-enam belas-

1.4K 131 8
                                    

Adalah Dimas yang dengan bodohnya masih takut untuk menyatakan perasaannya pada seorang perempuan yang telah dicintainya 'dalam-dalam' dalam diam.
Gadis itu telah mengunci perhatiannya sejak awal bergabung di Nusantara's Wedding. Alpinia. Gadis cantik berambut pendek itu telah mencuri perhatiannya sejak satu setengah tahun yang lalu.

Entahlah, lidahnya kelu seketika setiap kali akan menyatakan perasaannya pada Alpinia. Its okay, if you call him as a 'pecundang', but you never feel what him feel it now. Ia juga tidak tahu kapan waktu yang tepat untuk memulainya, semuanya masih abu-abu belum bisa ia bayangkan. Tapi diusianya yang sudah menginjak kepala tiga dengan buntut angka dua dibelakangnya, ia seharusnya sudah menemukan seorang pendamping atau minimal 'calon' pendamping.

Alpinia. Dia hanya ingin gadis itu, tak ingin yang lain. Tapi kapan keberaniannya akan muncul untuk sekedar menyatakan perasaan cintanya ? Dimas bilang, menunggu waktu yang tepat.

Oke, tapi kapan ? Tidak tau.

Satu tahun lagi ? Ia masih tidak tau.

Tiga tahun lagi ? Ia tetap tidak tau.

Atau lima tahun lagi ? Coba tebak, ia masih tetap tidak tau.

Atau sampai ada janur kuning melengkung di depan rumah gadis itu ? Nooooo..... Dimas tak ingin kemungkinan yang ke empat itu terjadi.

So ? What should the man do ? Jawabannya tidak tau. Dimas masih belum siap.

Men-scroll layar handphonenya ke atas ke bawah, ke kiri ke kanan, berkali-kali meng-klik sebuah foto untuk dipandanginya, tap dua kali untuk memberi tanda 'love' di foto itu dan begitu seterusnya sampai ia kembali tertarik pada salah satu foto laki-laki yang di posting Alpinia beberapa minggu lalu. Exactly, Dimas doing a stalker right now.

Jangan, jangan sampai ia kalah start dari laki-laki yang ia ketahui namanya 'Caraka' ini. Tapi ada satu fakta yang membuatnya harus mengaku kalah, laki-laki ini selalu satu langkah lebih awal darinya. Laki-laki ini hampir tidak pernah absen untuk menjemput Alpi pulang kantor, berbeda dengan dirinya yang malah masih sering sibuk berkutat dengan angka-angka sialan di jam-jam pulang.

Dimas menghela nafas kasar, menyudahi aktifitas stalking di akun instagram Alpinia. Dirasa butuh sedikit ketenangan, ia memutuskan pergi ke pantry untuk segelas kopi.
Saat beberapa langkah lagi kakinya menuju pantry, ia berpapasan dengan Alpinia. Gadis itu nampak sedang memegangi rambut pendeknya yang sudah dicepol, entahlah mungkin ia tidak memiliki karet rambut sehingga tangan kanannya harus menjaga cepol itu agar tidak berantakan.

"Mau kemana ?" tanya Dimas saat posisi mereka yang berlawanan arah tapi bersisian.

"Eh, mau ke ruangan Bella." jawab Alpi dengan senyum kikuk. "Saya duluan." tambahnya lagi dan berlalu meninggalkan Dimas.

Selalu. Selalu seperti itu. Gadis itu selalu bersikap profesional padanya, bahkan jika mereka sudah diluar kantor. Ini juga salah satu hambatan untuk Dimas. Gadis itu hanya memandang Dimas sebagai atasannya, tidak lebih.
Dimas hanya menatap punggung Alpinia yang sudah menjauh dan sekarang sudah hilang ditelan pintu.

***


"Bel, lo punya karet nggak ?"  tanya Alpi saat ia memasuki ruangan Bella.
Bella sendiri sedang sibuk dengan layar monitornya, tak ketinggalan juga kacamata frameless merah bertengger manis di hidung mancungnya.

"Karet apaan ? Karet kondom ?" Bella malah balik bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari monitor.

"Fuck you." kata Alpi sambil mengacungkan jari tengahnya.

Perkara JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang