EXTRA PART

4.8K 100 9
                                    

Hidden Identity

Sinar matahari pagi mulai menyinari bumi.

Angin bertiup dengan damainya menggerakkan beberapa dedaunan pohon yang dia lewati seolah menjadi lonceng di pagi hari.

Hana kini menghirup udara yang ada di sekitarnya dengan dalam.

Hari ini adalah hari libur untuknya, ya ... karena wanita paruh baya itu sengaja meminta cuti selama beberapa hari setelah bekerja dengan keras dan bergelut dengan peralatan medis yang tidak pernah luput dari pandangannya.

Matanya menatap bimbang ke arah taman yang ada di samping rumahnya yang tampak sedikit kosong karena kesibukannya itu.

Walaupun, di rumahnya itu sudah ada tukang kebun yang merawat taman itu, Hana masih bisa merasakan kekosongan itu.

"kamu dimana Liya? Papa udah ninggalin Mama. Kakak kamu juga. Sekarang taman hanya punya Mama, kah?

"Apa kamu tidak ingin bertanam bersama Mama lagi?" gumam Hana sedih.

Hana hanya bisa menghela nafasnya dengan berat.

"ah ... ini semua kebodohanku yang sudah terlarut dalam kesedihan. Hingga kamu meninggalkan Mama karena kamu menganggap bahwa kamu penyebab Mama sedih, kan?" gumamnya lagi, raut wajahnya bertambah sedih.

Hana berjalan mendekat ke area taman, tangannya dengan cepat meraih sekop dan menggali tanah disana memulai kegiatan bertanamnya.

Hingga beberapa menit, bahkan hampir setengah jam lebih wanita itu baru selesai dengan kegiatan bertanamnya.

Hana dengan cepat mencuci tangannya saat dia mendengar suara bel dari depan rumahnya.

Dan bel itu berasal tukang pos yang tengah membawa sepucuk surat yang entah ditunjukan kepada siapa.

"sebentar." ucapnya

Hana menghentikan langkahnya sebentar saat melewati taman yang sudah ia tanami berbagai tumbuhan dan bunga yang membuat taman itu tampak berwarna-warni daripada yang tadi.

"aku harap Mama bisa segera menemukanmu dan membawamu kembali untuk melihat ini.

"Lalu menciptakan kenangan baru yang menyenangkan bersama kembali. Aku menunggumu, Sayang." gumamnya

Hana segera menemui tukang pos yang masih setia menunggu di depan gerbang rumahnya yang sudah berganti menjulang tinggi dan tidak membiarkan orang luar bisa melihat dengan leluasa rumah mereka.

"maaf, menunggu lama." ucapnya sopan.

"iya tidak apa-apa, Bu. Ini ada surat untuk saudara Nathan Fatian Rolan." jawabnya

"oh ... buat Nathan. Tapi dia belum pulang itu." ucapnya

"ya udah ibu bisa mewakilinya untuk menerima surat ini.

Silahkan tanda tangan surat penerima disini, Bu." jawab tukang pos dengan ramah.

"oh ... baiklah." balas Hana seraya mengangguk.

Hana dengan segera menandatangani surat yang disodorkan tukang pos itu padanya.

"terima kasih atas partsipasinya. Mari, Bu." ucap tukang pos itu, lalu meninggalkan Hana.

"iya sama-sama." jawab Hana

Hana menatap ke arah surat yang kini ada di tangannya.

Surat untuk Nathan?

Dari siapa surat itu?

Hana mencoba melihat alamat pengirim surat itu, namun Hana sama sekali tidak menemukannya.

Yang dia temukan hanya sebuah nama asing dan aneh yang tidak pernah dia dengar sebelumnya.

"ayilla." gumamnya, membaca nama aneh itu.

Hana berfikir sebentar hingga dengan cepat wanita itu membuka surat itu dengan tidak sabar.

Dan surat itu akhirnya terbuka dan memperlihatkan isi dari surat itu.

Halo, Kak Nathan ini Liya.

Sudah berapa bulan sekarang. Pasti Kakak mengkhawatirkan Liya, bukan?

Kak Nat tidak usah khawatir, Liya baik-baik saja disini.

Liya juga sudah punya teman baik seperti Tiffany. Dia benar-benar seperti Kak Nat.

Dia sangat baik padaku, Kak. Dia selalu menolongku saat aku sedang mengalami kesulitan.

Oh ... ya.

Bagaimana kabar Mama?

Dia baik-baik saja kan sekarang?

Tentu saja, karena Liya tidak ada disana dan menjadi alasan dirinya menangis karena rindu.

Kak, aku kangen sama Kak Nat dan Mama.

Tapi Liya, belum bisa pulang saat ini. Mungkin sedikit lagi, jaga Mama dengan baik ya, Kak.

Liya sayang Kakak dan Mama.
Love you.💕

Alliya.

"Liya? Kamu dimana, Sayang. Mama juga kangen sama kamu." ucap Hana sedih.

Tetes demi tetes air mata mulai turun membasahi pipi Hana.

Wanita itu sangat ingin bertemu dengan anaknya itu dan memeluknya erat serta tidak membiarkannya pergi lagi.

"maafkan Mama, sayang. Cepat kembali, Sayang. Mama kangen." ucapnya

End

Do You Ever Think Of Me? | On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang