20. Miracle

430K 38.2K 4.1K
                                    


"I need Miracle, now!"

__________________________________

“Salsa, sepatu yang waktu itu papa beli buat kamu mana?”

Martin masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya duduk-duduk santai di teras sambil menghirup udara malam yang menyejukkan. Tadi tanpa sengaja, matanya meneliti jajaran sepatu di dalam rak di samping kursi teras. Dan sepasang sepatu pantofel yang sudah lusuh langsung menarik perhatiannya. Ia pikir Salsa sudah membuang sepatu itu.

Salsa yang kebetulan baru keluar dari kamar dan berniat menuju teras, sengaja memutar arah tujuannya menuju dapur.

“Ada di sekolah, Pa. Sengaja aku simpan di loker. Pakainya pas udah sampai sekolah.” Salsa menyahut tanpa menoleh. Ia memilih menjauh sebelum pertanyaan-pertanyaan Martin berikutnya memaksanya untuk berkata jujur. Bahwa sebelah sepatu hadiah papanya itu sudah hilang entah ke mana.

Salsa menghampiri mamanya yang sedang merapikan meja makan dan mengumpulkan piring-piring kotor ke tempat pencucian.

“Sini, Ma. Biar aku aja yang cuci piringnya.” Salsa mengulurkan tangannya untuk mengambil alih tugas Maria. Namun Maria malah menepis tangannya kasar.

Maria menatap Salsa tajam. “Kamu mau cari muka di depan Papamu?”

Salsa terkejut. Tak menyangka Mamanya malah berpikiran seperti itu.

“Cari muka apa, sih, Ma? Biasanya juga memang aku yang cuci piring, kan?” Salsa masih heran. “Mama istirahat aja. Biar aku yang kerjain semua.”

“Oh, habis ini kamu mau banggain diri ke Papa kamu? Bilang kalo kamu yang kerjain semua pekerjaan rumah, gitu?”

“Astaga, Ma. Mama kenapa, sih? Aku cuma berusaha kerjain apa yang aku bisa. Aku cuma nggak mau Mama capek.”

“Nggak usah pura-pura manis.” Maria menepis kembali tangan Salsa yang hendak mengambil 1 piring kotor di dekatnya. “Mama bisa kerjain semuanya sendiri.”

Maria menyalakan kran air dan mulai mencuci piring-piring kotor. Sementara Salsa dibuat seolah tidak berguna di sana. Hanya berdiri mematung tanpa dibiarkan ikut andil dalam pekerjaan yang biasa dilakukannya setiap malam.

Salsa memutuskan untuk beranjak dari dapur. Ia melihat papanya sedang duduk di sofa ruang tengah.
Martin menepuk sisi sofa yang kosong sambil menatap sayang putrinya. Salsa mendekat, kemudian duduk tepat di sebelahnya.

Martin meraih sebelah tangan Salsa, kemudian menepuk-nepuknya pelan.

Salsa menoleh dan menatap Martin penuh senyum. Ia selalu suka tangan Papa. Selalu hangat. Saking hangatnya, Salsa bisa merasakan hatinya ikut menghangat seperti saat ini.

“Mamamu masih suka bentak-bentak kamu?” tanya Martin tanpa menghentikan kegiatannya menepuk tangan mungil putrinya.

Salsa tersenyum semakin lebar, kemudian menggeleng meyakinkan. “Nggak, kok. Mama baik. Nggak pernah marah-marah.”

Kali ini gerakan tangan Martin berhenti. Ia tidak sepenuhnya percaya pada ucapan Salsa. “Maafin Papa,” ucapnya lirih.

Senyuman Salsa berubah cemas. “Buat apa, Pa?”

“Seharusnya kamu bisa hidup lebih bahagia seandainya saja kamu ikut dengan keluarga lain.”

Sebelah tangan Salsa lainnya bergerak, kemudian mendarat di tangan Martin yang sedang menggenggam sebelah tangannya. Kini berganti Salsa yang menepuk pelan punggung tangan papanya.

My Ice Boy [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang