Suasana rumah sakit tetap sibuk walau hari sudah gelap. Walaupun kesibukan itu ada, semuanya nampak tenang dan sunyi. Sementara itu seorang gadis baru saja datang dengan darah yang mengotori baju dan tangannya. Penampilannya sangat kacau, dengan wajah penuh air mata dan peluh keringat yang bercampur air mata. Gadis itu tak lain adalah Cindya. Sejak tadi dia terus berlarian tanpa lelah. Wajahnya menujukkan bahwa dirinya sedang panik.
"Aku mohon! Dia mengeluarkan banyak darah. Jika menunggu polisi, dia akan meninggal." Cindya terus memohon dengan suara berat.
Dia sangat putus asa karena pihak rumah sakit tak mau menolong Yasmine, sampai peristiwa tabrakan lari yang dialami Yasmine dilaporkan pihak berwajib. Dan gara-gara prosedur rumah sakit tersebut, Cindya menangis histeris. Persis orang hilang akalnya. Cindya terus menangis, dia tak mempedulikan tatapan dari orang-orang. Atau dengan kedatangan beberapa security.
<><><>
Di lain tempat. Anthony sedang disibukan dengan pekerjaannya. Namun, entah kenapa perasaan Anthony sejak tadi terus gelisah tak menentu. Dia tak bisa konsentrasi dengan pekerjaannya. Dan kini Anthony tanpa sadar menginjakkan kaki di depan rumah yang ia tahu ditempati Yasmine bersama kedua orang tuanya.
Anthony sudah mengetahui jika Yasmine membeli sebuah rumah. Informasi itu dia dapat, dari buah kegiatannya memata-matai gadis itu. Rumah tersebut sangat nyaman terlihat dari banyak tanaman di pekarangan rumah. Anthony pun sependapat, meskipun ini kali pertama dia datang.
Walau ukurannya tak terlalu besar, Anthony merasa tenang jika putrinya tinggal di tempat itu. Anthony sudah melihat sendiri bahwa semuanya baik-baik saja, tapi masih ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Akhirnya dia pun memberanikan diri untuk masuk dan menemui Yasmine.
Mungkin jika aku melihat wajahnya, hati ku bisa sedikit tenang.
Pikir Anthony.Anthony cukup lama berdiri di depan pintu. Dia terus menatap pintu di depannya dengan tatapan ragu dan penuh pertimbangan. Sampai tiba-tiba seseorang membuka pintu, tanpa Anthony sangka. Laki-laki itu terkejut sama halnya dengan orang yang membuka pintu.
"Ayo, kita harus cepat ke rumah sakit!" suara seorang perempuan terdengar dari dalam rumah.
"Apa semuanya sudah siap? Semoga Airen baik-baik saja..." perempuan itu terdiam saat dia mendapati ada seseorang yang sedang berdiri di depan suaminya.
"Anthony,"
"Hai bu," sapa Anthony ramah dan canggung.
"Mau apa kamu kemari?" tanya Tuan Russell judes, alias ayah kandung Anthony.
Anthony tak bisa menjawab pertanyaan sederhana dari ayahnya, karena dia sudah tak ada keberanian lagi untuk menatap mata beliau. Tuan Russell terus menatap tajam laki-laki di depannya. Laki-laki yang tak lain adalah putra tunggal yang sudah dia anggap meninggal. Sedangkan Nyonya Russell sedang mengangkat telepon.
"Suami ku, ayo kita harus cepat ke rumah sakit! Kondisi Airen sangat kritis!?" pinta Nyonya Russell yang membuat suaminya itu beralih memasang raut wajah cemas.
"Ya...Yasmine!? Yasmine kenapa?" cegah Anthony saat sadar bahwa orang tuanya sedang membicarakan putrinya.
"Ini bukan urusan mu!!" ucap Tuan Russell tegas seraya meninggalkan Anthony yang sedang khawatir.
"Tapi kita naik apa?" tanya Nyonya Russell seraya menatap suaminya.
Saat Tuan-Nyonya Russell sampai di depan gerbang, Anthony menyela pembicaraan keduanya.
"Ibu benar, ini sudah tengah malam. Tidak mungkin ada taxi. Aku bisa mengantarkan kalian." tawar Anthony.
Tuan-Nyonya Russell saling memandang satu sama lain, seolah meminta persetujuan. Anthony melihat dua reaksi yang berbeda, antara ragu di wajah ibunya dan ekspresi tidak sudi dari ayahnya. Anthony memilih untuk mengabaikannya. Prioritasnya sekarang adalah Yasmine.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Yang Tak Ternilai [TAMAT]
किशोर उपन्यासCerita seorang gadis untuk meraih cita-cita menjadi seorang dokter. Setelah orang yang sangat dia sayangi menderita sakit parah. Perjalanan melawan kehidupan yang menghianatinya sejak lahir. Sampai akhirnya dia menemukan arti hidupnya yang sesungg...