Yasmine's POV
Kehidupanku bertambah ramai dan semraut. Aku yang baru saja bisa selamat dari jurang kematian, kini harus dihadapkan pada hal menyebalkan. Dari semua yang menyebalkan setelah aku sadar. Ialah channel TV yang entah bagaimana bisa kompak dan berlomba-lomba menayangkan wajah ku.
Bahkan banyak rumor miring yang tak masuk akal makin menjamur. Contohnya tajuk yang tadi baru saja tanpa sengaja aku lihat di tv. 'Yasmine Airen Russell anak tiri, mungkinkah?' menyebalkan. Bahkan aku tertawa sendiri membaca judul aneh dan kelewat menabrak.
Jika mungkin, aku ingin itu terealisasikan. Aku anak tiri. Hah, itu impian terpendam dan teraneh yang mustahil jadi kenyataan. Ah, aku menghela nafas lagi.
"Apa kamu baik-baik saja?"
Aku mengangguk seraya bangkit dari posisi duduk. Hari ini aku secara resmi, diperbolehkan untuk pulang. Lebih tepatnya, terpaksa dipulangkan. Aku terus merengek meminta untuk pulang. Awalnya tak ada mendukung, namun pada akhirnya aku mendapatkan apa yang ku mau. Aku tak peduli jika semua orang sebal pada ku. Siapa suruh, foto-foto ku muncul dimana-mana. Kaya nggak ada bahan gosip lain aja.
***
Tenang, damai dan tak akan ada alasan bagi papa-mama untuk datang. Rumah, hanya ini satu-satunya tempat dimana tak ada hubungannya dengan papa-mama dan tak akan pernah. Inilah dunia yang ku bangun sendiri. Aku langsung naik ke kamar ku. Jujur tubuhku masih lemah. Tapi kalau disuruh untuk tinggal lebih lama lagi rumahan sakit. Jawabannya TIDAK!!
Sudah cukup aku menjadi bahan gosip seisi Kota Desden dan aku tak pernah berpikiran untuk lebih sering lagi melihat wajah papa-mama. Dua orang yang sudah bertahun-tahun tidak pernah aku lihat. Lalu kenapa kini aku harus sering melihat mereka? Tidak nyaman, jelas! Entah mengapa aku jadi liar gini. Biasanya aku tidak mudah emosi. Jelas ini disebabkan oleh papa dan mama. Aaaaah, menyebalkan.
Ku putuskan untuk menutup mata. Melupakan segala kejadian yang berhubungan dengan papa dan mama atau fakta bahwa saat ini aku mendadak jadi selebritis. Lebih tepatnya bahan gosip. Beberapa media masih tak bosan untuk memberitakan ku. Ayolah, apa yang menarik dari ku? Selain nama besar dari orang tua ku. Mungkin saja, kalau fakta aku sudah ditelantarkan sejak kecil terbongkar. Kurasa setahun atau lebih, wajahku akan memenuhi media elektronik dan cetak. Bahkan kini imajinasi ku juga sudah liar.
Setelah itu, aku yakin dengan seyakin-yakinnya. Akan ada banyak komplen. Membayangkannya saja, sudah membuatku tertawa geli. Geli dengan kehidupan ku yang dulu tenang dan biasa saja. Mendadak jadi masalah semua orang. Inilah yang ku hindari sedari dulu. Muncul dipermukaan dan membiarkan kehidupanku jadi konsumsi umum. Berangsur-angsur aku pun masuk dalam dunia mimpi.
Sesuatu terdengar di indra pendengaran ku. Setengah sadar, aku menatap langit-langit kamar. Tidur nyenyak ku terusik. Samar aku kembali mendengar suara. Oh, itu ringtone handphone ku. Dengan nyawa yang belum sepenuhnya kembali, aku mencari sumber bunyi. Setelah ketemu, ku tempelkan benda persegi itu di salah satu telinga ku. Tanpa melihat si penelpon.
"Halo halo!!"
"Halo,"
"Yasmine! Kenapa lama sekali mengangkat telepon ku?"
"Cindy jangan mulai lagi deh! Ini masih pagi." Aku mendengar Cindya mendengus.
"Kenapa kamu tidak memberitahu ku kalau kamu sudah pulang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Yang Tak Ternilai [TAMAT]
JugendliteraturCerita seorang gadis untuk meraih cita-cita menjadi seorang dokter. Setelah orang yang sangat dia sayangi menderita sakit parah. Perjalanan melawan kehidupan yang menghianatinya sejak lahir. Sampai akhirnya dia menemukan arti hidupnya yang sesungg...