Chapter 52

1K 60 0
                                    

Fani menyatukan tangan Malvin dan Vanya.
Malvin dan Vanya hanya diam dan saling memandang karena hal itu.

"Vin, Vanya lebih pantes buat dapetin lo.", ujar Fani sambil tersenyum pada Malvin.
Kemudian Fani menoleh ke Vanya.
"Van, lo mau kan cintain Malvin buat gue?", ujar Fani pada Vanya.
Fani : "Gue tau. Kalian lebih pantas buat bersatu. Gue gak berhak ganggu kalian. Vin, gue tau lo sayang sama Vanya. Dan Vanya, gue tau lo bisa jadi cewek yang baik buat Malvin. Gue pengen kaliam bahagia bersama."
Malvin dan Vanya saling bertatapan kemudian.
Vanya : "Vin, apa bener yang diucapin sama Fani?"
Malvin terdiam menatap Vanya. Ia gugup. Jantungnya berdetak dengan begitu cepat.
"Vin?", ujar Vanya lagi.
"I...i...iya Van. Aku sayang sama kamu.", jawab Malvin terbata-bata.
Vanya membulatkan matanya.
"Ternyata ada cowok yang tulus sayang sama gue.", ucapnya dalam hati.
Malvin : "Kamu mau percayain aku buat jaga hati kamu?"
Fani memandangi Malvin dan Vanya sambil tersenyum. Kali ini senyumannya begitu tulus.
"I..iya Vin. Gue mau. Gue titipin hati gue, buat lo jaga.", jawab Vanya.
Kemudian keduanya saling bertatapan dan tertawa kecil. Fani pun tersenyum lebar mendengar jawaban dari Vanya untuk Malvin.
Akhirnya mereka bertiga tertawa bersama setelah itu. Ketiganya sama-sama bahagia.

***
Devin baru saja siap-siap untuk keluar dari rumahnya dan berangkat mengamen. Saat Devin membuka pintu rumahnya, ia kaget. Marsha sudah berdiri disana.
"Halo.", sapa Marsha tersenyum pada Devin.
Devin kaget melihat Marsha sudah berdiri disana.
Devin : "Marsha? Kok lo disini?"
Marsha : "Aku mau nemenin kamu lagi."
Devin tersenyum bahagia mendengarnya.
"Ya udah yuk berangkat.", ujar Marsha dengan penuh semangat sambil kemudian menggandeng tangan Devin.
Devin dan Marsha bernyanyi bersama dengan penuh keceriaan hari ini. Sesederhana ini lah kebahagiaan mereka. Cukup dengan bersama Devin saja, sudah membuat Marsha bahagia. Dan cukup dengan bersama Marsha saja, sudah membuat Devin sangat bahagia. Keduanya tampak sangat menikmati saat-saat dimana mereka berdua bisa bersama.

***
Kini Key bersama Ayahnya juga Bastian dan Ruth sudah sampai di bandara. Key dan Ayahnya sudah siap untuk berangkat sekarang.
"Key, hati-hati ya disana.", ujar Ruth pada Key.
"Key, i will miss you.", ujar Bastian.
Key tersenyum pada mereka berdua dengan mata berkaca-kaca. Ia terharu.
"Gue bakal kangen banget sama kalian.", Key memeluk Bastian dan Ruth sekaligus.
Papa Key : "Key, yuk masuk. Pesawatnya sebentar lagi berangkat."
Kemudian Key melambaikan tangan pada Bastian dan Ruth dan melangkah masuk bersama Ayahnya.
Namun...

"Key! Tunggu!", tiba-tiba suara seseorang menghentikan langkah Key. Ia berlari terengah-engah mencoba menghentikan Key.
"Alif.", ujar Key setelah menoleh dan melihat orang itu.
"Key.", Alif masih terengah-engah. Bastian dan Ruth hanya memandanginya saja.
Alif : "Untung lo belum pergi. Key, hati-hati ya. Jaga diri lo baik-baik disana. Gue...gue mau ngasih ini."
Alif mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah kain kecil bertuliskan nama 'Alif' disana.
Alif berjalan mendekat ke arah Key berdiri.
"Gue titip ini ya. Gue tau disana pasti lo bakal kangen semua yang ada disini. Gue harap ini bisa jadi pengobat rasa kangen lo.", ujar Alif sambil memberikan kain kesayangannya itu.
Key menerima kain itu, "Thanks Lif.", ujarnya.
Alif : "Itu benda kesayangan gue yang hampir setiap saat selalu gue bawa. Jangan sampai hilang ya. Gue titip itu."
Key mengangguk sambil tersenyum mengerti.
"Key!", panggil ayah Key.
Key menoleh. Ayahnya memberikan isyarat bahwa waktunya tinggal sedikit lagi.
"Gue berangkat dulu ya Lif.", Key pamit kepada Alif.
Alif terdiam menatap Key. Kemudian Key berjalan menuju ayahnya. Berat rasanya Key harus meninggalkan semua yang ada di Indonesia.
"Key!", panggil Alif lagi.
Key menoleh.
Alif : "Gue bakal kangen sama lo."
Key hanya kembali melebarkan senyumnya sambil kemudian melambaikan tangannya pada Ruth, Bastian, dan Alif disana.
Ia berjalan bersama ayahnya sekarang.
"Gue juga bakal kangen sama lo Lif.", ujar Key sambil menundukkan kepalanya.
Bastian tanpa sadar memegang pundak Ruth ketika melihat Key berjalan pergi.
Ruth pun kaget dan menatap Bastian. Bastian masih belum menyadarinya. Kemudian ia hanya tersenyum dan kembali menatap Key.
Alif melambaikan tangannya pada Key berharap ia bisa segera bertemu dengan Key lagi.

***
Marsha dan Devin sedang duduk berdua di pinggir jalan sambil menatap langit bersama.
"Dev, kamu liat deh awan yang itu.", Marsha menunjuk awan yang ia maksud.
Marsha : "Bentuknya lucu ya. Kayak love gitu."
Devin pun melihat ke arah awan yang Marsha maksud.
"Ah masa sih itu love? Itu mah bentuknya kayak gigi gingsul lo hahaha.", ejek Devin sambil tertawa pada Marsha.
Marsha : "Ih itu love tau."
Devin : "Iya Sha. Itu bentuknya love karena ada gue sama lo disini. Jadi i love you."
Marsha dan Devin saling berpandangan kemudian. Dan mereka berdua saling tertawa seolah tak ada beban yang melanda.
Marsha : "Dev, semoga kita bisa kayak gini terus ya."
Devin : "Iya Sha."
Kemudian Marsha menyenderkan kepalanya di bahu Devin. Devin pun kaget dibuatnya, namun ia sama sekali tak menolak hal itu. Kini keduanya sama-sama tersenyum dan menatap langit. Mereka berharap masa depan mereka berdua dapat bersinar secerah warna langit yang mereka tatap itu.

***
Kini Malvin dan Vanya sedang berdiri menyemangati Fani yang sedang mencoba untuk berjalan menggunakan tongkatnya. Perlahan-lahan Fani melangkah sampai ia dapat sampai ke tempat Malvin dan Vanya berdiri.
"Yes! Gue bisa Van, Vin.", ucap Fani senang. Vanya dan Malvin pun terlihat senang melihat hal itu.
Vanya : "Yeay! Semoga lo bisa cepet sembuh total dan bisa jalan normal lagi kayak dulu ya."
Malvin hanya tersenyum menatap Vanya dan Fani yang sudah mulai akur.
"Bas, andai lo liat ini. Fani udah berubah Bas. Gue harap, kita juga bisa bersahabat lagi kayak dulu.", batin Malvin.
Vanya menyadari jika Malvin sedang memikirkan sesuatu.
"Vin? Lo kenapa?", tanya Vanya
Malvin : "Oh. Enggak Van. Gakpapa. Aku seneng ngeliat kalian kayak gini."
Kemudian Fani berjalan mendekat ke arah mereka perlahan-lahan.

"Gue juga seneng ngeliat kalian kayak gini.", ujar Fani sambil tersenyum.

The Colours Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang