Jinyoung mencari keberadaan Jaebum. Taman ini cukup luas, jadi Jinyoung sedikit kesulitan mencari Jaebum. Jinyoung meminta Jaebum untuk datang ketaman didekat rumahnya karena ada sesuatu yang ingin ia bicarakan. Namun Jinyoung terlambat karena ban sepedanya tiba-tiba kempes hingga ia berakhir dengan jalan kaki kesini.
Jinyoung mengitari pandangannya keseluruh arah, kedua sudut bibirnya terangkat saat melihat pemuda yang ia cari sedang duduk didekat tempat anak-anak bermain. Jinyoung segera menghampiri Jaebum.
"Hyung"
Jaebum menoleh. Ia bangkit dari duduknya kemudian berdiri dihadapan Jinyoung.
"Maaf aku terlambat hyung"
"Hm tidak apa-apa"
Sudah Jinyoung duga. Pasti Jaebum akan menjawab 'tidak apa-apa'.
"Ada yang aku bicarakan hyung. Tapi jangan disini. Disana saja"
Jinyoung menarik tangan Jaebum kebawah pohon rindang. Disana mereka bisa mengobrol dengan nyaman.
"Hyung, aku harap kau jangan marah setelah aku mengatakan ini"
Jaebum mengangguk. Matanya tertuju pada pergelangan kiri Jinyoung yang kosong. Ia tersenyum miris. Jinyoung tidak memakai gelang pemberiannya lagi.
"Selama ini kau sudah banyak memberikan perhatian padaku hyung. Kau tetap sabar menghadapi sifat kekanakanku. Jujur, aku selalu nyaman saat bersamamu. Selama ini aku belum pernah merasakan kasih sayang dari seorang kakak laki-laki. Saat aku mengenalmu, aku mendapatkan apa yang tidak pernah aku dapatkan. Tapi... t-tapi aku salah mengartikan semua itu. A-aku menyayangimu sebagai seorang kakak, bukan sebagai... laki-laki. Maafkan aku hyung. Maafkan aku. Aku sudah mempermainkan perasaanku karena keegoisanku. Maafkan aku. Maaf"
Jinyoung membungkuk selama beberapa kali.
"Aku mengerti"
Jinyoung semakin merasa bersalah saat melihat senyuman diwajah Jaebum. Lebih baik Jaebum mengomelinya dari pada tersenyum seperti itu. Hei Jinyoung, sejak kapan Jaebum berani mengomelimu? Tidak akan pernah!
Jaebum meraih kedua tangan Jinyoung lalu menggenggamnya.
"Apapun akanku lakukan asalkan kau bahagia. Kau tahu, melihatmu tersenyum itu sudah cukup bagiku. Jujur, aku selalu berharap kau akan membalas cintaku. Tapi itu mustahil karena dihatimu hanya ada satu orang yang sudah lama kau cintai"
Jaebum beralih mengusap pipi Jinyoung yang semakin berisi. Ia akan merindukan saat-saat menyentuh Jinyoung seperti ini.
"Jinyoung-ah... Berjanjilah padaku, kau harus tetap ceria seperti biasanya. Dan..."
Jaebum mendekatkan wajahnya.
"Bolehkan aku menciummu untuk terakhir kalinya?"
Awalnya Jinyoung hanya diam. Ia tatap kedua mata Jaebum kemudian mengangguk pelan. Ia memejamkan matanya saat merasakan bibir lembut itu mendarat tepat dibibir merahnya.
Maafkan aku sudah melukai perasaanmu hyung. Aku tahu kau tersenyum karena kau tidak ingin aku melihat wajah sedihmu. Aku harap suatu saat nanti kau menemukan seseorang yang bisa mencintaimu setulus hatinya.
Hanya beberapa detik, setelah itu Jaebum mengakhiri ciumannya.
Jinyoung mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.
"Aku ingin mengembalikan gelang ini padamu hyung. Aku merasa tidak pantas mendapat hadiah mahal seperti ini. Kau bisa memberikannya pada orang yang..."
"Aku ingin kau menyimpannya. Anggap saja itu sebagai kenang-kenangan dariku karena setelah ini aku tidak tahu apakah aku masih bisa memberimu hadiah lagi atau tidak"