Chapter 28

976 62 0
                                    

Key masih di dalam mobilnya mengitari kota tak tentu arah. Ia tak tahu harus pergi kemana, tetapi rasanya ia tak ingin pulang ke rumah setelah melihat ibunya ada disana.

Key masih belum bisa menerima kehadiran ibunya yang secara tiba-tiba, setelah sekian lama ia menghilang tak ada kabar. Seakan-akan sudah melupakan kalau Key adalah anaknya.
Ia terus mengendarai mobilnya dengan perasaan yang campur aduk.

***
Sementara itu Zalfa mendatangi tempat Ridwan malam ini. Ia ingin memberi tahukan kabar bahagia yang ia dapatkan.

Ridwan sedang bernyanyi dengan gitarnya ketika Zalfa datang. Ia sama sekali tak menyadari kehadiran Zalfa disana. Karena saat itu ia sedang asyik melantunkan lagu yang ia ciptakan spesial untuk Zalfa. Zalfa mendengarkan lantunan suara Ridwan sambil tersenyum. Petikan gitar yang indah, suara yang merdu, membuat Zalfa semakin takjub pada pria yang ada di depannya ini.

"Lagunya bagus.", ujar Zalfa sesaat setelah Ridwan selesai bernyanyi dan berhenti memetik gitarnya.
Ridwan baru menyadari kehadiran Zalfa disana. Dan ia juga baru menyadari kalau Zalfa sudah mendengarkan lagu yang diciptakan untuknya. Ridwan menjadi kaget dan salah tingkah dibuatnya.
"Eh...mmm...Zalfa hehehe. Lo dari tadi disini?", Ridwan menggaruk-garuk kepalanya sambil tersenyum lebar ke arah Zalfa.
Zalfa : "Iya. Tapi kok kayaknya aku gak pernah denger lagu itu ya? Itu kamu ciptain sendiri?"
Ridwan semakin kikuk. Ia bingung harus menjawab bagaimana.
Ridwan : "Mmmm. Mmmm. Iya aku yang ciptain hehehe."
Zalfa : "Bagus loh. Aku suka sama lagunya."
Mendengar respon Zalfa itu membuat hati Ridwan menjadi berbunga-bunga.
Memang Zalfa tidak menyadari bahwa lagu itu sebenarnya diciptakan untuknya, tetapi mendengar bahwa Zalfa menyukai lagunya saja sudah cukup membuat hati Ridwan senang.

"Yes berhasil!", ucap Ridwan dengan ekspresi yang sangat gembira.
Zalfa keheranan dibuatnya.
Zalfa : "Berhasil? Berhasil apa?"
"Eh. Iya berhasil Zal hehehe. Mmm. Maksud gue... gimana hasil audisinya? Lo pasti berhasil kan? Berhasil dong?", lagi-lagi Ridwan dibuat salah tingkah oleh Zalfa. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan.
Zalfa : "Oh iya Rid. Aku berhasil. Aku berhasil dapetin beasiswa itu. Aku bisa kuliah Rid."
Ridwan sebenarnya tak tahu harus menanggapi hal itu dengan perasaan senang atau sedih.
Ia senang karena melihat salah satu impian Zalfa bisa terwujud. Tetapi ia sedih, karena ia pikir, "Kalau Zalfa kuliah, dia pasti bakal sibuk. Dan gue pasti bakal jarang liat dia. Zal, gue harap, walaupun lo kuliah, lo gak berubah. Lo tetep jadi Zalfa yang selalu datengin gue tiap lo seneng. Lo tetep jadi Zalfa yang selalu cerita ke gue dulu tiap lo sedih. Gue gak bisa jauh dari lo Zal.", Ridwan menunduk seraya memikirkan itu semua.

"Rid?", ujar Zalfa membuyarkan apa yang ada dalam pikiran Ridwan.
"Eh iya Zal. Selamat ya. Akhirnya lo bisa kuliah. Gue seneng.", Ridwan tersenyum berusaha menutupi segala yang ada di pikirannya.
Zalfa mengangguk, senyuman manisnya terpancar disana.
Zalfa : "Eh nyanyiin lagu yang tadi lagi rong. Aku pengen ikut nyanyi juga hehehe."
Ridwan terdiam kembali, kali ini sembari menatap wajah Zalfa.
"Lagu ini buat lo Zal.", ucap Ridwan dalam hatinya.
Kemudian Ridwan memetik gitarnya dan menyanyikan kembali lagu yang ia ciptakan untuk Zalfa itu. Zalfa pun mengikuti senandung indah dari lagu itu.
Keduanya menghabiskan malam dengan bernyanyi berdua.

***
Key masih mengemudi dengan segala kerumitan hari ini. Pikirannya sangat kacau. Ia tidak ingin pulang ke rumah setelah mengetahui ibunya ada disana. Key mengakui dirinya sangat merindukan sosok ibu disampingnya, tetapi rasa kecewa di hati Key membuatnya mengesampingkan kerinduannya itu. Key memutuskan untuk datang ke tempat dimana Zalfa dan Ridwan biasa berada. Dia harap, dengan bertemu mereka dapat membuat dirinya sedikit melupakan semua kejadian yang dialaminya hari ini.

***
"Vin, sebenernya kita mau kemana sih? Daritadi gak nyampe-nyampe deh perasaan.", gumam Vanya yang sudah mulai bosan karena sepanjang jalan Malvin hanya terdiam melihat ke arah depan seakan-akan tidak menganggap kehadiran Vanya disampingnya.
"Sebentar lagi juga nyampe kok Van.", jawab Malvin singkat.
Dan "Ciiitt!", Malvin mengerem mobilnya kemudian.
"Kita udah nyampe.", lanjutnya.
Vanya melihat ke sekitar. Tampak gelap. Dia mulai mencurigai apa yang akan Malvin lakukan.
Vanya : "Eh eh. Kita dimana? Lo jangan macem-macem ya!"
Malvin : "Udah Van. Sekarang, kita turun dari mobil dulu. Ada yang mau aku tunjukkin."

Masih dengan perasaan curiga, akhirnya Vanya mengikuti permintaan Malvin.
Betapa terkejutnya Vanya ketika turun dari mobil. Karena Malvin ternyata membawanya ke suatu tempat, yang mana satu persatu kunang-kunang menyala dan berterbangan disana.
Vanya tampak sangat menikmati pemandangan yang ada di sekitarnya ini. Ia terus melihat ke sekelilingnya. Semakin banyak kunang-kunang bertebaran.
Sebenarnya tempat yang mereka datangi ini adalah tempat rahasia yang dulu Malvin, Bastian, dan Fani sering datangi bersama. Dulu mereka sering bermain, tertawa, menangis bersama di tempat ini. Malvin menghela nafas mengingat hal itu.
Vanya : "Indah banget Vin."
Malvin : "Kamu suka kan?"
Tak lama kemudian ada satu kunang-kunang yang terbang mendekat ke arah Vanya dan hinggap di hidungnya. Membuat Vanya terdiam dan menahan tawa menatap ke arah Malvin. Malvin iseng ingin menangkap kunang-kunang yang sedang hinggap di hidung Vanya itu, namun sebelum ia tangkap kunang-kunang itu justru kembali terbang, dan akhirnya justru hidung Vanya lah yang ia sentuh. Kemudian dengan sengaja Malvin mencubit hidung Vanya.
"Iiihhh sakit tau!", teriak Vanya sambil memegangi hidungnya.
Kemudian mereka berdua tertawa bersama sambil terus bercanda. Malvin senang, akhirnya Vanya tidak terlihat sedih lagi.

Kejadian ini sungguh mengingatkannya pada sahabat-sahabatnya dulu, Bastian Dan Fani. Sekarang ia merasa seakan-akan sedang mengulang kembali masa-masa itu, namun kali ini bersama Vanya.
Keduanya masih terus bercanda sampai kemudian Vanya menatap Malvin sambil tersenyum.
"Thanks ya Vin.", ucap Vanya singkat.
Lalu dirinya berlarian seolah-olah ingin menangkap semua kunang-kunang yang ada di sekelilingnya.

The Colours Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang