Hidden Identity
Alliya tersenyum bahagia setelah dirinya bisa merasakan kembali rumahnya selama 3 hari ini, setelah seminggu di rawat di rumah sakit.
Pertama kali yang Alliya rasakan saat memasuki perkarangan rumahnya adalah rasa asing.
Tentu saja asing, karena Alliya masih belum bisa mengingat semuanya kecuali nama angogota keluarganya.
Itupun tanpa kenangan mereka, Alliya hanya mengikuti kata hatinya yang berkata bahwa dirinya memang merasakan bahwa dia merasa pernah dekat dengan mereka walaupun semua ingatannya tampak samar.
Dan syukur, selama 3 hari di rumah Alliya mendapat kemajuan tentang ingatannya.
Mungkin karena sudah familiar dengan ruangan di rumahnya, Alliya bisa mendapat sedikit demi sedikit potongan ingatannya saat mendapati beberapa benda ataupun ruangan yang memang bisa mengingatkan kembali ingatannya.
Contohnya saat Alliya melihat beberapa foto keluarga yang di pasang di sepanjang ruang tamu dan keluarga, dengan melihat itu Alliya bisa menginggat momen kebersamaan mereka waktu liburan di pantai.
Terus saat dirinya masuk ke dalam kamarnya maupun kamar Nathan dan Bella, Alliya juga mengingat bagaimana kenangannya yang berada di ruangan itu.
Dimana dia selalu menghabiskan waktu bermain game di kamar Nathan dan menonton film di kamar Bella.
Namun ...
Hanya satu yang tidak bisa lihat ingatannya tentang seseorang yang sekarang sedang di usap fotonya oleh tangan mungil Alliya.
"Papa ...?" lirih Alliya
Alliya menatap ke arah sekitar ruangan keluarga miliknya dengan teliti, hingga sebuah tepukan halus di bahunya membuatnya menoleh ke belakang.
"Kak Evan." ucapnya
Evan tersenyum ke arah Alliya.
"ya ini gue, kenapa? Lo pasti kangen ya sama gue?" tanyanya dengan percaya diri.
Alliya hanya bisa memutar bola matanya jengah.
Lalu menatap Evan dengan tatapan memicingnya.
"Kakak bolos lagi, ya?" tanyanya menuduh.
"enggak kok, kebetulan sekolahan tadi ada acara. Ya, udah pulang agak pagi. Gue udah nggak bolos lagi, kok. Kan besok kamu udah mau masuk lagi." jawabnya jujur.
Alliya masih menatap curiga ke arah Evan.
"beneran? Tidak bohong?" tanyanya
Evan tersenyum geli, melihat ekspresi lucu Alliya yang menudingnya berbohong.
Wajah Alliya terlihat imut saat gadis itu mengerutkan keningnya.
"iya ... beneran. Kamu kok bisa lucu kaya gini sih. Gemes deh." ucapnya
Dan dengan spontan tangan Evan terjulur mencubit pipi Alliya yang tirus itu dengan gemas.
"a ... A ... ah sakit, Kak." erang Alliya
Evan malah tertawa geli dan terus mencubit pipi Alliya tanpa ada minat mau melepasnya, hingga Alliya sendiri harus menepuk telapak tangan Evan dan menariknya menjauh dari wajahnya.
"ih ... Menyebalkan. Sakit tau." ucap Alliya dengan kesal.
Alliya dengan segera mengelus pipinya yang terlihat merah setelah berhasil melepas cubitan dari tangan Evan.
Evan dengan segera mengambil alih tangan Alliya dengan mengganti tangan Alliya dengan tangannya sendiri untuk mengelus pipi Alliya yang memerah itu.
Evan dengan lembut mengelus pipi Alliya yang memerah, bahkan Evan tidak mengalihkan pandangannya yang menatap ke arah Alliya yang juga menatapnya dengan tatapan kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do You Ever Think Of Me? | On Going
Aktuelle LiteraturWarning! First Story, maaf jika banyak typo ataupun ketidakjelasan dalam cerita ini. --> Sebuah cerita sederhana dari sepasang anak kembar, Allisa dan Alliya yang berusaha untuk saling menjaga tanpa menyakiti perasaan satu sama lain. Namun, semua us...