Berkali-kali Salsa memastikan pengait helm yang dikenakan Luna terpasang sempurna. Kemudian mengecek ban motor skuter milik mamanya tidak ada yang bocor. Lalu memastikan sekali lagi motor yang akan dikendarainya dalam keadaan baik."Ayo, naik," seru Salsa yang sudah siap di atas motor. Ia melirik Luna yang sudah berganti kaos walau masih mengenakan rok merah sekolahnya. Sedangkan Salsa sendiri masih berseragam lengkap putih abu. Hanya dibalut jaket biru yang selalu setia menemaninya.
"Kak,"
Salsa yang baru saja menyalakan mesin motor, seketika mematikannya kembali. "Kenapa? Udah sore, nih. Nanti mama marah kalo kita nggak cepat sampai rumah."
"Luna mau mampir ke pertunjukan teater musikal yang di pusat itu." Luna masih berdiri di pijakannya, seolah enggan menurut untuk duduk di belakang Salsa.
Salsa memutar tubuhnya hingga menghadap sepenuhnya pada Luna. "Luna, kamu nggak capek habis sekolah langsung les drama. Trus sekarang minta nonton teater lagi! Kalo kamu kecapekan, mama bisa khawatir!"
Luna mencebikkan bibirnya. Kedua tangannya menggenggam erat pegangan tas ranselnya. Tingkah gadis kelas 6 SD itu sangat lucu dan menggemaskan di mata Salsa.
Sejak terbangun dari koma 7 tahun yang lalu, Luna jadi semakin dekat dengan Salsa. Tidak ada malam yang terlewatkan tanpa permintaan dari Luna kecil untuk membacakan dongeng sebelum tidur. Dongeng favoritnya masih sama hingga kini. Putri Salju.
Luna juga jadi terobsesi untuk menjadi pemain teater atau drama. Dan mama mengijinkannya untuk mengikuti les drama sejak kelas 3 SD.
Salsa bersyukur akan hal itu. Luna menemukan semangat hidupnya kembali setelah kejadian tragis yang sangat ingin Salsa lupakan seumur hidup. Namun sialnya, kejadian mengerikan itu selalu saja berhasil membangunkannya di malam-malam tertentu, ketika Salsa merasa tersudut dan ketakutan.
"Please, Kak. Luna pengen banget lihat Sandra main teater. Temenin Luna, ya!" Luna mulai merajuk.
Salsa mengenal Sandra. Luna sering menceritakan padanya bahwa Sandra adalah teman Luna-anak pemilik tempat les Luna saat ini.
"Jangan macam-macam, deh. Kakak udah janji sama mama mau langsung pulang. Lagian, nonton teater di pusat itu nggak murah, Lun."
"Nanti kita kompakan aja bilang ada jam tambahan les ke mama. Mama pasti nggak marah, deh. Kalo masalah tiket, aku dapat dua dari Sandra. Bangku paling depan lagi!" Luna berseru antusias sambil mengeluarkan dua tiket pertunjukan yang dimaksudnya.
Salsa menghela napas berat, sedangkan Luna masih belum menyerah untuk membujuknya. Adiknya itu memang paling tahu, kalau Salsa tidak akan tega melihatnya merajuk.
***
Arnan mengecek hasil jepretannya di layar DSLR miliknya. Semua yang ia mau sudah didapatkannya. Gambar Sandra di atas pentas dari berbagai sudut pandang, juga ekspresi puas para penonton yang hadir malam hari ini.
Salah satu gambar hasil tangkapannya menarik perhatiannya. Arnan memperbesar tampilan gambar di layar kameranya untuk memastikan seseorang yang tampil di foto itu. Ia semakin yakin bahwa cewek dalam foto itu adalah Salsa. Duduk di bangku penonton paling depan bersama seorang gadis kecil yang tampak sangat antusias menonton pertunjukan di atas panggung. Sangat kontras bila dibandingkan ekspresi Salsa yang tertangkap kameranya. Cewek itu tampak mencemaskan sesuatu.
Suara tepuk tangan meriah penonton, seketika menyadarkan Arnan untuk segera mencari tahu. Ia bergegas menghampiri Salsa di deretan bangku depan, namun yang dicari sudah tidak di tempat. Sosok itu sudah berkerumun menjadi satu dengan penonton-penonton lain yang berhamburan menuju pintu keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Boy [Completed]
Teen Fiction[SUDAH TERBIT - sebagian part sudah dihapus] #1 in Teen Fiction [11-02-18] "Karena beku adalah cara gue bertahan" _________ "Kalo si Kutub Es itu natap lo lebih dari lima detik, cuma ada dua kemungkinan. Yang pertama, dia marah besar sama lo. Dan ya...