"Lo lebih cocok jadi Cinderella-nya gue."___________________________________
Mira membenarkan letak jenggot palsu yang dikenakan Ken. Sementara Ken terus menggaruk dagunya yang terasa gatal. Apalagi hidung serta telinga palsu yang menempel di bagian-bagian wajah bocah itu membuatnya tidak nyaman dan ingin sekali melepaskannya.
“Jangan ditarik-tarik, Ken,” ucap Mira untuk kali kesekian sambil membenarkan letak hidung dan telinga palsu Ken.
“Gatel, Ma,” keluh Ken.
Mira menjauhkan tangan Ken yang berniat menarik kembali benda-benda itu. “Nggak apa-apa sekarang kamu jadi kurcaci. Nanti kalo udah gede, kamu yang jadi pangerannya,” katanya memberi motivasi pada Ken. “Yang bagus mainnya, ya. Mama lihat dari bangku penonton.”
Setelah memberi kecupan singkat di pipi Ken, Mira beranjak keluar dari ruang kelas yang dijadikan tempat persiapan para pemain sebelum naik ke panggung.
Galen mendekati Ken yang tampak bingung harus melakukan apa. Bocah itu kini menjadikan baju-baju properti yang tergantung di rak baju sebagai mainannya.
Galen berjongkok, kemudian menarik Ken untuk menghadapnya. “Masih inget nggak, kesepakatan kita?” bisiknya pada Ken.
Ken mengangguk kuat-kuat, membuat Galen tersenyum senang.
“Apa?” tanya Galen memastikan.
“Habis ini Ken boleh main Time Zone sepuasnya, kan?” celoteh bocah kecil itu.
Senyum Galen sirna, bahunya merosot lemah bersamaan dengan helaan napas lelah yang dihembuskannya.
“Supaya bisa main Time Zone sepuasnya, Ken harus ngapain?” Galen masih berusaha menggali ingatan Ken tentang kesepakatan mereka sebelumnya.
“Oh, iya, Ken ingat.”
Senyum Galen mengembang lagi. “Apa? Coba bisikin,” Galen mendekatkan telinganya dan membiarkan Ken berbisik di sana.
Galen tersenyum semakin lebar mendengar bisikan Ken. Ia jadi geli sendiri bila rencananya itu benar-benar terjadi. Pasti akan menjadi pertunjukan yang luar biasa menarik.
Galen mengangkat sebelah tangannya setelah Ken selesai berbisik. “Tos,” ucapnya ketika Ken menyambut high five darinya. Kemudian mengusap kepala sepupu kecilnya itu. “Anak pintar.”
Setelah menyulut semangat Ken dengan iming-iming bermain Time Zone sekali lagi, Galen beranjak. Ada satu hal lagi yang direncanakannya. Dan ia tidak boleh gagal.
Tidak jauh dari posisi Ken yang kembali bermain dengan barang-barang properti di sekitarnya, Luna tidak henti-hentinya memuji penampilan Salsa yang cantik dengan gaun Putri Salju.
“Kakak cantik banget.”
“Masa, sih?” Salsa sengaja berputar di depan Luna sambil memainkan gaun berwarna biru kuningnya. “Kamu pasti jauh lebih cantik kalau pakai gaun ini. Nanti habis Kakak pentas, kamu cobain, ya,”
“Iya, iya. Luna mau banget,” ucap Luna penuh antusias.
“Kamu harus lihat Kakak tampil sampai selesai, ya. Soalnya Kakak cuma bisa kasih kamu pertunjukan ini buat kado ulang tahun kamu. Selamat ulang tahun ya, Sayang.” Salsa mengecup lembut kedua pipi Luna, kemudian tergelak ketika menemukan jejak lipstik merahnya ada di pipi Luna.
Salsa menarik beberapa lembar tisu di dekatnya, kemudian membantu Luna membersihkan pipinya.
“Makasih, Kak. Luna seneng banget sama hadiahnya.” Luna menjawab dengan sebuah pelukan yang erat untuk Salsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Boy [Completed]
Roman pour Adolescents[SUDAH TERBIT - sebagian part sudah dihapus] #1 in Teen Fiction [11-02-18] "Karena beku adalah cara gue bertahan" _________ "Kalo si Kutub Es itu natap lo lebih dari lima detik, cuma ada dua kemungkinan. Yang pertama, dia marah besar sama lo. Dan ya...