedang berada disebuah konser musik. Kebanyakan siswa memilih untuk bernyanyi.

"Gini, kita mau ubah rules." Ucap Dani, ketua OSIS yang baru.

"Jadi, setelah ini kalian nggak boleh nyanyi. Harus tampilin sesuatu yang lain. Makasih." Lanjutnya

"Kampret" Andra mengacak rambutnya frustasi, masalahnya setelah ini regu mereka yang akan tampil.

"Selanjutnya, silahkan regu melati."

"Mampus" Alex ikut panik.

"Lex, lo aja." Ujar Andra

"Gue? Gue bisa apa?"

"Apaan kek. Ngapain kek lo salto kek ato pura-pura kesurupan." Alex mendengus kesal begitu mendengar jawaban dari Andra. Ia pun maju ke depan sambil memikirkan sebuah ide.

"Malam semuanya. Gue Alexiel Axiantara dari regu melati. Berhubung gue nggak bisa nari apalagi baca puisi, jadi gue bakalan bacain cerita aja ya." Ucap Alex sedikit grogi. Karena ini pertama kalinya ia bicara didepan umum setelah sekian lama menjelma menjadi sosok es batu.

"Sayangnya gue nggak jago buat cerita fiksi. Jadi gue bakal ceritain kisah nyata aja."

"Waktuitu hari dimana bunda gue meninggal. Disitu gue bener-bener sedih. Ya siapa sih yang nggak sedih kalau orang yang paling disayang udah nggak ada?" Ucap Alex yang mulai terbiasa dengan mic yang digenggamnya.

"Dan saat itu, Amel nyamperin gue. Dia nunjukin foto Dean sama Diko pelukan. Gue yakin kalian semua udah liat fotonya."

"Amel nggak punya hati ya? Kenapa coba harus nunjukin foto itu dipemakaman bunda gue? Kayak nggak ada hari lain. Disitu gue nggak mau mikir apa-apa, tapi tiba-tiba Diko, adik kelas sekaligus temen deket gue nyamperin gue dan bilang kalau dia udah lama pacaran sama Dean."

"Gue kayak yang 'hah?apaan si lo' tapi gue kepikiran sama telefon dan line gue yang belum juga di bales sama Dean. Akhirnya gue nanya dong, ini foto pelukan kapan?"

"Amel jawab kalau sebelum dateng kesini dia liat Dean sama Diko lagi pelukan makanya Amel motoin itu buat gue."

"Diko bilang ke gue, kalau selama ini dia diem-diem pacaran sama Dean. Dan Dean juga setuju buat main belakang."

"Karena gue lagi kalut, otak gue bener-bener nggak bisa bedain mana yang bener dan mana yang engga, karena saat itu juga gue lagi dipemakaman. Gue lagi berduka. Dan kedua temen deket gue ini ngasih kabar yang nggak enak, gimana gue bisa mikir?"

"Karena gue tolol, ya gue percaya dong, dan udah ada bukti jelasnya itu foto. Disitu Amel yang statusnya temen deket gue dan sahabat Dean mulai ceritain tentang keburukan-keburukan Dean, dan sialnya gue percaya."

"Sampai sorenya, gue minta ketemu sama Dean. Gue marah banget sama dia, gue bener-bener marah. Bahkan gue nggak kasih dia kesempatan buat ngomong sama sekali."

"Disitu begonya gue, gue nggak pernah ngasih Dean kesempatan buat ngejelasin apa yang terjadi sebenernya"

"Dan sekarang gue baru tau kejadian yang sebenernya. Kalian mau tau nggak?" Tanya Alex, muka cowok itu mulai memerah. Ia emosi, ingin sekali rasanya meninju Amel dan Diko saat ini juga. Sayangnya Amel itu perempuan, dan Diko sudah pindah keluar kota. Sial.

"Kejadian sebenernya itu gini. Amel sms mamanya Dean minta ketemuan sama Dean di kafe. Kenapa sms mamanya? Karena hpnya Dean ada diamel, ketinggalan waktu dia nginep dirumah Amel. Dan alasan Amel mau ketemu Dean itu katanya sih mau balikin hpnya Dean."

"Begitu Dean sampe di kafe, dia nggak liat Amel sama sekali. Dia cuma liat Diko. Ya dia samperin lah, namanya juga temennya."

"Dean nanya Diko kenapa soalnya muka si Diko itu murung. Dan Diko bilang kalau adiknya meninggal. Dean kaget dong, dan emang setau Dean adiknya itu kanker. Pas itu Diko langsung meluk Dean, ya masa orang lagi berduka terus Dean nolak pelukannya? Kan nggak gitu."

"Ya Dean cuma bisa diem. Nggak lepas pelukan ataupun ngebales pelukannya. Abis itu udah tuh, sorenya Dean kerumah Amel buat ambil hpnya, nah pas dia cek hpnya ternyata nggak ada kabar sama sekali dari gue. Bingung dong Dean? Karena pasti gue ngabarin dia, sesibuk apapun gue."

"Ternyata notifikasi misscall, dan line dari gue itu dihapusin sama Amel. Why? Karena dari awal Amel udah bikin skenarionya. Dan dia udah bayar Diko buat jadi artisnya. Kenapa Diko mau aja? Karena Diko suka sama Amel."

"Intinya, semua itu cuma drama yang dibikin sama Amel supaya gue sama Dean itu putus. Kenapa? Karena Amel terlalu terobsesi sama gue."

Suasana mulai berisik. Para murid mulai berceloteh tentang Amel, sementara itu Amel hanya diam ia sama sekali tidak menyangka bahwa Alex telah mengetahui semuanya.

"Amelia frinanda dewi. Mantan temen gue, thanks. Lo udah bikin gue sadar kalau gue nggak pantes punya temen kayak lo. Lo udah bikin Dean sadar kalau dia nggak pantes buat sahabatan sama orang kayak lo."

"Dan, lo sekali lagi udah bikin gue sadar kalau gue bener-bener sayang sama Dean. Gue nggak akan lepasin dia lagi."

"Ta. Gue tau gue nggak pernah romantis sama lo. Ya, gue emang nggak bisa romantis kaya tokoh novel yang sering lo baca." Kali ini tatapan Alex beralih pada Dean.

"Tapi, kalau gue nembak didepan orang banyak dan didepan api unggun kayak gini, udah romantis belum?" Tanya Alex, matanya menatap hangat mata Dean yang juga tengah menatapnya dengan gugup.

"Gue suka sama lo. Gue masih suka sama lo, gue sayang lo Ta."

"Lo mau nggak jadi pacar gue sekali lagi?"

Dean terdiam. Ia benar-benar tidak tahu harus menjawab apa, jantungnya tiba-tiba saja bergetar lagi untuk Alex. Ia benar-benar gugup saat ini.

Sementara itu para siswa mulai berisul, melontarkan kalimat yang menyuruh Dean untuk menerima kembali mantannya itu.

Bahkan salah satu anggota OSIS pun memberikan mic pada Dean. Berharap agar jawaban Dean dapat terdengar.

"Gue..." ucap Dean sedikit gemetar.

"Gue mau" lanjutnya. Membuat para siswa bertepuk tangan dengan meriah. Alex tersenyum sumringah dan langsung berlari kearah Dean. Alunan gitar pun mulai terdengar, Para anggota OSIS rupanya mau memperindah suasana ini.

"Makasih Ta." Alex menarik Dean kedalam pelukannya. Dean hanya diam karena ini pertama kalinya Alex memeluk dirinya.

Ken berbalik meninggalkan tempat tersebut, entah mengapa ia sangat kesal. Ia benar-benar kesal. Dan Cheesy yang melihat itu hanya bisa menaikan alisnya bingung.

Mungkin, gue harus mulai waras lagi. Nggak bisa selamanya gue suka sama kakak kandung gue sendiri. Batin Dean.

***

Haiii! Makasih udah baca. Jangan lupa ya bantuin aku untuk tetap semangat lanjutin ceritanya. Vote dan komen dari kalian sangat membantu.

Tenang kawan-kawan #TeamKen ini bukan ending!
Endingnya masih jauh, jadi kalian masih bisa nerka-nerka bakalan sad ending atau happy ending😋😋😘

By the way, kalian maunya happy ending atau sad ending?😰

Terimakasih!

Silabiila

Hujan Di Langit NovemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang