Spesial Part III : Arvin - Reina

1.4K 89 13
                                    

/Mimpi, Kata Reina/

Reina mencak-mencak begitu memasuki kamar Arvin, menarik selimut yang menyelubungi tubuh Arvin dan melemparnya asal.

Arvin yang tengah memainkan game online lewat tablet langsung terperangah menyadari kehadiran sahabatnya. "Rei kenapa?" Arvin langsung bertanya.

"Au!" Begitu jawaban Reina, kesal. Lantas menjamahi kasur Arvin dan ikut merebahkan diri di samping Arvin.

"Kata Bunda, kalo orang nanya baik-baik, jawabnya yang bener," ujar Arvin.

Sekejap Reina membangunkan tubuh, menelengkan kepala mengawasi wajah Arvin. "Emang Arvin orang baik?!" tanya Reina, dengan suara sedikit meninggi.

"Emangnya aku orang jahat?" Arvin balik bertanya.

"Ih! Peka dong! Rei kan lagi kesel, jangan tanya-tanya!"

"Emang kenapa kalo aku tanya?"

"Rei gak suka ditanya! Nanti kalo Arvin nanya lagi, Rei gak mau temenan sama Arvin."

Arvin melipat bibirnya rapat-rapat, tangannya menutupi bagian hidung ke bawah. Sementara matanya melirik Reina melalui ekor mata. Sebisa mungkin, jangan bikin Reina ngamuk kalau gak mau dibikin nangis seperti biasa. Ah, kenapa ia harus cengeng banget sih? Lagian, hanya Reina yang berani membentaknya. Sekali ngebentak, nyeremin. Jelas, ia takut.

"Mama mau nikah." Reina akhirnya memberitahu dengan sendirinya. Iya, pada akhirnya, hanya Arvin yang selalu menjadi wadah curhatan.

Mata Arvin melebar, kemudian merangkak ke depan Reina. "Beneran? Asik dong, Rei bakalan punya Papa."

"Ih! Kalo nikahnya sama Om Aram mah, Rei setuju banget. Tapi ini nikahnya sama Om tukang foto keliling."

Kepala Arvin meneleng, mendadak memasang wajah cengo. "Om ganteng itu?"

Reina baru saja ingin memukul kepala Arvin, namun tangannya berbalik arah ke pipi Arvin dan mencubitnya saat Arvin terpejam. "Dia tukang foto keliling Arvinnnnnn ...." Reina gemas setengah mati. Terus saja menariki pipi Arvin dengan dongkol.

"Sa-sakit, Rei."

Reina membuang napas kasar dan melepas cubitannya. Menyilangkan kedua tangan ke depan dada seraya menatap Arvin malas. "Dia jelek! Cakepan Om Aram! Lagian, Om Aram kan dokter, masih lebih keren dokter dibandingin tukang foto."

"Tapi kata Om ganteng, dia bukan tukang foto."

"Boong! Dia tuh boong!"

"Hah?"

"Ih .... Arvin di kelas aja, pinter banget. Tapi di luar kelas, bloonnya ngelebihin Rei! Arvin kan liat sendiri, kalo dia yang disewa sekolah waktu pensi, yang gak sengaja ketimpuk sepatu Rei!"

Arvin berpikir sejenak. "Emang?" Dan masih tidak percaya.

"Au!"

"Oh ya, Rei mau tau sesuatu gak?" Arvin membenarkan posisi duduk di depan Reina setelah bertanya.

"Enggak," ketus Reina. Masih jengkel.

"Yaudah, gak papa. Tapi dengerin aku aja ya."

"Gak mau." Reina menutup telinganya rapat-rapat.

Arvin berdehem, menarik tangan Reina, lalu berkata, "Kalo aku udah gede nanti, aku maunya nikah sama Rei. Nanti Rei mau aku lamar gimana?"

Mentah-mentah Reina tolak. "Rei gak mau pacaran sama Arvin!"

"Ih, bukan pacaran. Tapi, Rei jadi istri aku."

"Ogah! Rei gak mau nikah sama Arvin."

"Kenapa? Arvin kan ganteng."

"Arvin banyak nanya! Cengeng! Mana bisa jagain Rei."

"Yaudah, nanti aku jadi cowok macho. Punya otot. Bisa beladiri. Biar aku bisa jagain Rei."

Reina berdecak kasihan, mendorong dahi Arvin dengan telunjuknya. "Mimpi."

Salam sayang,

Das

[Arvin & Reina]

[Arvin 5 tahun]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Arvin 5 tahun]

[Reina 6 tahun]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Reina 6 tahun]

Ini spesial part yang terakhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini spesial part yang terakhir.
Kira-kira, ada yang mau nambah spesial part Arvin - Reina gak, ya?
Kalo ada, silakan komen "Lagi". Satu akun untuk satu komentar. Kalau komentarnya mencapai 12, bakalan aku tambah spesial partnya.

Jangan lupa vote, ya. Itung2 menghargai saya yang udah ngeluangin waktu buat nulis.

[2] Ending Scene [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang