Chapter 2

1.7K 93 3
                                    

"Gue cari-cari lo tadi pas lo selesai ngamen.", ujar wanita itu dengan wajah serius.

Zalfa masih memasang raut wajah bingung sekaligus takut memandang wajah wanita itu.
"Akhirnya ketemu juga. Oh iya, kenalin. Nama gue Key.", lanjut wanita itu dengan senyuman ramah yang sangat berbeda dari kesan pertama Zalfa melihat wanita itu.
Melihat senyuman itu akhirnya Zalfa pun merasa sedikit lega.
Zalfa : "Aku Zalfa."
Di tengah-tengah perbincangan mereka, Ridwan datang.
Ridwan : "Heh Zal! Lo beli minum lama amat dah. Sampai kering nih tenggorokan."
Zalfa : "Eh iya Rid. Maaf. Hehe. Nih minumnya."
Ridwan langsung meneguk minuman yang diberikan Zalfa. Tampak ia benar-benar kehausan.

"Eh, ini siapa Zal?", Ridwan melirik ke arah Key.
"Oh iya, Halo. Gue Key.", jawab Key ramah.
Zalfa : "Oh iya Key. Kamu ada perlu apa cari-cari aku tadi?"
Key : "Iya. Gue dengerin tadi suara lo indah banget. Gue bener-bener nikmatin dari awal sampai akhir."
Pipi Zalfa tampak memerah dan iya hanya bisa tersenyum malu.
"Cie ada yang seneng tuh.", Ledek Ridwan sambil menyenggol bahu Zalfa.
Zalfa : "Eh. Kamu bisa aja Key. Aku belum pernah nyanyi sebelumnya."
Key : "Serius?"
Zalfa hanya mengangguk.
Key : "Gue pikir lo udah biasa nyanyi bertahun-tahun. Oh iya, kebetulan gue lagi nyari partner buat nyanyi di kafe. Kalian mau gak ikutan?"
Mendengar tawaran itu Ridwan langsung menjawab dengan semangat tanpa bertanya dengan Zalfa terlebih dahulu, "Mau Key. Kita mau kok. Mau banget!"
Mendegar jawaban itu Zalfa hanya bisa melotot ke arah Ridwan saja.
Key : "Wah. Gue seneng banget. Oke besok kita ketemu di depan Universitas Musika ya. Gue mau ngampus dulu, habis itu kita nyanyi. Oke?"
Ridwan : "Oke Key. Siap!"

Ridwan tampak sumringah dengan tawaran Key. Tetapi Zalfa menampakkan wajah lain karena hal itu.

***
Hari mulai petang. Langit sudah menampakkan warna oranye nya. Ridwan berjalan mengantar Zalfa pulang.
Zalfa : "Rid, kenapa sih kamu terima tawaran Key gitu aja?"
Ridwan : "Loh? Emangnya kenapa? Lo juga pasti mau kan?"
Zalfa : "Tapi Rid, aku gak yakin bisa tampil di depan orang-orang di kafe."
Ridwan : "Zal, lo pasti bisa. Lo bilang lo mau kerja kan? Ini kesempatan buat lo. Lo bisa dapetin uang lebih, dibandingkan lo ngamen di jalanan."
Tanpa ia sadari, Ridwan mengenggam kedua tangan Zalfa. Keduanya terpaku setelah menyadari itu. Dan sama-sama melepaskan tangannya masing-masing setelahnya.
"Hmmm ya udah Rid.", ujar Zalfa sambil menghela nafasnya panjang.

***
Esok harinya, Zalfa dan Ridwan sudah menunggu di depan kampus Key.
Zalfa melihat ke arah dalam kampus itu.
Ia melihat segala aktivitas mahasiswa yang sedang ospek disana.
Ia kaget saat melihat salah seorang mahasiswa di dalam kampus itu yang sedang diospek. Zalfa merasa kenal dengan sosok tersebut.
"Itu kan...", dalam pikiran Zalfa.

Ridwan melihat Zalfa yang sangat serius memperhatikan ke dalam kampus itu pun menegurnya, "Zal, lo liatin apa sih? Serius amat."
Zalfa : "Eh, enggak Rid. Aku cuma kayak kenal aja sama anak itu."
Zalfa menunjuk ke arah orang yang ia maksud.
"Rid, aku pengen deh bisa kuliah kayak mereka. Tapi gak mungkin.", lanjut Zalfa dengan wajah sedihnya.
Ridwan : "Zal, suatu saat lo pasti bisa kayak mereka. Pegang kata-kata gue."
Ridwan tersenyum berusaha menenangkan Zalfa.

Tak lama kemudian Key datang menghampiri mereka.
Key : "Hei. Kalian udah lama nunggu ya? Hehe sorry ya. Yuk berangkat."
Ridwan : "Oke. Yuk Zal."
Zalfa hanya tersenyum simpul.
Kemudian Ridwan menggandeng tangan Zalfa. Zalfa tampak kaget melihat perlakuan Ridwan itu. Tetapi dirinya tidak merasa ingin melepaskan genggaman tangan Ridwan di tangannya. Dirinya mengikuti langkah Ridwan sambil tersenyum memandangi Ridwan dari belakang.
Zalfa, Ridwan, dan Key bergegas menuju kafe untuk penampilan pertama mereka bertiga.

***
Sementara itu di dalam kampus Key, Universitas Musika, sedang diadakan ospek bagi mahasiswa baru.
"Selamat pagi semua mahasiswa baru. Saya Malvin, sebagai ketua panitia penyambutan mahasiswa baru ini mengucapkan selamat datang di kampus kita tercinta ini. Universitas Musika.", sorak Malvin, ketua panitia ospek itu yang dikagumi banyak gadis di kampusnya.

"Uh malvin makin ganteng aja kalau lagi kayak gitu.", ujar salah satu panitia wanita di ospek itu sambil tersenyum sendiri melihat Malvin.
"Halah Ruth Ruth. Lo mah semua cowok juga dibilang ganteng. Heran gue.", sindir temannya yang berdiri disamping wanita itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ya, Ruth memang terkenal sebagai mahasiswi genit yang senang mendekati mahasiswa-mahasiswa tampan di kampusnya.
"Iiihh Vanya. Lo kenapa sih? Lagian emang Malvin ganteng tau. Duhhh.", mata Ruth berbinar-binar.
"Cowok belagu kayak gitu aja disukain.", jawab Vanya ketus.
Vanya adalah mahasiswi senior di kampus itu yang ambisius, paling tidak suka tersaingi, dan sedikit keras kepala.

Malvin : "Baik adik-adik semua. Untuk pembukaan ospek hari ini selesai. Besok ospek hari pertama akan dimulai. Persiapkan segala penugasan yang sudah kami berikan. Terima kasih."
Seluruh mahasiswa baru pun membubarkan diri. Pembukaan ospek telah selesai.

Malvin menghampiri Vanya dan Ruth.
Ruth : "Aduh Malvin. Kamu berwibawa banget deh tadi."
Malvin senyum terpaksa melihat tingkah Ruth itu, "Hehe, makasih Ruth."
"Iya sama-sama.", jawab Ruth sambil mengedipkan matanya ke arah Malvin.
Malvin : "Van, tolong kamu catat ulang semua perlengkapan yang dibutuhkan untuk besok terus kasih ke aku ya. Paling lambat nanti siang."
"Iya boss. Kapan lo bisa gak belagu pak boss.", jawab Vanya ketus tanpa melihat ke arah Malvin.
Malvin : "Oke thanks Van. Oh iya satu lagi, tolong ubah sikapmu. Ya paling enggak, selama ospek ini. Malu-maluin."
Mendengar perkataan Malvin, Vanya merasa sangat geram. Ia mengepalkan kedua tangannya. Tampak Vanya benar-benar naik darah karena ucapan Malvin.

The Colours Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang