Bab 3

4.2K 336 54
                                    

"Kau bahkan terlalu cantik untuk ku anggap sebagai hantu"

☔☔☔

Ken cepat-cepat menghampiri Dean lalu menariknya agar menjauh dari pecahan-pecahan itu. Ken segera mengambil kotak p3k, Ia langsung menarik lengan Dean dan mengobatinya.

"Aw" Dean meringis kesakitan. Baru sadar tangannya penuh darah.

"Karena udah ditanganin dengan cepet, jadi nggak akan infeksi" Ucap Ken sambil memperban jemari Dean.

Dean gugup. Belum ada yang pernah memegang lengannya selama ini. Bahkan Alex sekalipun.

"Sakit banget?" Tanya Ken, bingung dengan ekspresi Dean yang belum pernah dilihatnya.

Dean terdiam sesaat, lalu buru- buru berdiri. "Gapapa, ini cuma luka ringan, gue mau bersihin pecahan piringnya dulu." Ujar Dean, hendak pergi dari hadapan ken. Namun ken segera menahan lengan Dean.

"Luka ringan kata lo? Lo berdarah Dean." Dean terdiam sesaat, mengingat ini pertama kalinya Ken menyebut namanya.

"Dan soal pecahan itu, nggak usah dipikirkan. Gue yang bakal ngebersihin. Tangan lo masih sakit, masuk aja ke kamar"

Dean hanya mengangguk kikuk, lalu masuk ke kamarnya.

"Dasar ceroboh," gumam Ken pelan.

--

Pagi telah tiba, jam telah menunjukan pukul tujuh. Ken sudah rapi dengan seragam sekolahnya, namun Ia terlihat gelisah. Karena sepertinya Dean belum bangun juga dari tidurnya.

Apa Ken harus membangunkan 'adiknya' itu? Ia berpikir sejenak. Baiklah, mungkin kali ini dia harus peduli. Dia merasa punya tanggung jawab karena berperan sebagai kakak.

Ken mengetuk pintu kamar Dean, namun tidak ada jawaban. Satu kali, dua kali, tiga kali, tetap sama. Maka Ia memutuskan untuk membuka pintu kamar Dean. Dan benar saja Dean sedang tidur pulas menggunakan piyama bewarna pink dengan motif polkadot. Ken mendekat menghampiri Dean, menatapnya sejenak. Kalau dilihat Dean, adiknya itu memang sangat cantik. Ken mengakui itu, dengan mukanya yang polos dan sedikit chubby, kulitnya putih, serta hidungnya yang mancung.

"Hei," Ken mencoba menepuk bahu Dean, berusaha membuat gadis itu terbangun dari tidurnya.

Ken merasa percuma, dia tidak tahu cara agar gadis itu bangun. Jam sudah menunjukan pukul tujuh lewat lima menit, sementara jam masuk SMA Angkasa pukul tujuh lewat lima belas menit.
Itu berati dia masih punya waktu sepuluh menit lagi untuk sampai ke sekolah.

Ken tak punya pilihan lagi, ia mengambil ponsel dari sakunya lalu menyetel musik bergenre rock. Ponsel itu lalu didekatkan ke telinga Dean.

"Cuma sekali. Nggak bikin lo tuli kan?" Ucap Ken. Seolah bertanya pada diri sendiri

Rencana Ken sukses. Dean bangun dari tidurnya. Dia memandang Ken dengan tatapan kesal.

"Erghh--ngapain lo pagi- pagi begini?!!" Ujar Dean dengan nada yang tinggi

"Gue cuma bangunin lo. Lo punya waktu sekitar tujuh menit lagi untuk sampe ke sekolah," Jawab Ken sambil melihat jam yang melingkar dilengannya.

"Yaampun!" Dean buru-buru mengambil handuk, lalu bergegas menuju kamar mandi. Sementara Ken hanya menggelengkan kepalanya. Kenapa dia harus punya adik yang ceroboh dan pemalas ini?

Ken sudah menunggu Dean di halaman rumah, berharap gadis itu cepat-cepat keluar.

Dean keluar dari dalam rumah, Ia berjalan tanpa mempedulikan Ken yang sudah menunggunya lama. Ken lalu menahan lengan Dean

Hujan Di Langit NovemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang