Scene 8

1.8K 152 22
                                    

/Tentang Dua Orang yang Berebut Hati, dan Satu Orang Masa Lalu/

Semangkuk salad kiwi telah tersedia di atas meja. Riska berdiri tidak jauh dari tubuh seseorang yang tengah berkutat dengan perlatan dapur. Matanya bergerak memperhatikan setiap gerakan yang dia lakukan. Cukup lincah bagi seorang laki-laki seperti dia untuk merapihkan dapur.

Tubuh itu berbalik setelah pekerjaannya selesai, mengambil sebotol madu, kemudian mengangkat tangannya seraya tersenyum. "Hai," sapa Rafael.

Riska memalingkan wajahnya, lantas berjalan dan mengambil tempat duduk di meja makan. "Ngapain?"

"Mengisi hari libur, mungkin?" kata Rafael menerka. Mendudukkan diri di depan Riska, lantas menuangkan sisa madu di atas salad yang telah dibuat untuk disodorkan kepada Riska.

Sementara Riska, seakan tidak tertarik dengan salad yang Rafael buatkan. Lebih memilih menatap Rafael dengan menyelidik sebelum membenahi rambutnya yang berantakan.

Mendapati gelang pemberiannya yang masih melingkar di pergelangan tangan Riska, membuat Rafael menarik sudut bibir, tersenyum tipis. Memangku dagu dengan sebelah tangan; menyaksikan kegiatan Riska dalam diam. Sudah berapa lama ia menunggu saat seperti ini. Jika Erga telah tereliminasi dengan sendirinya, dirinya akan lebih mudah mendekati Riska. Setidaknya, hanya menatapnya sedekat ini juga ia telah bersyukur.

"Jangan ngeliatan gue kayak gitu. Risih." Riska mencebikkan bibirnya, hendak beranjak dari meja makan, jengah ditatap Rafael begitu intens.

Buru-buru Rafael menahan tangannya, dan berkata, "Hari ini mau jalan, gak?"

Membandingkan sikap Rafael yang sekarang dengan empat belas tahun lalu, Riska rasa banyak yang berubah. Rafael yang dulu, tidak pernah seberani ini mendekatinya. Dalam artian, Rafael selalu berhati-hati, bertindak pelan, namun menggetarkan.

Dan Riska ... lebih nyaman dengan Rafael yang dulu.

"Hari ini ada pasien yang bakalan diperiksa buat analisa operasi."

"Kalo gitu, pulang dari rumah sakit?"

"Selalu ada telepon darurat yang masuk. Lagian gue mau istirahat."

Tiba-tiba, Reina datang, memutus tangan Rafael yang tengah menggenggam tangan Riska. "Om tukang foto waktu itu, kan?! Ngapain di sini?!"

Sontak Rafael membulatkan matanya, menunjuk hidung Reina dengan terkejut. "Lho? Kamu bocah yang nimpuk saya pake sepatu minggu lalu kan?!"

"Lagian udah Rei bilang minggir!"

"Kamu yang salah. Minta maaf!" Rafael menyodorkan tangannya, menatap Reina dengan kesal yang langsung dibalas tatapan bengis dengan Reina.

Sementara Riska terdiam seraya menautkan alis matanya dengan bingung.

"Kok Rei yang minta maaf. Harusnya Om tukang foto dong yang minta maaf!"

"Saya bukan tukang foto!"

"Jelas-jelas Om yang disewa dari sekolah buat jadi tukang foto keliling!"

"Saya sukarela, gak dibayar! Nih bocah nyolot, ya!"

"Om tuh yang batu!"

[2] Ending Scene [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang