Jinyoung duduk dikursi meja belajar Mark sambil memandangi setiap sudut kamar nan besar tersebut. Meskipun sudah kali ketiga ia menginjakkan kaki ditempat ini, ia baru menyadari Mark merupakan tipe laki-laki yang menomor satukan kebersihan. Kamar ini sangat rapi dan bersih. Buku-buku tersusun rapi ditempatnya. Dua lukisan yang terpajang dinding. Mainan robot kecil yang disusun disebelah lampu tidur yang terletak diatas meja. Dan kulkas kecil yang terletak disebelah meja nakas.
Dari semua isi kamar Mark, Jinyoung lebih tertarik dengan sebuah foto yang satu-satunya tergeletak dimeja belajar. Foto seorang anak laki-laki yang menggendong anak perempuan. Jinyoung yakin kedua anak kecil itu adalah Mark dan Lisa. Mark terlihat sangat menyayangi adiknya. Dan ada satu lagi yang menarik perhatian Jinyoung. Selembar foto yang terselip dilaptop milik Mark. Jinyoung menarik foto tersebut. Mulutnya menganga lebar. Itu fotonya saat menangis yang sepertinya baru selesai dicetak oleh Mark. Ini sungguh memalukan. Bagaimana bisa Mark menyimpan foto memalukan ini.
Mark keluar dari kamar mandi. Ia baru saja selesai mengeluarkan isi perutnya. Itu karena Jinyoung yang memaksa Mark menghabiskan bubur buatannya yang terlampau asin. Akibatnya Mark muntah-muntah.
"Bagaimana hyung? Apa perutmu sudah baikan?" Jinyoung bangkit dari duduknya mencoba menghampiri Mark yang sepertinya sedang kesal padanya.
"Kau berniat membantuku atau membunuhku?"
"Maafkan aku hyung. Aku tidak tahu kalau bubur buatanku keasinan" Sesal Jinyoung.
"Seharusnya aku tidak percaya padamu. Mana mungkin anak manja sepertimu bisa memasak" Mark berceletuk sembari membuka kaos tipisnya yang terkena muntahan pertamanya.
Jinyoung langsung menutup matanya. Meskipun begitu, ia mengintip lewat jari-jarinya. Walaupun Mark berdiri membelakanginya, Jinyoung yakin laki-laki yang berstatus seniornya itu memiliki tubuh yang kekar dan kulit yang putih. Tak hanya itu, pasti ada roti sobek yang tercetak diperutnya. Oh Jinyoung malu sendiri memikirkannya. Ia saja tidak pernah melihat bentuk tubuh Jaebum, tetapi Mark sudah lebih dulu mengambil kesucian matanya. Kesucian mata? Hm...
"Jinyoung?"
Jinyoung tersadar dari lamunannya. Ia terkejut saat Mark berdiri dihadapannya. Untung saja Mark sudah mengganti bajunya.
"Hyung, wajahmu sudah tidak pucat lagi"
"Itu karena kau ada disini"
"Ne?"
Apa hubungannya?
"Sekarang katakan apa tujuanmu datang kesini. Kau membawakan aku buah-buahan dan membuatkanku bubur yang tidak enak. Aku yakin pasti kau sedang merencanakan sesuatu yang merugikan untukku"
Jinyoung kesal dengan ucapan Mark. Tapi ia mengabaikannya. Toh Mark memang menyebalkan bukan?
"Aku ingin minta maaf karena semalam aku meninggalkanmu sendirian. Dan ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu. Jangan berburuk sangka pada Jaebum hyung. Dia mengkhawatirkanmu. Bahkan semalam dia menyuruhku menginap disini untuk menemanimu. Tapi aku menolaknya"
Jinyoung mengintip wajah Mark yang terlihat biasa-biasa saja. Apa Mark tidak menerima maafnya? Atau semakin marah padanya?
"Aku tidak mau merusak persahabatanmu dengan Jaebum hyung karena aku tahu Jaebum hyung sudah menganggapmu seperti saudaranya sendiri. Aku mohon hyung, jangan marah pada Jaebum hyung"
Mark tersenyum pahit. Ia duduk dipinggir ranjangnya menatap Jinyoung dengan tatapan yang berbeda. Tatapan kecewa, mungkin.
"Kau sangat peduli padanya. Kau memohon seperti ini karena kau takut Jaebum-Mu itu dibenci oleh orang lain. Apa kau tidak pernah memikirkanku? Apa kau peduli padaku? Kau tidak pernah memikirkan perasaanku saat melihatmu bersama Jaebum"
![](https://img.wattpad.com/cover/112089228-288-k398540.jpg)