Saat ini Riva sedang berada di mobil Ethan dengan perasaan yang tidak menentu. Riva hanya terdiam sedari tadi dan Ethan yang sedang menyetir sesekali melirik kearah Riva.
Kata-kata itu masih berputar di pikiran. kata-kata yang mampu membuat jantungnya berdetak tidak normal. Kata-kata yang diucapkan oleh Ethan saat di UKS tadi membuat dirinya gelisah dan semakin merasa bersalah.
"Kenapa lo peduli ke gue??"
"Gue masih sayang lo."
"Gue nggak percaya!" Ethan mengenggam tangan Riva erat.
"Riva dengerin gue. Soal kemarin, gue minta maaf.
"Asal lo tahu! Gue kecewa," lirih Riva.
"Gue tahu Riva. Lo boleh pukul gue, atau apapun itu asal lo mau maafin sama dengerin penjelasan gue."
"Jelasin apa lagi Ethan? Semuanya udah jelas." Riva memukul dada Ethan meluapkan segala amarah. Ethan yang diperlakukan itu hanya terdiam karena ia memang pantas.
"Gue minta istirahat sama hubungan kita, biar tau kesalahan lo apa!!"
"Maaf, maaf, maaf."
"Gue jelasin ya?" Riva menghela nafasnya kasar.
"Jelasin semuanya." Ethan segera menjelaskan kejadian kemarin. Melihat tidak ada kebohongan sama sekali di mata Ethan dan itu mampu membuat Riva semakin merasa bersalah telah menyakiti Ethan seminggu ini.
"Gue sayang lo Riva, percayalah."
"I trust you." Kedua sudut bibir Riva tertarik.
"Kenapa bengong hm?" Riva tersadar dari lamunan ketika merasakan tangannya digenggam.
"Nggak ko," balas Riva.
Tangan itu berpindah ke dahinya, Ethan semakin khawatir saat merasakan dahi Riva bertambah panas.
"Kita kerumah sakit ya?"
"Jangan lebay gitu deh Than, gue itu cuman demam bukan sakit serius!"
"Ngomongnya! Cepet istirahat." Riva melihat kearah keluar jendela, yang ternyata sudah sampai.
"Hati-hati Than, belajar yang bener. Jangan bolos lagi!"
"Hm."
'Cup' Riva mengecup pipi Ethan sekilas dan setelah itu segera keluar dari mobil.
Ethan terkekeh pelan dan melajukan mobilnya kembali ke sekolah.
"Assalamualaikum." Zahra mendekati dengan tatapan jengkel.
"Wa'alaikum salam, kebiasaan deh lo pulangnya jam segini! Mentang-mentang Bapaknya yang punya sekolah jadi bisa seenaknya aja!" cerocos Zahra. Riva yang mendengar itu memijit pelan pelipisnya.
"E..ehh lu kenapa dah??" ujar Zahra panik saat menyadari wajah Riva pucat.
"Cuman pusing aja Mah." Zahra menarik tangan Riva untuk duduk di sofa. Ia menempelkan tangannya di kening Riva yang terasa panas.
"Sekarang kamu tiduran ya, Mamah mau ngambil kompresan dulu." Riva yang masih mengenakan seragam itu hanya menuruti perkataan Mamahnya. Sedangkan Zahra sudah pergi menuju dapur.
Pusingnya semakin menjadi dan suhu tubuhnya terasa dingin sekali. Zahra datang dengan membawa wadah berisi air dingin dan sebuah handuk.
Zahra mengompres kening Riva dengan telaten dan sesekali membalikkannya. Zahra semakin khawatir karena panas Riva belum turun juga.
"Mah dingin," ucap Riva lemah. Zahra terburu-buru mengambil selimut di kamar Riva dan membalutnya pada tubuh Riva.
"Riva, makan dulu ya? Udah itu makan obat. Biar cepet sembuh." Riva hanya menggeleng sebagai balasan, karena perut nya sedang tidak ingin memakan apapun.
"Gimana kamu mau sembuh Riva? Mamah bikinin bubur ya??" lagi-lagi Riva menggeleng.
"RIVAAA PRINCESSS KU SAYANG, LO SAKIT? ASTATANG LO BISA SAKIT JUGA RIV?" Azram buru-buru mendekat ke sofa, dimana Riva sedang terbaring lemah dengan handuk di dahinya.
"Kamu itu! Adiknya lagi sakit malah teriak-teriak!" Zahra memukul bahu Azram kencang, membuat lelaki itu mengaduh kesakitan.
"Mamah sakit tau! Sungguh teganya dirimu padaku."
"Kamu udah mau kuliah kelakuan kayak anak kecil aja! Pea!"
"Wahh wahhh pelanggaran ni Mamah! Masa ganteng-ganteng gini, most wanted di sekolah, dibilang pe'a!"
"Emang bener kali!"
"Orang ganteng mah bebas! Dari pada Mamah suka sama siapa tuh namanya? Cendol cendol gitu, yang rambutnya warna warni kayak pelangi!"
"Itu Chanyeol bukan cendol Abang!!"
"Apalah itu, yang penting gantengan Abang!"
"Ya gantengan oppa-oppa dari pada kamu!! Apa lagi sehun OMG!!" heboh Zahra.
"Bilangin Papah, kalau Mamah suka lirik-lirik yang lain!"
"Biarin aja! Emang gantengan oppa-oppa ko dari pada Papah kamu!" Riva yang melihat kelakuan Mamahnya dan Abangnya itu hanya memutar bola matanya malas.
"Jadi Papah nggak ganteng gitu??" suara itu membuat Riva, Azram dan Zahra melirik keasal suara. Zahra yang melihat kedatangan Candra hanya menyengir terpaksa.
"Eh Papah, kenapa pulang??"
"Jadi Papah nggak boleh pulang gitu??"
"Gak gitu, cuman tumben Papah pulang jam segini."
"Alahh, ada Papah aja baru diem! Tadi aja bilangnya lebih ganteng oppa-oppa dari pada Papah kamu," ucap Azram dengan gerakan tubuh seperti yang dilakukan oleh Zahra tadi.
Zahra semakin geram dengan anak sulungnya itu. "Oh jadi gitu? Yaudah sih di kantor juga masih ada yang lebih bohay," ucap Candra sekenanya sehingga ada tatapan tajam tertuju padanya.
"Oh gitu ya Candra? Tidur di luar!!" Zahra pergi ke kamarnya dan segera menguncinya agar Candra tidak bisa masuk. Sedangkan Candra segera mengejar istrinya, karena ia tidak mau tidur di sofa bisa-bisa tulangnya patah semua.
"Yang bukain dong, tadi cuman bercanda ko!"
"Zahra, cuman kamu yang bohay. Bukan yang lain." Candra terus saja mengetuk pintu. Sedangkan Riva dan Azram sudah tidak asing lagi dengan kelakuan orang tuanya.
"Drama Queen," sahut Azram dan Riva bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aribell
Teen Fiction"Karena yang pergi akan selalu kembali, terkecuali seseorang yang telah ditelan oleh maut." Ariva Bella Adijaya, menyamar sebagai wanita culun karena kisah kelam di masa lalunya. Riva hanya ingin memulai kehidupan dan kisah yang baru di sekolah bar...