Scene 19

1.5K 131 3
                                    

/Bersamamu/

"Gak nyuci?"

Rafael terperangah ketika Riska tiba-tiba muncul di depannya. Hampir saja ia menjatuhkan pisau yang tengah dipegang. "Kaget tau gak, sih!"

"Gak nyuci?" Riska mengulang perkataan yang sama.

"Hah?"

Tangan Riska langsung menyambar pisau yang ada di tangan Rafael, meletakkan benda tersebut ke atas kitchen set. "Hah?" ucapnya mengikuti Rafael.

"Bukannya udah lo cuci?"

Lidah Riska berdecak ringan. "Maksud gue pakaian dalam lo!" Spontan Riska mengalihkan wajahnya ke sembarang arah, memasang wajah sinis sekaligus kesal. Pipinya sedikit bersemu; mengingat bagaimana malunya dirinya saat mendapati pakaian dalam milik Rafael berada di keranjang yang sama dengan pakaiannya.

Bukannya tahu diri, Rafael malah nyengir lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Riska. "Oh ..., malu, ya?"

Pipi Riska semakin merona tatkala mendapati wajah Rafael sudah sangat dekat. Lalu terdiam ketika tak sengaja meratapi dalamnya netra Rafael.

Sadar dengan suasana yang intim, senyum Rafael memudar. Matanya melirik bibir Riska yang basah. Hanya mengingatkan, Rafael adalah laki-laki normal--Rafael bisa khilaf jika keadaannya seperti ini.

"Lo ... istri gue, kan?"

Jantung Riska berdegup kencang. Tangannya mengepal kuat menahan desiran. Saat netra biru itu meredup, lantas kembali mendekat, rasanya ingin terbawa suasana. Tanpa sadar, wajah Rafael sudah sangat dekat, hidung mereka telah bersentuhan--tidak kurang dari satu centi, bibir mereka akan beradu.

Namun, kala bibir atas mereka akan menyentuh, Rafael berhenti. Membuka matanya dengan perlahan, lalu bergerak mundur dengan konstan. Menarik sudut bibirnya seraya menatap Riska. "Gue belum menuhin janji itu."

Tidak habis Rafael membungkam bibirnya dengan tindakan nekat tadi, Riska kembali dibuat termenung dengan perkataan Rafael barusan. Meratapi senyum yang tercetak di wajah Rafael dengan lekat--untuk yang kesekian kalinya Riska mengakui, bahwa Rafael adalah laki-laki dengan sejuta kejutan. Entah itu kelakuannya, atau perkataan manisnya yang mampu membuat Riska diam seribu bahasa.

Tangan Rafael terulur mengacaki rambut Riska dengan tawa renyah serta senyum yang semakin lebar. "Iya, nanti gue cuci abis masak makan siang. Jangan beli makanan di luar, gue bisa masak. Terus suruh Reina mandi jangan tidur, gue bakalan masak makanan enak khusus buat dia yang lagi ulangtahun." Lantas mengambil pisau yang sama dan melanjutkan memotong bawang yang sempat terhenti.

Terdengar seperti kepala keluarga yang tengah mengatur rumah tangga. Riska hanya bisa tersenyum dalam diam dan tidak beranjak dari tempatnya demi mengawasi Rafael yang sedang memasak. Riska tahu, Rafael menyadari sesuatu hingga bertekad akan memenuhi perjanjian. Tapi ..., apa Rafael tahu, siapa Reina yang sebenarnya?

"Raf," panggil Riska.

Rafael mendongak, "Kenapa?"

"Udah bisa naik sepeda, makanya ngajarin Reina?"

Rafael menanggapi pertanyaan Riska sebagai ledekan. Aneh memang, remaja laki-laki yang waktu itu berumur delapan belas tahun tidak tahu cara mengendarai sepeda dengan benar.

[2] Ending Scene [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang