"Ada apaan ini?" sahut seseorang menerobos kerumunan orang-orang.
"RIVA?" Azram mendekati tubuh Riva panik yang sudah berlumuran darah.
"BAWA MOBIL CEPET!!" teriak Azram kepada Ethan. Ethan beranjak pergi terburu-buru.
"Ambulannya udah di jalan nak," seru seorang wanita paruh baya.
"Terlalu lama! Dia adik saya, saya gak mau dia kenapa-kenapa!" Azram menggendong tubuh Riva menuju mobil yag sudah dibawa Ethan.
Ethan mengendarai mobil dengan kecepatan sangat kencang. Pikirannya hanya satu, Riva. Ia terlalu takut jika sesuatu yang buruk terjadi.
Tubu Riva di baringkan dibrankar rumah sakit. Peralatan pertolongan pertama sudah di pasang dan segera menuju ruang UGD.
Pertahanan Azram runtuh saat melihat adik kesayangannya seperti ini, kedua matanya bahkan sudah berkaca-kaca.
"Maaf Bang." Azram bangkit lalu mencengkram kerah seragam Ethan.
"LO UDAH JANJI BAKAL LINDUNGIN DIA!" teriak Azram.
"Maaf." Azram menonjok rahang Ethan sehingga terjatuh.
"JANGAN PERNAH DEKETIN ADEK GUE LAGI!!"
"Maafin gue Bang. Gue janji akan tanggung jawab kalo ada apa-apa sama Riva. Walaupun itu nyawa gue sekalipun "
"NGGAK ADA YANG BISA DILAKUIN APA-APA THAN!! SEMUANYA UDAH TERJADI! LO UDAH JANJI SAMA GUE! TAPI APA? ADEK GUE LAGI DI DALAM SANA!"
"Tapi Bang..."
"PERGI DARI SINI! JANGAN SAMPAI GUE LIAT MUKA LO DISINI." Ethan yang mendengar itu terkejut. Ia tahu bahwa melihat orang yang disayangi sedang melawan maut di dalam sana sangat menyakitkan.
Dirinya bodoh, sangat bodoh! Ia menyesal kenapa dia tidak melihat Riva saat memanggilnya. Ethan memilik pergi karena tidak ingin memperkeruh suasana.
"Bang Azram! Riva kenapa?" tanya Alexa tergesa-gesa. Bahkan Alexa dan Dira masih mengenakan seragam sekolah.
"Gue nggak nyangka tadi baru aja gue damai sama dia, ketawa bareng. Tapi? Hiks..." Dira menangis tersedu-sedu. Damar mengusap punggung Dira memberi kekuatan.
"Udah jangan nangis, lo tau kan Riva itu kuat? Jadi kita berdo'a aja. Supaya Riva nggak papa." Dira yang mendengar itu semakin terisak. Sebenarnya Damar juga merasakan sesak saat mendengar kabar itu.
Alexa juga menangis di dalam pelukan Daniel. Mereka tidak menyangka orang yang mereka sayangi akan seperti ini. Sosok Riva mampu membuat semua orang mengeluarkan air mata. Azram pun sudah memberi kabar pada orang tuanya,dan sebentar lagi akan kesini.
"Azram, Adek kamu kenapa? Ini bercanda kan?" tanya Zahra khawatir.
"Maafin Azram mah, Azram nggak becus jagain Riva." Zahra memeluk tubuh Azram erat. Ia tau, anak sulungnya sedang rapuh. Bagaimana bisa kuat jika melihat adik perempuannya terbujur kaku berlumuran darah.
"Kamu nggak salah nak, ini sudah takdir. Kita harus berdo'a. Mamah tau Riva anak yang kuat," ucap Zahra menguatkan Azram. Air matanya juga sudah berlinang, jika bisa ia ingin menggantikan anaknya yang berada di dalam ruangan itu. Sedangkan Candra hanya terdiam.
Dokter yang ditunggu-tunggu akhirnya keluar. Semuanya bangkit mendekati dokter itu.
"Dok? Gimana keadaan anak saya?" tanya Zahra panik. Semua orang tercengang mendengar penjelasan dokter, yang menyatakan bahwa Riva koma. Dan kini Riva sudah dipindahkan ke ruang inap.
Sosok Riva kini terbaring lemah, disertai alat-alat penunjang hidup dan perban melilit kepala, serta luka-luka di daerah tangannya yang masih basah itu.
Riva yang ceria, jahil, menyebalkan, dan kadang menggemaskan itu kini menutup kedua matanya dengan damai. Seolah-olah sedang bermimpi indah untuk waktu yang lama.
"Riva, istirahatnya jangan lama-lama ya," sendu Zahra.
"Papah tau kalau kamu kuat Riva, kamu pasti kuat ngelawan rasa sakit ini. Cepet bangun, jangan buat kami khawatir," seru Candra mendekati anak bungsunya itu.
"Mungkin, kali ini gue gak bisa bagunin lo Riva. Lo harus bangun sendiri. Nanti siapa yang berantem sama gue? Bakal sepi rumah kalau nggak ada lo Riva. Nggak ada yang jailin gue, nggak ada yang bisa bikin gue kesel, nggak ada yang ngoceh-ngoceh di kuping gue, nggak ada yang teriak-teriak di rumah. Cepet bangun makanya, katanya nggak suka rumah sakit? Makanya lo harus bangun! Maafin gue nggak bisa ngelindungin, harusnya gue yang ada disini Riv bukan lo," sahut Azram mengenggam tangan Riva erat. Air matanya luruh begitu saja. Sedangkan semua orang menatap Azram iba.
"Papah sama Mamah mengurus biaya rumah sakit dulu." Candra dan Zahra beranjak pergi meninggalkan ruangan.
"Bang, yang kuat ya? Gue juga gak bisa ngeliat Riva kayak gini," seru Dira menghampiri Azram dan menepuk pundak lelaki itu.
"Riva, liat nih Abang lo jadi cengeng. Gara-gara lo juga kita sampe nangis kayak gini. Baru aja tadi kita damai ketawa bareng, kenapa lo jadi kayak gini. Oh iya gue bakal ngalah Riv, gue milih sahabat dibandingkan cowok. Makanya cepet buka mata lo. Jangan betah-betah tidur," lirih Dira.
Gue akan mundur, asalkan lo bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aribell
Teen Fiction"Karena yang pergi akan selalu kembali, terkecuali seseorang yang telah ditelan oleh maut." Ariva Bella Adijaya, menyamar sebagai wanita culun karena kisah kelam di masa lalunya. Riva hanya ingin memulai kehidupan dan kisah yang baru di sekolah bar...