Bokap Nyokap Tersayang

93 2 0
                                    


Part 2

Gue bersyukur karena hidup di dalam keluarga ini. Gue disayang sama kedua orangtua gue. Papa dan mama menganggap gue sebagai anugerah. Gue ngerasain semua itu. Tapi disayang itu bukan berarti selalu dimanjain. Ya, sesekali mama gue ngelus-elus kepala gue sambil selonjoran nonton tivi. Sesekali gue juga dibentak dan dimarahi kalau kelakuan gue bikin mama gue jengkel. Dan nggak semua keinginan atu kemauan gue dipenuhi begitu saja dengan mudahnya.

"Kamu musti nabung dulu! Setidaknya lima ribu rupiah tiap hari dari uang jajanmu selama dua bulan! Nanti kekurangannya mama yang nambahin!" Kata mama waktu gue pengin ganti handphone yang harganya tiga setengah jutaan. Gitu cara mama gue ngajarin gue jika ingin ngedapetin sesuatu yang gue mau. Atau setidaknya gue diajak ikut mikir. Misalnya waktu gue pengin beli okulele warna pink. Gue disuruh lihat-lihat sendiri ke toko musik. Tapi semua yang dijual di situ warnanya coklat. Gue maunya pink, biar kalau lagi dimainin langsung jadi pusat perhatian. Nggak peduli gue mainnya udah bener-bener amat atau belum. Yang penting okulele gue jadi pusat perhatian. Lalu gue disuruh cari di toko online. Ngebandingin antara satu olshop dengan olshop yang lain. Musti cari yang kualitasnya mirip tapi harganya lebih miring. Baru deh mama gue yang urus transferannya.

Mama gue itu perempuan sederhana. Meskipun gaji ayah gue cukup, tapi mama ngajarin gue untuk bergaya hidup tidak berlebihan. Nonton boleh, lihat konser boleh, makan di restoran boleh, main sama temen boleh, beli baju model terbaru boleh, beli sepatu yang lagi hits boleh, ke salon boleh, cari asesories atau alat make up juga boleh. Asalkan gue bisa mengatur mana yang lebih diutamain dan mana yang bisa ditunda. Nggak semua diborong dalam sehari! Bisa bangkrut ntar! Nggak boleh besar pengeluaran daripada kemampuan. Mama bilang nggak boleh ngutang-ngutang. Kalau beli sesuatu ya harus sesuai kemampuan. Kalau harganya di luar kemampuan ya harus nabung dulu, ngumpulin keping demi keping sampai akhirnya uang jadi cukup. Mama gue paling anti kartu kredit apalagi tawaran pinjaman bank tanpa agunan!

Pokoknya mama nekenin banget supaya gue mau menabung. Semampu gue aja. Kalau hari ini mampunya goceng ya goceng. Kalau besok pagi mampunya pekgo ya pekgo. Yang penting tabungan plastik bentuk Hello Kitty yang dibeliin mama itu harus keisi. Tujuannya, kata mama, supaya sewaktu-waktu kalau ada kebutuhan mendadak, gue punya cadangan uang. Bener juga sih. Waktu itu mama dan papa mudik karena sepupu ada yang kawinan. Gue nggak ikut mudik karena udah terlanjur janjian sama temen-temen sekelas mau jalan ke Ancol, lihat pantai.

Mama cuma ninggalin uang buat makan dan keperluan sehari-hari gue selama tiga hari plus uang jajan kalau ke Ancol. Ternyata rencana mendadak berubah. Temen-temen gue juga mau masuk ke Dufan. Untung gue punya celengan Hello Kitty! Celengannya ada lobang di kepala untuk memasukkan uang dan lobang di pantatnya untuk ambil uang jika sewaktu-waktu butuh. Praktis deh pokoknya bentuk celengannya. Perkara nanti minta diganti sama mama itu urusan belakangan. Yang penting acara seru ke Dufan yang dadakan itu kesampaian, dan gue nggak manyun gara-gara nggak punya duit! Pokoknya hebat deh mama gue! Galak, bawel, tapi punya sikap yang tegas dan positif.

Nah, kalau papa gue tipe pria polos, jujur dan tulus. Itu juga kata mama gue. Meskipun berkali-kali ditugasi ke luar kota, sisa uang saku dari kantor selalu dikembalikan lengkap dengan segala kuitansinya. Nggak ada kamus korupsi apalagi nilep uang kantor deh di benak papa gue. Itu yang bikin gue bangga jadi anaknya. Makanya papa dipercaya banget sama orang-orang di sekitarnya. Gue juga penginnya gitu. Biarin aja dibilang polos, dikatain jaim, dijudge cupu. Yang penting memegang kejujuran dan bisa dipercaya sama orang lain. Bahkan papa gue wanti-wanti ke gue agar jadi siswa anti nyontek. Kerjakan saja semampu kita. Kalau memang kita belajar dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya, ya pasti bakalan bisa.

"Papa nggak akan marah kalau nilaimu jelek. Nilai jelek justru akan memicu semangatmu untuk jadi lebih baik. Sehingga kamu tidak akan lengah lagi. Papa justru akan marah kalau nilaimu bagus tapi hasil menyontek. Sebab menyontek itu mengkhianati kejujuranmu, mengkhianati rasa percaya dirimu, mengkhianati kepercayaan orang-orang yang menyayangimu, dan mengkhianati masa depanmu sendiri." Aduh, gue pegang bener deh prinsip dari papa gue ini.

Kalau ulangan atau ujian, gue pasti jadi budek mendadak. Mau dibisikin, dikode-kodein, dipanggil-panggil, dicolek-colek, gue pasti bakalan bodo amat! Gue nggak peduli mau dibilang pelit, nggak solider, nggak peka, songong, nggak ngerti temen. Yang penting gue nggak mengkhianati harapan papa dan nggak mengkhianati diri gue sendiri. Toh kalau hasilnya nggak sebagus harapan, papa juga nggak bakal marah atau malu. Karena, katanya, selalu ada kesempatan lain untuk menjadi lebih baik. Katanya lagi, selalu ada pelajaran berharga dari setiap kegagalan yang kita alami. Oh, papa gue.....

*

Mama adalah teman curhat terhebat gue. Nggak curhat sehari aja sama mama, rasanya beban hidup udah nemplok setumpuk di punggung gue. Jangankan pengalaman-pengalaman yang sulit dijalani, kisah sepele aja gue curhatin ke mama gue. Curhat sama mama tu enak. Didengerin dengan seksama, nggak bakalan bocor ke mana-mana, dapet solusi yang mantap, dan bikin super lega. Kadang kalau gue udah mulai pengin curhat panjang, mama ngajak ke warung bakso biar curhatnya lebih dramatis karena bakalan bersin-bersin, hidung meler, dan mata memerah karena kebanyakan sambel.

Gue beruntung punya mama yang siap sedia diajak curhat kapan saja. Curhat gue bisa sambil ngebonceng motor mama sepulang sekolah, sambil nemenin mama belanja di supermarket, sambil nonton tivi, sambil makan, bahkan lewat chatingan di medsos. Kadang mama belum sempat bernafas aja, udah gue berondong dengan sederet curhatan dan mama mau aja ngedengerinnya. Ternyata nggak semua teman gue seberuntung gue. Ada juga temen yang nggak pernah curhat sama mamanya. Mungkin sungkan, takut dimarahi, atau mamanya terlalu sibuk sehingga tak punya waktu untuk ngedengerin curhat-curhatan anaknya.

Mama selalu ada buat curhatan gue. Bahkan kadang kalau gue ragu buat curhat, mama udah peka dengan membuka percakapan,"Kamu kenapa, Fre? Kok manyun gitu? Ada masalah apa?" Kalau udah gitu, gue pasti langsung kepancing buat curhat.

"Ma, cowok yang Frea taksir itu sampai sekarang tetep nggak peduli sama Frea. Masa tadi papasan di tangga sekolah dia cuma nyengir waktu Frea sapa. Padahal Frea nyapanya udah ramah banget plus senyum manis. Frea sial banget sih, Ma?"

"Hah, curhat masalah itu lagi! Move on, Frea, move on! Kayak nggak ada cowok lain aja!"

"Nggak ada, Ma. Cowok yang kayak gitu tuh ya cuma dia, Ma."

"Ya berarti juga cuma dia cowok yang nggak peka terhadap kelebihan-kelebihanmu, Fre! Lupain aja napa? Kan masih banyak cowok lain yang bisa melihat cantik dan indahmu?"

"Nggak ada, Ma."

"Ada! Nah, itu tuh yang waktu itu ngasih kamu coklat dua batang?"

"Tapi dia bukan tipe Frea, Ma."

"Setidaknya dia peduli sama kamu? Daripada cowok yang kamu incer-incer terus tapi nggak peka begitu?"

"Ya tapi jangan yang kasih coklat dua batang itu juga kali, Ma."

"Ya udah. Percaya deh. Suatu saat pasti kamu bakalan ketemu sama yang sama-sama klik. Percaya kata-kata Mama. Kalau kamu jadi cewek yang baik pasti suatu saat kamu juga bakalan ketemu sama cowok yang baik juga."

"Kapan tuh, Ma?"

"Ya nggak tau!"

"Emang mama dulu nggak tau kapan bakal ketemu papa?"

"Ya nggak tau lah! Namanya juga jodoh. Nggak bisa disangka-sangka, Frea. Datang dan ketemu begitu saja."

"Emang mama ketemu papa kapan?"

"Pas kuliah."

"Pas kuliah? Jangan-jangan yang klik sama Frea juga ketemunya pas kuliah ya, Ma? Ih, kok masih lama banget sih, Ma? Frea kan sekarang baru kelas dua SMA, Ma. Kuliahnya masih dua tahun lagi. Lama bangeeeet."

"Frea, apaan sih ini anak? Udah ah, curhat yang lain aja! Yang dicurhatin itu-itu mulu! Curhatnya yang ada kemajuannya dikit napa?"

"Kenapa ketemunya nggak sekarang-sekarang aja ya, Ma?"

"Kalau dia ketemu sama kamunya sekarang, lihat kamu aja udah ill feel dia!"

"Ih, Mama!"

"Habisnya...."

Ya gitu deh, kadang gue lupa kalau perempuan yang gue curhatin itu mama gue. Habisnya sangking keseringan curhat, udah kayak temen gue sendiri aja rasanya. Kadang kalau lagi curhat-curhatan kami bisa ketawa-ketawa ngakak nggak jelas, bisa saling meledek, bahkan bisa terharu bareng-bareng.

Pokoknya sama mama seru deh!

*

SEJAUH NEPTUNUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang