Riva dan Ethan berjalan bersama di koridor. Mata Riva terus saja melihat ke sekeliling berharap sosok itu belum datang.
'Aduhh gue harus gimana? Kalau Dira liat gimana,' batin Riva cemas.
Riva mempercepat langkahnya, tetapi tangannya dicekal oleh Ethan. "Bareng sama gue," datar Ethan.
"RI..." teriak seseorang dari belakang koridor. Tetapi teriakan itu terhenti saat melihat Ethan mengenggam tangan Riva. Orang itu hanya terdiam.
Riva segera melepaskan cekalan Ethan dan mendekati Dira. "Dira ini nggak seperti yang lo pikirin," jelas Riva hendak menyentuh pundak Dira tapi segera ditepis kasar oleh Dira.
"Di---" ucapan Riva terpotong saat Dira mengangkat tangannya bertanda untuk berhenti bicara.
"SUMPAH GUE NGGAK NYANGKA RIV! HATI GUE SAKIT RIVA! SAKIT. ASAL LO TAU GUE NGELIAT KALIAN BERDUA PELUKAN,CIUM KENING DAN SEKARANG? WOW GUE SALUT SAMA LO!" bentak Dira dengan berlinang air mata membuat Riva terdiam, untung saja koridor masih terlihat sepi.
Dira segera berlari, menjauh dari mereka berdua dengan air mata yang terus mengalir. Riva limbung, lututnya lemas, tubuhnya terjatuh pada keramik yang dingin. Air matanya sudah tidak dapat dibendung lagi, ia merasakan sakit di hatinya saat mendengar perkataan Dira, seperti beribu-ribu jarum menusuk dirinya saat ini.
Memang ini semua salahnya!
Ethan tidak tega melihat Riva saat ini, ia mensejajarkan tubuhnya dengan Riva. Ia menepuk bahu Riva bermaksud menenangkan. Tetapi Riva menepis tangan Ethan kasar.
"Gue mohon, mulai sekarang jauhin gue," parau Riva, menatap Ethan memohon.
"Nggak," balas Ethan.
"Jauhin gue, atau gue yang ngejauhin lo?"
Ethan hanya terdiam, ia menganggap ucapan Riva hanya sebuah lelucon. Dirinya tidak akan sanggup jika harus menjauhi Riva.
"Oke kalau itu mau lo, gue yang akan ngejauhin lo!" sinis Riva beranjak pergi meninggalkan Ethan seorang diri.
Ethan masih tidak percaya dengan ucapan Riva tadi, ia tidak menyangka jika Riva akan berbicara seperti itu.
"Woy Than." Damar menyentuh pundak Ethan, memastikan lelaki itu baik-baik saja. Ethan tidak menanggapi, ia berlalu pergi menuju rooftop untuk menenangkan diri.
"Mar? Tuh anak kenapa?" tanya Daniel kebingungan. Damar menggelengkan kepalanya pelan.
"Samperin aja yu?" ajak Daniel hendak pergi, namun Damar mencegahnya.
"Biarin dia sendiri dulu."
Riva kini berada di sebuah Danau yang terdapat rumah pohon dari sebuah kayu di dekatnya. Segera ia menaiki tangga dari kayu dan memasuki rumah pohon yang memiliki banyak kenangan itu. Didalam terdapat sebuah kenangan-kenangan nya bersama teman kecilnya itu. Disana juga terdapat sebuah foto kecil keduanya saat berumur 6 tahun.
"Lo tau nggak, terkadang gue mikir. Kalau lo masih inget gue atau udah lupain gue?" gumam Riva tersenyum miris sembari mengusap wajah lelaki itu dari foto.
Dia ingat, mereka berdua selalu bermain di tempat ini. Tempat yang jarang diketahui oleh orang lain.
"Iva, aku punya hadiah buat kamu," sahut seorang anak kecil berambut jamur berlari ke arah seorang anak perempuan yang sedang terduduk.
"Hadiah?" ucap Riva kecil dengan mata berbinar.
"Ayo ikut aku," lelaki itu menarik tangan Riva menuju ke sebuah Danau, tempat mereka selalu bermain.
"Liat keatas," titah anak lelaki itu, yang dituruti oleh Riva. Seketika mata Riva berbinar saat melihat sebuah rumah pohon. "Itu punya kamu?'
"Itu punya kita berdua Iva." Riva tersenyum lebar.
Riva tersenyum miris saat memori itu teringat kembali, dia ingin kembali ke masa lalu yang tidak memilik banyak beban dan masalah. Hanya memikirkan soal kebahagiaan dan bermain saja. Tapi sayangnya itu semua mustahil.
Riva menuruni rumah pohon itu, ia langsung melangkahkan kakinya mendekat ke arah Danau. Riva duduk di atas rerumputan tidak peduli dengan seragam nya yang kotor atau apapun. Ia mengambil sebuah batu dan melemparkannya pada air.
Setetes air mata turun, Riva menelungkupkan kepalanya pada lipatan tangan di atas sebuah lutut yang ia tekukkan. Hanya tempat itu yang menjadi saksi bisu kesedihannya saat ini. Ia tidak mau terlihat lemah di depan banyak orang. Untuk kali ini, biarkanlah air mata ini jatuh. Riva mendongakkan kepalanya, seketika matanya menangkap sebuah tulisan di batang pohon yang berada di bawah rumah pohonnya.
Riva bangkit dan mendekati tulisan di pohon itu, yang bertuliskan ATHANIVA dia ingat tulisan itu. Tulisan yang dibuat oleh Athan, cinta pertamanya.
"Athan, lagi ngapain sih?"
"Princess liat sini deh!" Riva melihat hasil yang dibuat oleh Athan, yang bertuliskan ATHANIVA berarti gabungan nama nya dan Athan.
"Bagus banget Athan!"
"Ini buat kenangan ya Princess? Kalau kita nggak bisa terpisahkan."
"Lo bilang kita nggak akan terpisahkan? Tapi apa? Lo ninggalin gue," parau Riva menyentuh tulisan itu.
"Gue butuh lo," lirih Riva, air matanya lagi-lagi turun.
"Riva?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aribell
Teen Fiction"Karena yang pergi akan selalu kembali, terkecuali seseorang yang telah ditelan oleh maut." Ariva Bella Adijaya, menyamar sebagai wanita culun karena kisah kelam di masa lalunya. Riva hanya ingin memulai kehidupan dan kisah yang baru di sekolah bar...