Duapuluh Sembilan

4.2K 101 0
                                    

Hidden Identity

Aku menatap nanar ke arah dua nisan di depanku yang satunya tanahnya tampak masih basah dan satunya sudah tertutupi semen yang sangat keras aku rasa.

Mama terlihat begitu lemah duduk di bawahku.

Tanpa aku minta air mataku terus mengalir selama mataku ini menatap ke arah kedua nisan di depanku.

Disampingku, Kak Nathan tidak berhenti mengusap bahuku.

Tangannya yang lain sudah merangkul bahu seolah menenangkanku.

Bagaimana aku bisa tenang?

Jika, aku bisa melihat dengan jelas nama saudara kembarku yang kemarin masih bisa aku lihat wajahnya dengan jelas kini hanya tinggal nama lengkap.

Dengan tanggal hari kemarin yang begitu jelas di salah satu nisan didepanku yang tanahnya masih basah dan tertutupi semerbak bunga.

Tanpa patah kata apapun, Mama tiba-tiba berdiri lalu menatapku sebentar sebelum akhirnya pergi meninggalkanku berdua bersama Kak Nathan.

"sudahlah, Dek. Jangan menagis terus. Kamu baru saja bangun dari pingsan selama 12 jam lamanya.

"Dan kamu juga belum makan apapun. Kak Nat tidak mau melihatmu sa-"

"bagaimana Liya tidak menagis. Jika Liya tidak bisa melihat lagi saudara kembar Liya?" potongku

Kak Nathan hanya diam saat aku berteriak dengan cukup keras memotong perkataannya yang terlihat khawatir dengan keadaanku.

Dan aku dengan segera mendudukan diriku di dekat nisan Kak Lisa.

Aku tidak peduli jika pihak rumah sakit akan memarahiku karena seragam rumah sakitnya aku kotori.

Kuusap dengan pelan nisan yang masih tidak aku percayai kebenarannya itu.

Kenapa secepat ini?

Bahkan aku belum bisa membuatmu bahagia?

Kenapa cepat sekali?

"aku akan melakukannya, Kak. Liya janji." ucapnya

Dan setelah itu aku tidak bisa melihat apapun selain warna hitam yang menghiasi pandanganku dan teriakan kecil Kak Nathan yang memanggil namaku.

Hidden Identity

Hari-hari di rumah keluarga Rolan terlihat begitu sepi lebih sepi daripada kepergian Bella dulu.

Alliya lebih sering mengurung dirinya di kamar dan hanya keluar jika gadis itu butuh makan atau minum dan itupun harus karena paksaan dari Nathan ataupun Tiffany.

Ya, Tiffany.

Sudah genap hampir seminggu ini, gadis itu berkunjung ke rumah Alliya yang terlihat murung dan tidak fokus selama di sekolah setelah kepergian Allisa.

Tiffany tahu benar perasaan temannya itu, walaupun Alliya sendiri belum mau bilang apa-apa padanya.

Alliya berubah menjadi sangat pendiam seolah jati diri gadis itu entah sudah hilang kemana.

Sama halnya dengan Alliya, Hana juga tampak jarang berada di rumah.

Wanita paruh baya itu lebih sering menghabiskan waktunya di rumah sakit dan memilih menginap di rumah sakit walaupun dirinya punya waktu untuk sekadar pulang dan tidur di rumahnya sendiri.

Do You Ever Think Of Me? | On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang