Beberapa menit mereka terdiam. Bahkan Rafael, masih kelu ingin menjawab pengakuan Riska bagaimana. Sementara napas Riska mulai memendek dan cepat, menunggu reaksi atau balasan dari Rafael.
"Lo gak jawab," kata Riska memecah keheningan. Matanya nyalang tak henti menatap Rafael. Namun tak bisa dipungkiri, bahwa jantungnya berdegup kecang setelah mengucapkan rangkaian kata barusan.
"Gue gak tau mau bilang apa." Rafael mengerjapkan matanya, menggaruk pelipisnya dengan linglung, seakan keadaan ini, lebih canggung dari suasana malam saat dirinya mencium pipi Riska untuk pertama kali.
"Minggu depan," ucap Riska.
"Maksudnya?"
"Minggu depan kita ke KUA."
"Minggu depan?"
Riska mengangguk, "Kenapa? Kita gak akan ngadain resepsi atau segala macam yang butuh waktu berhari-hari."
"Ini bukan kawin kontrak, kan?"
"Setelah nikah nanti, gue cuma bakalan ngajuin satu syarat. Sisanya, lo yang ngatur sebagai kepala keluarga."
Rafael mengerutkan dahinya; rasanya kayak diangkat tinggi-tinggi terus dijatuhin gitu aja. Ia pikir, Riska tiba-tiba datang, mengatakan bahwa dia menerima lamaran darinya, adalah sebuah tanda jika Riska memang benar-benar ingin membuka hati. "Kalo terpaksa lo nerima gue, gue gak akan terima."
"Kalo gitu, gue maksa lo buat jadi Ayah Reina, bukan suami gue."
"Ris--"
"Gue maksa lo," tegas Riska.
Rafael menghela napasnya. "Oke, minggu depan."
******
Dika hampir saja mati akibat tersedak makanan yang mendadak nyangkut di tenggorokan. Buru-buru diraihnya es teh manis dan menenggaknya hingga tandas. "Seriusan? Kakak gue beneran mau nikah sama lo?" tanya Dika tidak percaya.
Katakanlah, bahwa kabar ini adalah suatu keajaiban dari sekian banyaknya tingkah aneh Riska yang pernah Dika temui. Masalahnya, hanya berjarak satu hari setelah dirinya memberi saran, dan Kakaknya itu membuat keputusan dengan cepat, tanpa ngegalau gundah seperti biasa.
"Batu lo, ya, dibilangin," decak Rafael. Mengambil sepiring nasi goreng milik Dika dan memakannya.
"Terus kalian kapan nikah?"
"Minggu depan."
Lagi-lagi Dika tersedak tanpa alasan yang jelas. Tangannya memukul dadanya pelan, sementara tangan lainnya menutup mulutnya yang terus saja batuk.
"Lu ngapa? Bengek?" Rafael bahkan heran dengan sikap Dika.
"Minggu depan? Emangnya bisa ngatur semuanya minggu depan."
"Gak pake acara-acara kayak kebanyakan. Siapin berkas, bawa saksi sama wali, langsung ijab qobul di KUA."
"Berarti kawin kontrak dong?"
Serta merta Rafael menggebrak meja, menunjuk Dika dengan wajah antusias. "Nah itu yang gue pikirin. Sebenernya Riska ngajakin gue kawin kontrak atau nikah beneran. Masalahnya, dia bilangnya 'jadi ayah Reina' bukan 'jadi suami gue'."
Dika langsung terdiam. Suasana tempat nasi goreng kaki lima langganan mereka mendadak semakin sepi ketika masing-masing dari mereka bungkam. Yang Riska pikirkan hanya Reina. Untuk apa ia menerima Rafael, memberi kesempatan kepada Rafael untuk tinggal di atap yang sama, berbagi ranjang setelah sah menjadi suami-istri, jika tujuannya hanya mencari sosok ayah bagi Reina. Lagipula, Reina lebih memilih Aram ketimbang Rafael. Sudah dipastikan ada rencana lain yang Riska sembunyikan darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Ending Scene [Completed]
Narrativa generale"Kamu yang kembali, mengulang kisah ...." Seperti air, berharap cerita kali ini akan setenang alirannya. Karena hati, akan selalu berharap pada kebahagiaan. Ketahuilah, bahwa Erga juga sama lamanya menunggu seperti Riska. Rafael juga sama sakitnya s...