Hidden Identity
Hari-hariku seakan terasa kosong setelah kejadian kemarin, tepatnya kejadian dimana Kak Bella benar-benar meninggalkanku.
Ah tidak.
Bukan hanya aku saja yang dia tinggal begitu saja.
Dia sudah meninggalkan keluarganya.
Entah kemana dia pergi, aku tidak tahu.
Aku masih yakin jika semua yang dikatakan Kak Bella kemarin bukanlah sebuah kebenaran, hatiku yakin akan itu.
Dan selama ini, Mama juga tampak lebih sibuk dengan pekerjaannya di rumah sakit.
Aku tidak tahu pasti apakah Mama memang benar-benar sibuk disana atau hanya sekadar untuk menghindari dimana suasana kosong dan sepi di rumah semenjak Papa meninggal dan Kak Bella pergi dari rumah.
Mereka pergi begitu saja, tanpa bilang mau kemana walaupun dengan kalimat perpisahan yang begitu menyakitkan.
Kak.
Aku yakin itu bukan dirimu.
Aku yakin kamu menyayangiku.
Pipi terasa hangat begitu saja.
Lamunanku buyar.
Di sana tepat di depanku, Kak Evan sudah duduk dengan kedua telapak tangannya yang menangkup wajahku.
"ngelamun lagi?" tanyanya
Aku hanya menggeleng, walaupun aku tahu dia pasti tahu bahwa aku tengah berbohong.
Dia memilih menganggukkan kepalanya seakan mempercayai ucapanku dan masih terus memberiku sentuhan lembut di pipiku lewat kedua tangannya yang hangat itu.
Sungguh aku malu saat ini.
Kita sedang berada di kantin sekolah kita bukan di tempat sepi.
Bukan maksudku untuk berada di tempat sepi, hanya saja rasa malu saja itu yang aku rasakan saat dirinya itu tanpa sungkan menunjukkan kedekatannya kepadaku walaupun di tempat ramai sekalipun sama seperti sekarang.
Mataku melirik ke arah sekitar dimana para siswa-siswi yang tengah berada di kantin menatap kami dengan tatapan yang bermacam-macam.
Ada yang bengong, ada yang sinis, dan ...
"kamu ngelirik apaan? Tadi nglamun sekarang malah nglirik yang lain."
Aku menatapnya heran dan itu justru membuatnya tersenyum geli, dan tangannya yang tadi mengusap pipiku beralih mengusap rambutku gemas.
"kenapa cowok tampan sepertiku ini kamu anggurin. Kamu masih ingat aku, kan? Aku pacar kamu." ucapnya dengan percaya diri.
Suaranya berubah menjadi percaya diri sebelum akhirnya diakhiri dengan nada khawatir.
"aku masih ingat kok." ucapku pelan
Dan itu berhasil membuatnya menghela nafas lega.
Setelah itu, aku bisa melihat semangkuk bakso di depanku yang masih terlihat panas.
"oh,Kakak. Kakak temannya Kak Nat sama Kak Evan, kan?" tanyaku
Aku kembali melihatnya, gadis yang sama saat aku masih di rumah sakit kemarin.
Namun, bukannya jawaban atau apapun gadis yang belum aku ketahui pasti namanya itu sudah pergi begitu saja meninggalkan semangkok bakso yang masih panas itu.
"Vanessa?"
Bukan aku yang memanggilnya.
Melainkan Kak Evan yang kini sudah melihat ke arah gadis yang tadi meninggalkan semangkuk bakso di meja kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do You Ever Think Of Me? | On Going
Fiction généraleWarning! First Story, maaf jika banyak typo ataupun ketidakjelasan dalam cerita ini. --> Sebuah cerita sederhana dari sepasang anak kembar, Allisa dan Alliya yang berusaha untuk saling menjaga tanpa menyakiti perasaan satu sama lain. Namun, semua us...