Author's POV
Suasana rumah yang tenang dan damai, hanya ada suara benturan sendok dengan gelas dari arah dapur. Calender menunjukan tanggal 27 Desember. Yasmine sedang asyik mengaduk teh sambil bersenandung kecil.
"Aih aih ... yang hari ini ulang tahun." goda neneknya sambil mengambil brokoli dari kulkas.
Yasmine tersenyum malu dan tetap melakukan aktivitasnya. Setelah itu dia membawa tiga gelas teh ke ruang makan. Disana sudah ada kakeknya. Setelah sarapan selesai, gelas dan piring bekas sarapan sudah dicuci. Ketiga orang itu duduk manis dengan teh masing-masing.
"Airen?" panggil kakek diikuti jeda beberapa detik.
"Berapa usia mu sekarang? Kamu sudah dewasa, kamu sudah bisa memilih jalan hidup mu sendiri." Kakeknya mengelus kepala cucunya lembut.
"Kami tidak bisa membuatkan perayaan besar untuk hari jadi mu." lanjut neneknya dan tersenyum ramah.
Neneknya mengeluarkan kotak hitam kecil dan menyodorkan ke arah Yasmine. "Cuma ini yang bisa kami berikan." Neneknya mengatakannya dengan nada menyesal.
"Ini tidak ada seberapanya dengan yang bisa orang tua mu berikan!? Tapi kami memberikan ini karena kami benar-benar menyayangi mu. Maafkan kami yang tidak bisa memberikan hidup yang ...." Sebelum Neneknya menyelesaikan ucapannya, Yasmine memotongnya.
"Apalah arti hidup berkecukupan. Jika aku tidak bisa bersama kakek nenek." potong Yasmine terbata-bata.
Cairan bening sudah membasahi pipinya begitu dia mengangkat kepalanya. Dia mengusap kasar pipinya dan memeluk kedua orang yang ada di depannya.
"Sudah cukup kalian selalu ada di samping ku. Sudah cukup apa yang kalian berikan pada Airen selama ini." Tangisan Yasmine semakin menjadi-jadi.
"Airen?" panggil neneknya mencoba menenangkan cucunya.
Yasmine masih memeluk erat kedua orang yang sangat berarti baginya. Kakek dan neneknya membalas pelukan cucu mereka untuk memberikan dukungan mental.
Yasmine melepaskan pelukanya, setelah dia bisa mengendalikan tangisannya. Tangisan yang tiba-tiba meledak begitu saja. Kakeknya mengusap halus pipi cucunya, untuk menghapus air matanya.
"Baru saja kakek bilang, kamu udah dewasa!?" Godanya sambil menjitak pelan kepala Yasmine.
Yasmine mengelus kepalanya yang dijitak kakeknya dan pura-pura marah. Dia cemberut dan menerima kotak hitam dari neneknya.
"Ayo buka!" perintah kakek dan neneknya bersamaan. Yasmine menatap mereka bergantian meminta pendapat. Kakek dan neneknya mengangguk tanda yakin.
***
Yasmine kini sudah ada di kota. Walaupun dia diberikan cuti selama lima hari, tapi dia memilih kembali ke rumah sakit pada hari keempat. Dia sebenarnya masih ingin bersama kakek dan neneknya.
Tapi dia sudah berjanji pada Cindya kalo dia akan menghabiskan dua hari cutinya dengan sahabatnya itu. Sudah satu jam Yasmine menunggu kedatangan sahabatnya, namun sampai sekarang belum kelihatan batang hidungnya.
Yasmine sudah tahu kebiasaan sahabatnya itu, jadi dia menunggu dengan tenang. Sambil menikmati ice juice pesanannya dan memegang kalung pemberian kakek neneknya. Kalung berbandul salju itu nampak cantik tergantung di lehernya. Dia sangat menyukainya, apalagi itu adalah pemberian kakek neneknya.
"Sorry," ucap Cindya dengan nafas tersengal-sengal.
"Telat amat sih!? Gak tahu apa, udah berapa jam aku nunggu he."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Yang Tak Ternilai [TAMAT]
Teen FictionCerita seorang gadis untuk meraih cita-cita menjadi seorang dokter. Setelah orang yang sangat dia sayangi menderita sakit parah. Perjalanan melawan kehidupan yang menghianatinya sejak lahir. Sampai akhirnya dia menemukan arti hidupnya yang sesungg...