Satu

14.8K 535 8
                                    

*revisi

🖇

"Ingin membenci hal ini, tetapi aku tetap tidak bisa melakukannya."

Hidden Indentity


Allisa pov

Netraku menatap pantulan nyata dari fotocopy tubuhku yang sedang memainkan gitar bersama seorang pria yang umurnya hanya satu tahun lebih tua darinya.

Fotocopy tubuhku itu adalah adikku, tepatnya saudara kembarku Alliya Putri Rolan.

Dan disinilah aku, hanya bisa duduk tepat di depan mereka. Mendengar dan menonton semua yang mereka berdua lakukan, tanpa bisa ikut berpartisipasi di antara mereka.

Ya, aku hanya bisa menikmati penampilan mereka seperti seorang penonton yang sedang melihat idola kesayangannya.

Aku bilang begitu bukan karna aku tidak suka dengan penampilan mereka. Ku akui penampilan adikku itu sangat memukau ditambah dengan suara bass dari pria disampingnya itu.

Lalu apa yang kurasakan saat ini adalah hanya, sekadar iri?

Ya, aku iri dengan kemampuan yang dimiliki Adikku itu. Aku juga ingin mencobanya, namun sesuatu yang ada dalam tubuhku membuat mamaku melarangnya.

Terkadang aku bertanya 'Apakah aku ini sebuah boneka yang bisa mereka atur seenaknya?'.

Mamaku ... ah bukan hanya mamaku bahkan sekarang pria disamping adikku juga ikut melarangku dan yang lebih parah adalah saudara kembarku sendiri juga ikut melarangku.

Hey ... aku juga ingin melakukan hal yang kusuka, apa itu salah?

Lamunanku tiba-tiba terhenti saat inderaku mendengar suara lembut sedang memanggil namaku.

"Kak," panggilnya

Aku mengerjapkan mataku sebentar saat sebuah guncangan kecil menyentuh bahuku.

Dan tepat di depanku, dia sudah berdiri dengan wajah bingung dan khawatirnya saat dirinya memanggil namaku berkali-kali.

"Kak... Kak Lisa, kamu baik-baik saja," tanyanya

Aku tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalaku dengan perlahan, seraya menurunkan tangannya yang berada di kedua sisi bahuku.

"Aku tidak apa-apa. Kamu semakin mahir saja bermain gitarnya," ucapku

Pembohong.

Semua yang kukatakan itu tidak sepenuhnya benar. Aku tidak baik-baik saja saat rasa iri ini masih menginggap di hati kecilku.

Dan seperti ada ikatan batin antara aku dengannya. Dia mengeryitkan dahinya dan menatapku dengan dalam seakan dirinya memang tahu jika aku tidak baik-baik saja.

"Aku tau, kamu tidak baik-baik saja, Kak."

Dirinya menjeda ucapannya menatap ke arah pria yang tadi duduk disampingnya.

Pria itu sudah berdiri tepat disamping gadis remaja dengan gaun berwarna peach selututnya dan hiasan bunga yang melingkar dengan baik di kepalanya.

Kedua orang itu tersenyum lembut ke arahnya. Tidak hanya mereka berdua, mama dan papaku yang duduk tepat di sebelah mereka juga ikut tersenyum lembut ke arahku.

"Bagaimana kalau kau menyumbang lagu untuk ulang tahun kak Bella. Bukankah itu akan menyenangkan?" tawarnya

Aku tersenyum, kali ini senyum untuk rasa senang yang menggantikan rasa iri yang tadi menelusup hati kecilku.

Do You Ever Think Of Me? | On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang