Chapter 8

1K 59 0
                                    

Sedang asyik mengkhayal tiba-tiba lamunannya dibuyarkan oleh suara seseorang yang memanggilnya.

"Ruth. Hei senyum-senyum sendiri. Mulai gila lo ya?", ujar Vanya yang sedang menggandeng Alif disampingnya
"Ih Vanya. Ganggu aja deh. Eh ada Alif juga. Halo Lif.", Ruth tersenyum.
Alif : "Hai Ruth. Apa kabar?"
Ruth : "Baik hehe. Eh Van, gue nanti malem mau dinner berdua bareng Bastian. Aaaa seneng banget."
Vanya : "Bastian? Tunggu tunggu. Sebenernya lo tuh sukanya sama siapa sih? Bastian atau Malvin? Perasaan dua-duanya dideketin."
Ruth : "Iiihh. Gue tuh sukanya sama Bastian. Sama Malvin itu kagum aja gitu loh hihihi."
Vanya : "Dasar centil."
Ruth : "Ih biarin. Cantik ini."
Vanya : "Udah ah gue mau pacaran dulu ya. Bye."
Alif : "Bye Ruth."
Ruth : "Bye Alif manis hihi."

***
Marsha tampak sedang kesusahan membawa tumpukan buku yang ia pinjam dari perpustakaan hari ini.
Memang ia sengaja untuk meminjam buku sebanyak mungkin hari ini karena ia ingin menghabiskan waktu dengan membaca. Kebetulan hari ini ia tidak ada kelas.

Tapi di tengah jalan ia tidak melihat bahwa ada kain di depannya yang membuat lantai menjadi licin. Ia menginjak saja kain itu.
Dan,
"Aaaa!", teriak Marsha yang tergelincir.
"BRUKKK!!!"
Semua buku yang ia bawa terjatuh.
Tetapi Marsha tidak terjatuh. Karena ada yang menangkapnya.
Marsha kemudian melihat ke arah orang itu. Ternyata Devin.
"Kapan sih lo gak ceroboh? Kalau jalan liat-liat.", ucap Devin sambil terus memegangi Marsha.
"Eh eh makasih hehe.", jawab Marsha sambil membetulkan posisinya.
"Sekali lagi gue liat lo jatuh atau nabrak atau sebagainya, gue kasih piring cantik ya Sha.", canda Devin.
"Ih apaan sih. Garing tau. Lagian aku kan gak liat.", Marsha kemudian mengambil lagi buku-bukunya yang terjatuh.
Devin : "Sini gue bantu bawain."
Marsha memandangi Devin yang sedang membantunya.
"Ternyata orang yang selama ini merhatiin aku di perpus, jadi orang yang selalu nyelametin aku dari bahaya.", batin Marsha. Setelah itu ia tersenyum simpul.

***
Siang itu, Ridwan sedang melamun di pinggir jalan. Dan ia sedang mereka ulang adegan bagaimana dirinya bisa bertemu dengan Zalfa di dalam pikirannya. Hal itu ternyata membuat Ridwan tertawa kecil.
Tak disangka, kehadiran Zalfa di hidupnya ternyata membuat hidupnya menjadi lebih baik. Dari Ridwan yang berantakan, seorang pengamen jalanan yang tidak jelas hidupnya, menjadi Ridwan yang lebih mengerti apa itu cinta dan kasih sayang, dan tentu tidak berantakan lagi.
"Terima kasih Zal.", ucap Ridwan seorang diri.

***
Malam mulai datang. Matahari pergi, berganti menjadi bulan yang datang dengan sinarnya.

Ruth sudah bersiap-siap untuk tampil secantik mungkin di hari ulang tahunnya, ini semua ia lakukan untuk Bastian.
Sementara itu Bastian sedang asyik berkumpul dengan Key, Zalfa, dan Ridwan yang sengaja untuk tidak bernyanyi malam ini. Tetapi mereka habiskan waktu dengan mengobrol agar mereka berempat semakin akrab. Bastian sama sekali tidak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang sangat menunggunya dan mengharap kehadirannya.

Ruth memandangi dirinya di cermin, "Nah Ruth udah cantik. Sampai ketemu Bastian.", ujar Ruth sambil memandangi dirinya sendiri di cermin.
Ruth pun akhirnya berangkat ke taman kota dengan menggunakan taksi karena ia yakin Bastian akan menjemputnya, jadi ia tak perlu membawa kendaraan.
Ia benar-benar ceria malam ini. Penampilannya pun sangat cantik. Ia benar-benar mempersiapkan malam ini untuk Bastian. Tapi ia tak mengetahui bahwa orang yang ia tunggu tak tahu apa-apa tentang dinner yang ia rencanakan.

1 jam sudah terlewat. Namun Ruth masih sabar menunggu Bastian disana, ia pikir mungkin Bastian terkena macet.
Ia terus menantikan kedatangan Bastian malam itu. Hingga 3 jam berlalu. Waktu sudah menunjukkan jam 10 malam, padahal Ruth merencanakan semuanya jam 7 malam.
Ruth pun mencoba menelepon Bastian berkali-kali. Tetapi tak ada jawaban darinya satupun. Ia bingung apa yang harus ia lakukan. Ia terus berusaha menelepon Bastian.
"Bas. Lo kemana sih?", ucap Ruth.

Sementara Bastian yang ditelepon oleh Ruth memang sengaja tidak menjawabnya.
Sementara Bastian yang ditelepon oleh Ruth memang sengaja tidak menjawabnya.

Key : "Bas, hp lo bunyi terus tuh. Gak mau lo angkat dulu gitu? Siapa tau penting."
Bastian : "Halah dari Ruth. Paling juga dia iseng Key. Apa yang dia omongin gak pernah jelas."

Ruth terus menelepon Bastian, ia tak ingin hari ulang tahunnya berakhir menyedihkan.
Tiba-tiba petir menyambar dengan kencang. Dan hujan turun dengan deras membasahi tubuh Ruth. Namun Ruth tetap menanti Bastian dan berusaha meneleponnya. Walaupun tetap tidak ada jawaban apapun yang ia terima.

Tubuh Ruth semakin basah. Ia kedinginan. Air matanya mulai berlinang menyatu dengan air hujan. Tetapi ia tetap menunggu Bastian. Ia tak peduli akan tubuhnya yang basah, yang ia tahu adalah bastian akan datang menemuinya.
Ia selalu menengok ke kanan dan kiri, melihat mobil yang melintas, dan ia berharap Bastian akan datang.

Hujan semakin deras. Petir terus menyambar. Dan Ruth sudah tidak tahan lagi dengan dingin di tubuhnya. Tubuhnya akhirnya terjatuh lemas, ia sudah tidak mampu menopang tubuhnya lagi. Ia pingsan di tengah dinginnya hujan yang turun sangat deras malam itu.

***
Sekitar setengah jam kemudian, akhirnya ada mobil yang melintas dan berhenti di tempat Ruth pingsan.
Terlihat orang yang ada di dalam mobil itu sangat terburu-buru keluar dan segera berlari ke arah Ruth yang terbaring lemas.
Orang itu langsung mengangkatnya dan membawanya masuk ke dalam mobil. Tanpa basa-basi ia langsung bergegas ke rumah sakit. Dan di tengah perjalanan ia menelepon seseorang.

***
"Drrrttt. Drrrt.", Vanya merasakan hp nya bergetar.
"Hah Malvin? Tumben amat ni cowok nelpon malem-malem begini.", ujar Vanya setelah melihat siapa yang meneleponnya.
"Ayo dong Van. Kali ini aja angkat telponnya.", tampak Malvin sangat panik karena ia melihat sendiri bagaimana keadaan Ruth.
"Ada apa ya? Ah males ngangkat.", Vanya Justru me-reject telepon dari Malvin.
Malvin terus mencoba menelepon Vanya. Karena hanya Vanya lah orang terdekat Ruth yang Malvin kenal.

"Ayo Van. Please.", batin Malvin sambil terus menyetir mobilnya.

The Colours Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang