Chapter 14

1K 63 0
                                    

"Hah serius? Ya ampun aku mau banget.", wajah Zalfa berbinar.

Bastian : "Iya Zal. Audisinya diadain mulai minggu depan. Nanti dipilih anak-anak yang emang berbakat dan berhak untuk dapet beasiswanya. Dan gue yakin banget lo pasti terpilih."
Zalfa sangat senang mendengar kabar itu.
"Wah. Makasih ya kalian udah ngasih tau ini. Aku emang dari dulu pengen banget bisa kuliah. Kalian baik banget. Makasih ya Key, Bas.", reflek Zalfa menggenggam kedua tangan Bastian karena dia sangat senang, terlihat dari wajahnya yang berbinar menatap Bastian.
Melihat hal itu, Key hanya tersenyum saja. Key tahu Zalfa sedang sangat bahagia, begitu juga dengan Bastian.

Tanpa mereka sadari, Ridwan sedang melihat kejadian itu. Ia melihat Zalfa dan Bastian saling berpegangan tangan, saling tatap, dan saling tersenyum bahagia. Tampak keduanya begitu menikmati waktu mereka disana.
Ridwan memang sengaja datang menyusul untuk memberikan kejutan pada Zalfa, namun ternyata sebaliknya, dirinya lah yang mendapat kejutan dari Zalfa dan Bastian.
Ridwan memutuskan untuk mengurungkan niatnya. Cokelat yang ada di tangannya ia jatuhkan. Karena ia pikir cokelat itu sudah tidak penting lagi.

Dan Ridwan pun memutuskan pulang dengan tertatih-tatih. Bukan hanya kakinya yang sakit saat itu, tetapi juga hatinya.
Dalam langkahnya, Ridwan tersenyum simpul dan berkata dalam hatinya, "Kayaknya Bastian lebih bisa bikin Zalfa bahagia. Lebih baik gue yang menjauh."

***
Keesokan harinya...
"Gue harus cari cara buat kasih pelajaran sama tuh anak baru. Berani-beraninya dia mau saingan sama gue.", Vanya daritadi hanya mengaduk-aduk kopi yang ia pesan tanpa meminumnya sedikitpun.
"Kayaknya lebih aman kalau gue temuin dia pulang kuliah nanti. Awas ya lo Sha.", pikir Vanya.

***
Sementara itu Ridwan sedang terduduk disana. Di tempat yang biasa ia singgahi berdua bersama Zalfa. Kini dirinya seorang diri. Ia mengingat kembali kejadian semalam. Padahal dirinya sudah sangat semangat memberikan cokelat itu pada Zalfa, namun semuanya hancur seketika ketika ia melihat Zalfa dan Bastian saling berpegangan tangan, bertatapan, dan tersenyum bahagia satu sama lain.
"Gue gak punya apa-apa Zal buat lo. Ngasih cokelat aja gue gak becus. Bastian punya segalanya. Dia lebih pantes buat lo Zal. Sedangkan gue, cuma pengamen jalanan. Apa yang gue punya? Gue cuma punya cinta Zal.", batin Ridwan.

"Rid.", tiba-tiba suara seorang perempuan membuyarkan lamunannya.
Ridwan tahu, itu adalah suara Zalfa.
Ridwan tersenyum pada Zalfa.
"Zalfa. Ada apa Zal? Tumben pagi-pagi kesini?", ujarnya.
Zalfa : "Gak ada kamu sepi Rid. Biasanya kamu selalu nemenin aku tiap hari. Tapi beberapa hari ini. Aku sendirian."
Ridwan : "Zal, lo harus mulai terbiasa sama hal itu."
Zalfa menatap Ridwan.
Zalfa : "Terbiasa?"
Ridwan : "Iya. Terbiasa."
Zalfa memperhatikan wajah Ridwan, memang tampak tak seperti biasanya. Tampak ada guratan kesedihan disana. Dan Zalfa menyadari hal itu. Zalfa kenal betul bagaimana Ridwan.

"Kamu kenapa?", tanya Zalfa.
"Ada masalah? Atau...atau mungkin aku punya salah sama kamu? Cerita sama aku Rid.", kata Zalfa lagi.
Ridwan hanya tertunduk disana.
Zalfa : "Rid, kamu pernah bilang sama aku. Hidup itu gak selamanya berwarna cerah, tapi kadang juga berwarna gelap. Gak selamanya kita seneng terus, pasti ada juga ngerasain sedih. Aku tau ada yang kamu sembunyiin dari aku. Kamu kenapa?"
Kali ini Ridwan menjawab, tetapi ia tak mau menatap Zalfa karena dirinya tak kuasa untuk melakukan hal itu.
Ridwan : "Iya Zal. Hidup itu penuh warna, kadang seneng, kadang sedih, kadang marah, kadang kecewa...kadang sakit hati."
Mendengar jawaban Ridwan, Zalfa terdiam sambil terus menatapnya.

Ridwan : "Zal, gue bakal lakuin apapun, walaupun hal itu bikin gue sakit, yang penting, orang yang gue sayang, bisa bahagia."
Zalfa : "Rid, kamu kenapa jadi kayak gini? Aku gak ngerti. Aku pengen Ridwan balik lagi kayak dulu. Aku pengen liat Ridwan yang bisa bikin aku ketawa setiap saat. Aku kangen Ridwan yang selalu usil dengan ejekannya. Aku kangen Ridwan yang ceria. Rid, apapun masalah yang kamu hadepin sekarang. Kamu harus janji, tetep jadi Ridwan yang dulu ya. Jangan berubah."

"Oh iya, aku kesini. Mau ngabarin ke kamu, kalau semalam Bastian...", belum selesai Zalfa bicara, Ridwan sudah memotongnya.

"Iya Zal. Gue udah tau kok. Selamat ya.", ujar Ridwan sambil tersenyum pada Zalfa. Kemudian keduanya sama-sama terdiam.
Zalfa bingung, "Darimana Ridwan bisa tau kalau semalem Bastian ngasih kabar soal beasiswa ya?", ujarnya dalam hati.
"Jadi Bastian semalem udah nembak Zalfa? Lo harus ikut seneng Rid. Harus.", batin Ridwan.
Keduanya tidak menyadari bahwa sebenarnya ada kesalahpahaman yang terjadi di tengah-tengah mereka.
Zalfa : "Oh iya Rid. Makasih ya. Aku minta doanya dari kamu."
Ridwan : "Iya Zal, pasti gue doain kok buat kebaikan lo."
"Semoga Bastian emang yang terbaik buat lo Zal.", ujar Ridwan dalam hatinya.

***
Sementara itu di Universitas Musika Malvin sedang berbicara dengan rektor mengenai audisi yang akan dilaksanakan di kampus itu.
"Baik pak. Akan saya siapkan tim nya. Semoga dengan ini kampus kita bisa dapat mahasiswa-mahasiswa yang berbakat lagi ya pak. Ya sudah pak kalau begitu, saya permisi keluar dulu."
Tak lama setelah melangkah, Malvin mendapat telepon dari seseorang.
"Om Armand?", ujar Malvin setelah melihat layar hp nya.
"Halo Om."
"Iya. Ada apa ya?"
"Apa Om? Ruth gak ada di kamarnya? Sampai sekarang belum ketemu?"
"Oh iya Om. Iya iya saya kesana sekarang."
Malvin segera bergegas menuju ke Rumah Sakit. Tampak dirinya sangat tergesa-gesa.

***
Sesampainya di Rumah Sakit...
Malvin : "Gimana Om?"
Om Armand : "Iya nak Malvin, Om udah cari Ruth ke seluruh sudut Rumah Sakit ini tapi Om tidak menemukannya."
Malvin : "Om udah lapor?"
Om Armand : "Udah. Sekarang Om minta tolong sama kamu untuk bantu cari Ruth ya nak. Om gak tau harus minta tolong sama siapa lagi. Vanya juga tidak bisa dihubungi."
Malvin : "Iya Om, pasti saya bantuin. Kalau gitu saya permisi sekarang ya Om."

***
Marsha sedang bersiap-siap untuk pulang. Kelasnya hari ini telah selesai.
Namun selangkah setelah ia keluar dari kelas, ada seseorang yang membekap mulutnya dan menariknya menuju ke area belakang kampus.

"Auw.", teriak Marsha setelah bekapan di mulutnya dilepas.

The Colours Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang