10.) Primum Nix (Salju Pertama)

105 7 1
                                    

Taman mulai sepi dan banyak orang yang telah pergi dari taman kota. Daun-daun sudah jatuh berguguran dan hawa dingin membuat kulit menggigil.

Di sanalah seorang gadis berada. Duduk di kursi taman sendirian. Dengan syal dan baju hangat yang menutupi tubuhnya rapat. Ia memutuskan pergi ke taman karna di rumah sakit tidak terlalu banyak pasien. Mungkin semua orang benar-benar menjaga kesehatan mereka untuk menyambut hari Natal. Gadis itu masih betah, berlama-lama di sana.

Pikirannya menerawang jauh, memikirkan sesuatu. Dia pun memasukkan tangannya ke dalam saku baju hangatnya, karena tak tahan dengan dinginnya udara. Ketidakmampuannya untuk melupakan mereka, orang yang telah menghancurkan hatinya.

Yasmine menghela nafas kasar, mencoba membuatnya sedikit rileks. Dia melemparkan pandangannya ke seluruh area taman. Tiba-tiba butiran yang dingin dan putih jatuh dari langit. Yasmine berdiri untuk menyambutnya.

Salju!? Salju pertama?

Dia pun tersenyum getir dengan menadahkan kedua tangan dan memandang kearah langit. Tanpa disangka otaknya mengingat sesuatu yang sangat dibencinya, sungguh. Dan tak seperti tahun sebelumnya, salju tahun ini turun terlalu lama, mungkin karena efek global warming. Itulah yang sedang digembor-gemborkan disemua media.

*

FLASHBACK

24 Desember 2003

Malam Natal tahun 2003

Dengan perasaan tak menentu seorang gadis menunggu kedatangan orang yang dia sayang. Dia mondar-mandir, untuk mengatasi kecemasannya.

Dia berharap tahun ini akan berbeda dengan tahun sebelumnya. Bukannya dia mengeluhkan pekerjaan kedua orang tuanya. Hanya saja dia ingin hidup dengan normal, memiliki keluarga normal dan orang tua yang peduli padanya.

Beberapa kali dia melihat jam tangan biru yang ada di pergelangan tangannya. Hari sudah menunjukan pukul dua belas malam lewat. Seketika seluruh tubuhnya mematung tak bisa bergerak, malam Natal sudah lewat.

"Hah, sebaiknya aku tidur saja!" ujarnya lirih.

"Non," panggil seorang pelayan yang membuatnya menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.

"Nona, baik-baik saja? Apa mau saya teleponkan..."

"Tidak usah! Lagian aku udah ngantuk." sergahnya cepat.

"Nona yakin?" tanya pelayan itu segan.

Pelayan itu memandang iba pemilik punggung mungil itu, yang kini sudah ada di kamarnya. Gadis itu tersenyum tipis pada pelayannya, sebelum pergi ke kamarnya.

Di dalam kamar pun dia hanya dapat mengutuk dirinya. Betapa munafik dirinya. Sampai kapan pun dia tak akan pernah mendapatkan apa yang dia inginkan.

Gadis itu duduk di kasur sambil memeluk erat lututnya. Dia merasa sangat hancur, sakit dan ingin mati rasanya. Namun semua itu tidak dapat dia ungkapkan kepada siapa pun. Tidak ada yang mengerti dirinya.

Semua orang dewasa itu egois!

***

Setelah berjam-jam menahan pedihnya hati dan terus memendam kekecewaan yang tak kunjung sirna.

Tok...tok...tok...

"Non, nona?"

Panggil seseorang yang membuatnya membuka mata. Entah sejak kapan dia bisa ada di kamar. Karena gadis itu tidak sadar kapan dirinya tertidur. Pada hal semalam dia menunggu....

Gadis itu tersenyum getir mengingat kejadian semalam. Mengingat kebodohan dan kekanak-kanakan dirinya, menangisi sesuatu yang sepele.

"Nona, sudah bangun?" tanya seseorang dengan suara yang lembut dari balik pintu kamarnya.

Cahaya Yang Tak Ternilai [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang