Bagian 14

9.7K 706 6
                                    

Dhan menginjakkan kaki di kelas XII IIA 2 bersama Leon yang mengikuti dari belakang. Suara cempreng Nadila menyambutnya, memanggil dan menyuruh untuk mendekat. Perempuan itu berada di bangku paling belakang, dengan sedikit rasa risi dipandangi secara terang-terangan oleh penghuni kelas, Dhan mendekati Nadila yang tersenyum menunjukkan deretan gigi.

"Ini orderan lo," ucap Nadila sembari memberikan satu kotak jam tangan ke hadapan Dhan.

Di umur yang masih remaja ini, Nadila sukses dengan bisnis online shop. Meskipun sikapnya susah ditebak, tetapi perempuan ini sangat berbakat dalam hal jual-menjual. Ini kali pertama Dhan memesan barang kepada Nadila, itu pun atas paksaan Leon. Untuk alasan yang sudah berada di depan mata, lelaki itu merasa khawatir Nadila melakukan penipuan.

Dhan hendak menerima kotak yang diberikan kepadanya, tetapi tangan Leon lebih cepat meraih kotak tersebut dan dengan sangat cepat membuka, kemudian meneliti isinya. Meskipun barang sudah di depan mata, tetapi dari raut wajah, Dhan tahu sepupunya ini belum terlalu percaya dengan bisnis online yang dijalankan Nadila selama satu tahun terakhir. Dhan mengabaikan Leon, ia mengeluarkan dompet, bersiap untuk membayar.

"Tunggu Dhan," cegah Leon sebelum Dhan membuka dompet. "Mana fotonya barang ini?"

Nadila mendengkus. "Lo mau bandingin?"

"Iyalah, siapa tahu ini palsu."

Dhan menarik satu kursi kemudian duduk, ia membiarkan Leon dengan kecurigaan, sedangkan Nadila berekspresi tak ingin dikalahkan. Jika sudah seperti ini, ia hanya perlu melihat saja, lagi pula Dhan pun memerlukan jawaban atas asli atau tidaknya benda yang ada di tangan Leon. Kalaupun asli, ia akan bersyukur. Kalaupun palsu, ia tak punya niat ingin memarahi Nadila. Anggap saja sedang bersikap toleransi.

"Ini." Dengan sangat kesal Nadila memperlihatkan foto jam tangan yang sama dengan benda di tangan Leon. "Sama, 'kan?"

Bola mata Leon bergerak ke kiri dan ke kanan membandingkan sesuatu yang dipegang dan sesuatu yang terpampang di layar ponsel Nadila. Tatapan menajam, lelaki itu meneliti sampai tiga menit. Namun, wajahnya tidak terlihat puas dengan apa yang telah diteliti.

Sudah pasti Leon masih merasa ragu, tetapi Dhan tidak terlalu peduli dengan keraguan itu. Toh, asli atau tidaknya hanya segelintir orang yang tahu. Lagi pula, lebih baik memakai jam tangan palsu dari pada memakai jam tangan yang jarumnya tidak bergerak. Itu sama saja dengan tidak pakai.

Leon mengembalikan benda tersebut kepada Dhan. Ia sendiri tak punya niat untuk melihat apa yang telah dipesan dari Nadila, karena ia ingin cepat-cepat kembali ke kelas sebelum waktu istirahat kedua selesai.

"Nih." Dhan memberikan beberapa lembar uang kepada Nadila.

Senyum perempuan itu mengembang ketika menerima pundi kerja kerasnya hari ini. "Makasih, Dhan, jangan ragu beli di gue lagi."

Dhan hanya menjawab dengan gumaman. "Yuk—"

"Tunggu-tunggu." Nadila mencegahnya yang hendak mengajak Leon untuk pergi dari kelas tersebut. "Gue punya sesuatu yang cocok buat lo."

Dhan tahu apa yang akan Nadila lakukan. Jadi, sebelum Nadila kembali mempromosikan jualannya, ia berniat angkat kaki dari kelas tersebut. "Gue balik." Berdiri, melangkah meninggalkan Nadila dan mengikuti Leon yang lebih dulu berjalan menjauh, tetapi niatnya tersebut lebih kuat dari niat perempuan itu untuk mempromosikan barang.

"Gue punya gelang yang cocok buat pacar lo!"

Suasana langsung hening setelah Nadila mengatakan kalimat tersebut dengan suara keras. Leon yang sudah setengah perjalanan menuju pintu kelas, menghentikan langkah. Begitu pula dengan Dhan. Dalam hati, ia menyesal tadi berusaha mengabaikan Nadila, seharusnya diam di tempat saja, membiarkan perempuan itu mempromosikan barang dagangan. Lagi pula Dhan yakin Nadila akan berhenti saat mendengarkan bel tanda waktu istirahat berakhir.

Different #2 (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang