Chapter 47

877 56 0
                                    

Vanya memberi isyarat pada Malvin untuk menenangkan Fani.
Malvin mengikuti isyarat yang diberikan Vanya. Ia melangkah mendekat ke arah Fani. Kemudian Fani bangkit dan memeluk tubuh Malvin sambil menangis. Malvin pun mencoba menyambut pelukan Fani itu.
Ketiganya tenggelam dalam diam malam itu.

***
Keesokan harinya...
"Pa, semalem Key pulang papa udah tidur. Jadi Key gak berani bangunin papa.", ujar Key pada ayahnya itu.
Papa Key : "Key, jadi gimana? Kamu mau kan ikut papa sama mama untuk tinggal disana?"
Key tertunduk diam. Ia kembali memikirkan hal itu. Ia pikir dirinya harus bersikap dewasa. Dia bisa menentukan mana yang memang terbaik untuknya.
Key kemudian menghela nafas panjang.
"Semoga ini emang yang terbaik.", ucap Key dalam hati.
Key kemudian mengangguk pada ayahnya sambil tersenyum.
Papa Key : "Kamu mau nak?"
Key : "Iya pa. Key mau. Key mau perbaiki semuanya dari awal lagi."
Kemudian ayah Key memeluknya dan mencium keningnya.
Papa Key : "Terima kasih nak. Papa sayang sama kamu."
Key : "Key juga sayang sama papa."
Key berharap dengan ini keluarganya bisa kembali utuh. Dan hidupnya bisa kembali seperti dulu lagi. Ia bisa merasakan kasih sayang yang lengkap dari sosok ayah juga ibu. Kali ini Key benar-benar sudah bulat dengan keputusannya.
Key : "Ya udah pa. Key berangkat ke kampus dulu ya. Seenggaknya Key mau pamitan sama temen-temen."
Papa Key : "Iya nak."

***
Marsha masih melamun di mobilnya, hari ini ia tidak begitu bersemangat. Ia masih memikirkan Devin, "Kenapa sih kamu gak mau ngomong sama aku Dev?", batin Marsha sambil melihat ke arah luar jendela mobilnya.
Pagi itu sangat macet. Membuat Marsha memiliki waktu lebih lama untuk melamun.
Tak lama kemudian ada pengamen datang dan bernyanyi di depan jendela mobilnya. Marsha menatap wajah pengamen itu.
"Devin?", ucap Marsha.
Marsha kemudian menurunkan kaca mobilnya dan berharap bahwa pengamen itu benar-benar Devin. Dan memang benar, itu adalah Devin, orang yang Marsha cari.
"Devin.", ucap Marsha pada pengamen yang mengenakan topi itu.
Devin terhentak, ia melihat wajah orang yang memanggilnya.

"Marsha.", ucap Devin.
Kemudian Devin justru berlari menjauh dari mobil Marsha.

"Pak, pak, saya turun disini aja ya.", ujar Marsha pada sopirnya.
Kemudian Marsha mengejar Devin.
"Devin tunggu!", teriak Marsha sambil terus berlari.
Devin menoleh ke belakang, menatap Marsha sejenak, kemudian kembali berlari.
Marsha terus berusaha mengejar Devin dengan sekuat tenaga.
"Devin!", kemudian Marsha terjatuh.
"Devin tolong berhenti!", teriak Marsha.
Devin tak tega melihat Marsha yang mengejarnya hingga terjatuh seperti itu. Kemudian dengan terpaksa ia memutuskan untuk kembali berjalan ke arah Marsha.
"Aduh.", Marsha memegangi lututnya yang luka.
Tiba-tiba ada seseorang yang mengulurkan tangan padanya. Marsha melihat wajah orang itu.
"Lo gakpapa Sha?", ujar orang itu.
"Devin.", kemudian Marsha berdiri dan memukuli bahu Devin karena kesal.
Marsha : "Kamu kenapa gak ke kampus?"
Devin menunduk. Kemudian ia berjalan menuju kursi panjang yang ada di pinggir jalan itu dan duduk disana. Marsha mengikutinya dari belakang.
"Gue udah gak kuliah Sha.", jawab Devin.
Marsha : "Gak kuliah? Maksud kamu?"
Devin menatap wajah Marsha.
Devin : "Gue berhenti kuliah."
Marsha : "Tap...tapi kenapa Dev? Terus kemarin aku ke rumah kamu, kenapa tulisannya rumah itu dijual? Dan kenapa pas aku telpon kamu gak mau ngomong?"
Devin menatap langit pagi itu. Kemudian menghela nafasnya. Ia pikir mungkin ini saatnya untuk menceritakan semuanya pada Marsha.
Devin : "Bokap gue bangkrut. Dia ditipu dan dililit hutang. Gue gak punya pilihan lain, selain jual rumah itu. Karena itu juga gue mutusin untuk berhenti kuliah. Dan karena itu juga gue ngamen. Gue gak pengen beban bokap gue nambah."
Marsha terhentak. Ia memandang mata Devin, ada guratan kesedihan disana.
Marsha : "Tapi kenapa kamu gak mau ngomong sama aku dan ngilang gitu aja?"
Devin : "Itu gue lakuin karena...karena gue sayang sama lo Sha."
Marsha terdiam dan masih tetap menatap Devin.

Devin : "Gue cinta sama lo. Dan gue gak mau, gara-gara perasaan gue ini. Gue justru jadi maksain diri gue. Gue pengen lo bahagia sama cowok lain yang pasti bisa bikin hidup lo jauh lebih bahagia. Makanya gue milih untuk...untuk menjauh dari lo."

Mata Marsha berkaca-berkaca mendengar itu semua.
Marsha : "Dev, aku juga sayang sama kamu. Tapi aku sayang bukan karena materi yang kamu punya. Aku sayang sama kamu karena kamu Devin. Entah itu Devin yang punya segalanya, entah itu Devin yang hanya seorang pengamen sekalipun. Aku tetep sayang sama kamu."
Kini Devin yang terdiam dan kembali menundukkan kepalanya.
Marsha : "Kamu tau Dev? Setiap saat aku ada di samping kamu, setiap saat aku bareng sama kamu, aku selalu ngerasa aman. Aku selalu ngerasa nyaman. Aku gak mau kamu menjauh kayak gini. Aku justru tersinggung kalau kamu menjauh dari aku karena kamu pikir kamu gak punya apa-apa. Kamu salah Dev. Kamu punya banyak hal yang gak dimiliki orang lain, yang ada dalam diri kamu."
Devin kemudian memegang kedua tangan Marsha.
Devin : "Sha, thanks. Disaat gue ngerasa semuanya menjauh dari gue. Lo tetep ada. Lo tetep bertahan disamping gue."
Marsha membalasnya dengan senyuman yang begitu tulus.
"Kamu jangan ngilang lagi ya.", ucap Marsha. Kemudian Marsha tertawa kecil.
Devin pun ikut tertawa menatap Marsha.
Devin : "Iya Sha. Gue gak akan ngilang lagi. Janji."
Keduanya saling tertawa kemudian. Dan keduanya merasa senang akhirnya dapat melepas kerinduan satu sama lain.
Marsha : "Dev, aku temenin kamu ngamen ya hari ini."
Devin : "Lo gak kuliah Sha?"
Marsha menggelengkan kepalanya.
Marsha : "Hari ini khusus buat kamu."
Kemudian Devin bangkit dan menggandeng tangan Marsha. Mereka berdua bernyanyi bersama dari satu mobil ke mobil lainnya. Dan mereka terlihat bahagia akan hal itu.

***
Key sudah sampai di Universitas Musika. Mungkin hari ini adalah hari terakhir dia menginjakkan kakinya di kampus ini.
"Gue bakal kangen banget sama tempat ini.", ucap Key sambil melihat suasana kampusnya itu.
Key berjalan mengitari kampus. Ia ingin memuaskan dirinya di dalam kampus hari ini.
Key melihat Alif yang sedang terduduk sendiri di taman kampus. Ia pun menghampirinya.

"Woy!", Key mencoba mengejutkan Alif.

The Colours Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang