"Lo cewek yang paling nggak peka. Tapi anehnya gue masih aja suka sama lo!"___________________________________
Harapan Salsa tidak terkabul. Galen benar-benar menyusulnya ke sini untuk mengambil jaketnya.
"Kita lagi rapat. Jangan main masuk sembarangan," tegur Arnan sambil bangkit dari kursinya.
Salsa sudah ketakutan. Pada akhirnya ia memberanikan diri untuk bersuara. Biar bagaimana pun, Galen menyusulnya di sini untuk mengambil jaket miliknya.
"Kak, jaketnya aku kembaliin besok, ya. Mau aku cuci dulu."
Semua mata kompak menatap Salsa, tak terkecuali Galen.
Arnan kembali menatap Galen. "Jadi, lo ke sini cuma mau ambil jaket lo?"
"Boleh ya, Kak? Besok sekalian aku setrika biar rapi lagi." Salsa kembali memohon.
"Balikin sekarang aja, Sal!" perintah Arnan sedikit kesal. "Lo bisa pinjam jaket gue." Ia meraih jaket merah miliknya yang tersampir di sandaran kursinya, kemudian mengulurkannya pada Salsa.
Mata Salsa sudah membulat. Tidak semudah itu. Ia tidak mungkin melepas jaket Galen sekarang juga!
Galen yang sejak tadi hanya berdiri di ambang pintu, kini mulai bergerak. Ia berjalan mendekati Sari.
"Drama Pentas Seni. Dongeng Putri Salju." Galen membaca keras-keras sesuatu yang tampil di layar notebook Sari.
"Len, ini rapat tertutup panitia. Nggak boleh sembarang orang masuk," tegur Arnan, mulai jengah dengan sikap Galen.
"Emangnya dia panitia?" tunjuk Galen pada Salsa.
"Bukan. Tapi Salsa akan main di drama itu. Jadi, dia boleh ikut rapat ini."
Galen mendengus geli. "Ini SMA atau Taman Kanak-Kanak, sih? Siapa yang mau nonton dongeng anak kecil di pentas seni SMA?"
"Justru gue mau bikin pensi kali ini beda. Gue sama tim bakal undang anak-anak dari panti asuhan untuk nonton pensi di sekolah kita. Biar mereka tetap punya mimpi dan nggak patah semangat," jelas Arnan panjang lebar. Ia kemudian berdecak kesal pada Galen. "Orang kayak lo nggak akan ngerti acara kemanusiaan begini!"
"Kalo gitu, biarin gue ikut main drama itu!" kata Galen datar.
Semua orang dibuat tercengang. Mereka hampir tidak percaya apa yang baru saja dilontarkan Galen. Sejak kapan cowok itu tertarik untuk ikut acara semacam ini?
"Kenapa?" tanya Galen heran karena cukup lama tidak ada respons dari siapa pun. Ia menatap satu per satu orang yang ada di ruangan itu. "Gue nggak dibolehin gabung?"
Arnan menghela napas kasar, kemudian berkata pada Ela. "La, peran apa yang masih available?"
Ela terkesiap, kemudian buru-buru menyahut sambil meneliti tulisan tangannya sendiri di buku catatannya. "Masih ada peran ayahnya Putri Salju, tujuh kurcaci-"
"Gue mau jadi Pangerannya!" potong Galen cepat.
"Peran Pangeran udah diambil Arnan," sahut Ela.
Galen menatap Arnan tajam. "Mentang-mentang lo ketua, jadi seenaknya langsung nentuin diri sendiri yang jadi Pangeran? Nggak adil banget!"
"Gue bisa peranin Pangeran dengan baik. Ortu gue udah buka sanggar sejak gue kecil. Gue belajar banyak akting dari sana!" bela Arnan.
"Kalo gue bisa lebih baik, gimana?" tantang Galen percaya diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Boy [Completed]
Teen Fiction[SUDAH TERBIT - sebagian part sudah dihapus] #1 in Teen Fiction [11-02-18] "Karena beku adalah cara gue bertahan" _________ "Kalo si Kutub Es itu natap lo lebih dari lima detik, cuma ada dua kemungkinan. Yang pertama, dia marah besar sama lo. Dan ya...