Scene 18

1.6K 140 22
                                    

Yiruma-River Flows in You
Disarankan, baca part ini sambil dengerin lagu itu😉

/Satu Fakta yang Terkuak/

Tiga Desember, Musim Penghujan, 10 tahun yang lalu ....

Meskipun di dalam mobil, bunyi air yang menyiprat dari kubangan masih dapat terdengar. Riska menikmati setiap bunyi yang dihasilkan dari atap mobil yang dijatuhi derasnya hujan, dan keheningan yang tengah menyelimuti. Jalanan terlalu senggang, aspal terasa licin jika kecepatan tidak stabil.

"Kamu diem aja."

Riska bergeming, mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Bukan karena tidak ingin menjawab, tapi karena pikirannya buyar entah kemana. Sosok Erga yang baru dilihatnya tadi, benar-benar menganggu pikiran. Kenapa Erga masih terlihat sama sejak kali terakhir bertemu. Tidak ada yang berubah; senyumnya yang konyol, cara berjalannya yang slengean, dan penampilannya yang masih saja berantakan.

"Cowok tadi ..., kenapa gak kamu temuin langsung aja?"

Kaki Riska sontak menginjak pedal rem, beruntung jalanan sedang sepi. Kali ini Riska baru sadar kemana arah pembicaraan Ana yang sejak tadi ia dengar namun tidak ia tanggapi. "Gak papa. Mama sendiri gimana? Papa ... gak ngomong apa-apa setelah Mama jelasin?"

"Itu urusan Mama."

"Yaudah, itu juga urusan Riska."

Ana mendorong tubuhnya ke belakang sambil mendesah. "Zona nyaman, ya?"

Kepala Riska menunduk seraya mencengkram kemudi, lantas mengusap wajahnya dengan gelisah. "Riska cuma gak mau ketemu mereka."

"Ketemu orang yang sama, bukan berarti bakal ngulang cerita yang sama."

"Ma ...."

"Emangnya kamu siap, kalo tiba-tiba dapet undangan pernikahan dari cowok itu?"

Riska menghela napasnya, ikut menyandarkan tubuh pada kursi. "Papa gak nanyain Riska?"

"Mau ngalihin?"

"Emangnya ada yang nanyain kabar Riska? Ada yang nyariin Riska kemana, Tinggal dimana, sama siapa? Ngapain Riska pulang kalo mereka udah ngelepas Riska?!"

Ini bukan nada tinggi kemarahan, bukan juga rasa kecewa yang pasti terasa. Namun jauh di sana, di dalam lubuk hati paling dalam, Riska akui, ada perasaan gelisah dan tidak ingin untuk menemui orang-orang dulu. Tidak bisakah dirinya hanya melanjutkan kehidupan yang sekarang? Setidaknya, tidak akan ada rasa sesak yang tersisa bila ia tidak kembali mengingat masa itu lantaran bertemu mereka.

Tapi tak elak, bahwa rasa yang dulu ada, yang dulu didedikasikan untuk Erga, masih bersemayam di dada. Tidak, Riska tidak pernah berniat menjaganya, Riska juga tidak ingin menghapusnya--biarlah, rasa samar yang ada ini, yang terkadang datang membawa kerinduan begitu dalam, atau terkadang pergi seperti tidak berkesan, menemani--.

Cinta pertama untuk dikenang.

Tidak ada alasan, mengapa cinta pertama harus dilupakan. Yang Riska tahu, debaran jantung yang pertama itu, memberi kesan mendalam baginya. Bahkan mungkin bagi setiap orang.

[2] Ending Scene [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang