-tujuh-

1.6K 140 1
                                    

"Terimakasih atas kerjasama nya Pak." kata Alpi pada klien barunya.

"Tolong berikan yang terbaik untuk pernikahan kami ya mbak." seorang lelaki lengkap dengan setelan jas dan dasinya berpesan pada Alpi.

"Pasti pak, kami akan berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk pernikahan bapak dan ibu." jawab Alpi yang membuat kliennya tersenyum.

"Makasih ya mbak, mari kami duluan." ucap perempuan di samping lelaki ber jas tadi.

Alpi tersenyum. "Iya bu sama-samaya.

Kliennya pun berlalu keluar dari cafe, meninggalkan Alpi yang kembali berkutat dengan laptopnya.
Alpi tidak segera beranjak karena sebentar lagi masuk makan siang, jadi ia akan sekalian makan disini.

Menikah adalah hal yang di idam-idamkan bagi laki-laki atau perempuan yang sudah dewasa. Menikah di usia yang cukup kisaran 23 sampai 25 untuk perempuan, dengan calon suami yang tampan, mapan juga beriman pasti akan selalu di idam-idamkan oleh perempuan dewasa diluar sana. Di kampung Alpi, teman sebayanya hampir semuanya sudah menikah di usia muda, lulus SMA mereka langsung hajatan. Alpi kagum pada teman-temannya di kampung karena memutuskan menikah muda, tapi tidak lantas Alpi ikut-ikutan menikah di usia muda. Pernikahan itu sesuatu yang sakral menurutnya, banyak hal-hal yang harus Alpi siapkan sebelum melangkah ke arah yang lebih jauh, kesiapan mental salah satu nya.

"Jar, itu si Alpi bukan sih ?" tanya seorang pria berkemeja putih, Kamal. Kebetulan mereka juga baru masuk cafe ini untuk makan siang.

"Mana ?" tanya Anjar.

"Itu yang lagi main laptop." Kamal menunjuk ke arah Alpi.

"Oiya bener, mata lo tajem banget liat yang bening."

"Sepele lo, mata tuh salah satu aset biar dapet cewek cakep, samperin yo." kata Kamal, Anjar mengangguk.

Mereka berjalan untuk menghampiri Alpi, yang masih sibuk dengan laptop nya.

"Alpi ya ?"sapa si Kamal, membuat Alpi mengalihkam pandangannya dari layar laptop.

"Eh iya." kata Alpi masih bingung mereka berdua ini siapa.

"Gue Kamal temenya Caraka, lo masih inget ?" tanya Kamal.

"Oh iya sorry-sorry, gue lupa, eh duduk dong." kata Alpi. Kemampuan mengingat Alpi memang agak buruk, ya dikarenakan mungkin pekerjaan Alpi yang kebanyakan bertemu orang-orang asing yang menjadi kliennya.
Mereka berdua mengangguk, sementara Alpi mematikan laptopnya.

"Sendirian Al ?" tanya Anjar.

"Iya habis meeting barusan, kalian ngga sama Caraka ?"

"Cieee yang nanyain Caraka ?" goda Kamal, membuat Alpi malu sendiri.

"Eh apan sih gue nanya doang." kata Alpi.

"Haha ada tuh masih diluar, ngabisin rokok." jawab Kamal, dan Alpi ber-oh ria, kemudian mereka terlibat lagi dalam percakapan bersamaan Caraka yang datang dengan ekspresi terkejut karena melihat tengah duduk bersama kedua sohibnya.

"Loh Al kok kamu ada disini ?" tanya Caraka saat sudah ada di hadapan meja mereka bertiga.

"Waalaikumsalam, Bro lo salam dulu kek apa kek." protes Kamal tapi perkataannya tidak di indahkan sama sekali oleh Caraka.

Alpi tersenyum, "Habis meeting sama klien, kebetulan ketemu mereka."
Caraka tersenyum, ia tidak menyangka bisa bertemu Alpi disini. Kemudian Caraka melirik Kamal yang sedang asik membuka buku menu, tidak ada yang salah dengan apa yang dilakukan Kamal, tapi posisi tempat dia duduk yang salah, si Kamal duduk disamping Alpi.

Perkara JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang