"Hidup itu seperti air yang yang mengalir di sungai. Tidak mengalir lurus, tetapi berbelok-belok melewati batu dan tikungan"
☔☔☔
Bandara Soekarno Hatta.
22 November 2017,
13.01 PM.Mereka telah tiba di jakarta sekitar pukul sebelas dini hari. Dan saat ini, Dean tengah mengantar keberangkatan Ken dan Cheesy.
"Hati-hati ya, salam buat papa kamu" ucap mama Dean pada Ken
"Hati-hati" ucap Dean yang hanya dibalas oleh senyuman singkat milik Ken.
"Tante, kita berangkat dulu ya" ucap Cheesy
Dua sosok itu pun mulai menjauh dari pandangan Dean. Dean menatapi kepergian kedua orang terdekatnya itu.
"Nggak usah sedih, Ken cuma beberapa hari disana. Cheesy juga pasti bakalan sering ke Indonesia" Wina tersenyum menenangkan anak perempuannya itu.
Perlahan, sayup-sayup Dean mendengar mesin pesawat yang lepas landas. Kini jarak mereka terlihat nyata, kini jarak mereka semakin jauh. Dean yang menapak daratan, dan Ken yang perlahan mengudara.
Dean membuang nafasnya kasar, rasanya sangat sedih. padahal Ken hanya akan pergi beberapa hari saja.
***
Dean baru saja pulang dari bandara, Ia langsung menuju ke dalan kamar Ken dan bukan kamarnya.
Pintu itu terbuka. Dean kembali mengingat saat pertama kali dirinya masuk ke kamar Ken, saat itu Ia terlihat seperti orang bodoh.
Dean tertawa kecil. Ia lalu duduk ditepi ranjang Ken, Ia mengamati setiap sudut kamar Ken. Terdapat beberapa kertas yang tertempel di dinding, dan itu berisi lirik lagu.
Dean kembali mengingat saat pertama kali mereka pergi bersama. Ken bilang ingin mencari buku untuk ujian, namun cowok itu malah membeli buku musik.
Dean kembali tertawa kecil.
"Lo baru pergi sebentar aja gue udah kayak gini, gimana kalau lo kuliah disana?" Dean membuang nafasnya secara perlahan, lalu merebahkan dirinya di kasur milik Ken. Wangi cowok itu rupanya masih tersisa disana.
Hujan turun secara perlahan, membuat rintiknya mengenai kaca jendela kamar Ken. Dean tidak tersenyum dengan hujan kali ini. Ia hanya menatap datar kaca jendela yang basah.
"Kamu disini?" Wina membuka pintu kamar Ken dan mendapati Dean yang tengah duduk disana.
"I-iyaa..aku cuma mau cari barang"
Wina tersenyum. Ia menghampiri Dean lalu mengenggam jemari gadis itu.
"Nggak kerasa ya kamu udah remaja. Kamu mirip sama mama kamu waktu SMA" ucap Wina
"Mama waktu SMA kayak Dean juga?"
"Dean, mama mau cerita sesuatu sama kamu, dengerin sampai mama selesai bicara ya."
"Iya"
"Dulu, waktu mama SMA mama punya dua sahabat. Yang satu namanya Rini, dan yang satunya lagi Roy."
"Roy? Roy itu papa kan?"
"Iya, betul. Papa dulu sahabat mama"
"Kita selalu kemana-mana bertiga, ngerjain tugas bareng, ke kantin bareng, jalan-jalan bareng, main bareng, bolos sekolah bareng, sampai-sampai dimarahin guru juga barengan." Lanjut Wina, Ia tersenyum mengingat kenangan lamanya, namun ada perasaan sedih yang dirasakannya.
"Hingga akhirnya, Roy dan Rini pacaran. Mama ikut seneng, karena mereka berdua adalah sahabat mama."
"Kenapa mama seneng? Mama dulu belum suka sama papa?" Tanya Dean
Senyum Wina perlahan memudar, Ia kemudian menatap anaknya dengan serius.
"Rini meninggal setelah melahirkan anak pertamanya. Sebelum meninggal, Rini berpesan pada mama untuk merawat anaknya"
"Tunggu, maksudnya?" Dean kali ini sungguh dibuat bingung dengan perkataan mamanya.
"Dan anak Rini itu adalah kamu Dean. Mama tidak menikah dengan papa kamu, maaf sudah berbohong tentang hal itu. tapi setiap hari mama datang berkunjung untuk merawat kamu. saat kamu berusia satu tahun, papa kamu meninggal karena kecelakaan, dan itulah kenapa kamu bersama mama sampai sekarang"
Dean menangis. Tangisannya pecah, pikirannya kacau. Ia baru saja menerima kenyataan bahwa dirinya yatim piatu. Ia baru saja menerima kenyataan bahwa, perempuan disampingnya ini bukanlah ibu kandungnya.
Ia menangis. Hatinya hancur berkeping-keping, Ia bahkan tidak tahu rupa mamanya yang bernama Rini itu.
"Jahatt, kenapa baru bilang sekarang?!"
"Maaf Dean, sebenarnya papa kamu yang minta mama untuk merahasiakannya. Papa bilang nggak mau lihat kamu sedih. Maafin mama Dean"
Dean bangkit dari duduknya, Ia pergi ke kamarnya tanpa mempedulikan ucapan Wina.
Hujan belum puas membasahi bumi, tetesnya masih berjatuhan ke atap rumah, daun, maupun tanah.
Dean meringkuk di kamarnya, Ia menangis tersedu-sedu. Tangisannya sama seperti hujan kali ini, Deras dan tak kunjung reda.
Dean memang pernah mengharapkan bahwa Ken bukan kakak kandungnya, tapi bukan ini maksudnya. Kenapa harus dia yang mengalami ini semua? Kenapa?
Dean terus bertanya dalam hati. Kesedihan dan amarah tengah menyelimuti dirinya. Ia benar-benar hancur saat ini.
***
Langit mulai gelap, hujan sudah tidak menampakan tetesnya. Dean termenung dikamarnya, Ia bingung dengan apa yang harus dilakukannya. Ia sudah merasa tenang sekarang, dan merasa bersalah karena meninggalkan mamanya seperti tadi.
Tok! Tok!
"Dean, kamu harus makan dulu" ucap Wina
Dean membukakan pintu, lalu Wina menaruh nampan yang berisi makanan di meja kecil.
"Kamu masih marah sama mama? Maaf ya mama baru ngasih tau, seujujurnya mama mencari waktu yang tepat, dan menurut mama ini waktu yang tepat."
"Kamu pasti mau tau tentang mama kamu kan? Sebentar ya, mama ambil album foto dulu" Wina tersenyum simpul lalu keluar dari kamar Dean.
Setelah beberapa menit Dean menunggu, sang mama akhirnya kembali dan membawakan beberapa album foto.
"Nah, ini mama kamu dan papa kamu waktu SMA. Gimana? Mama kamu mirip kan sama kamu?"
Dean tersenyum, "cantik"
Wina ikut tersenyum, kemudian nembuka halaman selanjutnya.
Wina lega, karena sudah tidak punya rahasia lagi pada Dean. Ia sangat menyayangi Dean, bagaimana tidak? Ia sudah mengurus Dean dari kecil layaknya anak sendiri.
Kepergian Ken yang dibawa suaminya dulu tergantikan oleh kehadiran Dean. Dan Wina saat ini benar-benar bahagia, karena kedua anaknya ada bersamanya.
----
Part terakhir akan di private, harap follow kalau mau baca.
Hujan di langit November akan segera tamat, terimakasih sudah membaca sejauh ini.
Love,
Sheilabiila
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Di Langit November
Teen Fiction"Ketika hujan turun di langit November" Tetesan air hujan mampu memberikan euforia yang luar biasa, namun bukan berarti tak meninggalkan sesak dan air mata. Ada kalanya langit sedang ingin menangis, melampiaskan kesedihannya pada bumi. Sama h...