Bagian 5

14.8K 892 10
                                    

"Kata Rian, kamu jadi ketua OSIS."

Khanza mengangguk membenarkan ucapan Dhan, lelaki itu terus mengikutinya berjalan melihat deretan kemasan camilan yang akan segera masuk ke dalam perut. Jika diingat-ingat, ini kedua kalinya Dhan mengajaknya ke mini market.

Dulu saat masih berada di sekolah yang sama dan masih berada di kelas yang sama, mereka pernah mengalami situasi seperti ini, bukan hanya apa yang mereka beli, tetapi juga kecanggungan yang terjadi sama seperti saat ini.

"Hebat, ya, kamu," puji Dhan, membuat Khanza mengulas senyum saat menoleh ke arahnya.

"Biasa aja. Kalaupun kamu ada, pasti kamu yang bakalan jadi ketua OSIS." Khanza mengambil dua batang cokelat dan memasukkannya ke dalam keranjang yang dipegang oleh Dhan.

Waktu menunjukkan pukul sembilan malam saat lelaki itu mengajaknya ke mini market yang berada di seberang jalan gapura perumahan. Khanza mengiyakan ajakan tersebut dan tentu saja sebelum pergi mereka berdua meminta izin kepada Andra. Meskipun kakaknya sudah mengenal Dhan, bukan berarti mereka pergi begitu saja tanpa izin.

Reaksi Andra sangat berbeda jauh dari apa yang dikatakan Dhan sepuluh menit sebelum mereka memutuskan untuk pergi menuju mini market. Kakak laki-laki Khanza itu, dengan santainya mengizinkan seperti tak terjadi apapun antara kedua lelaki itu.

Bukan berarti Khanza mengatakan bahwa Dhan berbohong, ia mengenal lelaki itu. Sekali berkata, pasti jujur, jika pun ingin berbohong, lebih baik diam. Itulah Dhan yang Khanza kenal saat mereka masih berada di kelas yang sama.

"Maaf, ya, aku nggak pernah hubungi kamu," ucap Dhan tanpa berpikir sedang di mana mereka sekarang.

Khanza yang hendak melangkah ke kasir setelah menaruh belanjaan terakhir mereka ke dalam keranjang—menghentikan langkahnya. Sungguh mati, ini yang ia hindari saat bertemu Dhan.

Ia hanya tak ingin mendengarkan alasan lelaki itu, karena sudah pasti akan berlanjut pada kepercayaan diri Dhan yang langsung menghilang saat disangkut-pautkan dengan Khanza.

Tentu saja Dhan masih merasa malu berhadapan dengan Khanza, meskipun ia tak tahu bagaimana kisah akhir antara ayah dan putranya itu. Namun, Khanza yakin, Dhan masih memikirkan hal tersebut.

"Nggak apa-apa, kok, kamu juga lagi sibuk pasti." Khanza kembali berjalan menuju kasir.

Selama dua menit mereka berdiri di depan kasir. Sama seperti dulu, Dhan yang mengeluarkan uang untuk membayar belanjaan mereka, tetapi kali ini nominalnya bertambah dan itu sama sekali tak mempersulit Dhan. Khanza tahu itu, kehidupan Dhan di Jakarta dan di Semarang sangat berbeda. Sekarang saja, Ayah dari laki-laki ini yang telah mencukupi kebutuhan Khanza.

"Banyak makan, ya, kamu sekarang," ucap Dhan saat mereka keluar dari minimarket.

"Ngejek, ih." Khanza membuat Dhan terkekeh.

Kantung plastik yang berada di tangan Dhan tergoyang untuk menghilangkan kegugupan karena berada di dekat perempuan ini. Astaga, Dhan hampir gila jika saja ia tak bisa mengendalikan kegugupannya. "Wuuaah ... malam ini nggak bakalan aku lupain," ujarnya sembari menatap langit.

Apa salahnya jika Khanza tersenyum kecil saat mendengarkan luapan kegembiraan Dhan. Sembari menyembunyikan senyum geli, ia melihat ke manapun asalkantak bersitatap dengan lelaki yang berada di sebelahnya ini. "ini rumahnya Leon, ya?" Daripada menanggapi ucapan Dhan, lebih baik ia mengalihkan pembicaraan.

"Iya." Lelaki itu menatap wajah samping Khanza. "Kok tahu?" tanyanya.

"Tadi Leon ngajakin aku ke rumahnya, terus dia nunjuk rumah ini," jawab Khanza membuat Dhan menyerukan huruf O.

Different #2 (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang