Curhatan Part Two

13 0 1
                                    


Part 29

Kelas 12 sebentar lagi UN. Sekarang lagi simulasi-simulasi ujian pakai komputer gitu. Dan kabarnya bentar lagi guru-guru BK bakalan ngadain penyaringan murid-murid yang akan bisa ngikutin jalur undangan masuk perguruan tinggi negeri. Katanya sih musti bagus nilainya dari semester satu sampai semester lima. Harus ada peningkatan nilai dari semester ke semester. Selain itu juga harus punya kelakuan yang baik di sekolah maupun di luar sekolah. Katanya sih anak-anak yang aktif berorganisasi di sekolah juga bakal diutamain untuk bisa ikut seleksi jalur undangan. Anak-anak OSIS, pengurus pramuka, polisi siswa, gitu-gitu deh yang bakalan dapat kesempatan.

Siang itu, Kak Ardit nyamperin gue ke kelas dan ngajak minum jus sambil ngobrol dulu di geray jus depan sekolah. Ya sudah lah, kan pramuka baru akan kumpul setengah jam lagi. Gue datang dikit-dikit telat kan juga nggak papa. Kan di kepengurusan baru ini gue udah jadi senior, jadi nggak perlu takut-takut datang terlambat kayak waktu masih kelas 10 dan awal-awal kelas 11.

"Jadi ikut jalur undangan, Kak?" tanya gue.

"Jadi dong. Kalau bisa lolos di jalur undangan kan enak banget, Fre. Yang lain masih bimbel buat ikut jalur tes, kita udah lega dan santai-santai di rumah."

"Jadi ambil jurusan apa?"

"Tehnik Mesin sama Tehnik Elektro."
"Musti di satu Universitas yang sama ya?"

"Enggak. Satu jurusan musti di universitas yang satu rayon sama sekolah asal kita dan dua jurusan lagi di universitas lain di luar rayon kita."

"Ooooh, gitu? Bisa jadi kuliah di luar kota dong, Kak?"

"Iya. Demi masa depan." Ooooh, Tuhan....demi masa depan gue dan dirinya.....

"Berkas-berkas yang diperluin buat ngedaftar udah beres?"

"Udah sih. Udah lengkap. Tapi guru BK belum nyuruh ngumpulin. Ah, tapi gue galau nih, Fre."

"Galau kenapa?"

"Saingannya berat. Saingan dari teman sesekolah aja udah berat, belum lagi saingan dari sekolah-sekolah lain. Se-Indonesia lagi."

"Ya lu musti optimis lah, Kak. Berusaha dan berdoa."

"Lu doain gue ya."

"Iya dong, Kak. Gue akan selalu ngedoain. Semangat ya." Ya iya lah Kak, kalau ini untuk masa depan kita berdua, ya mana mungkin gue nggak ikutan berdoa.....oooh, ya ampuuuun.....

"Gue harus bisa lolos ke Perguruan Tinggi Negeri yang terkenal, Fre. Mama dan Papa gue aja lulusan Universitas Negeri terkenal. Jadi mereka pengin banget gue bisa masuk perguruan tinggi negeri terkenal juga. Itu yang bikin gue galau banget sampai sekarang."

"Oh, gitu? Kan nilai-nilai kakak juga bagus? Kakak juga berkelakuan baik di sekolah. Belum lagi kakak juga aktif dan punya banyak prestasi di pramuka. Kenapa musti galau?"

"Gua akhir-akhir ini stress."

"Ha?"

"Lu tau nggak sih, gue capek banget rasanya. Di sekolah udah setiap hari ada tambahan pendalaman materi dua jam. Habis itu, pulang dari sekolah gue bimbel. Sampai-sampai gue nggak ada waktu lagi buat main, futsal, atau keluar sebentar sama teman-teman gue." Oh, termasuk nggak punya waktu di luar sekolah sama gue ya, Kak? Loh, tapi waktu itu sempat nonton film bareng teman-teman futsalnya? Apa jangan-jangan acara nonton bareng itu kesempatan terakhirnya buat pergi-pergi bareng sama teman-temannya? Yah, jahat banget ya gue waktu itu udah cemburu sama teman-teman futsalnya gara-gara merasa diduain sama teman-teman futsalnya itu.

"Tapi kan kalau mau berhasil memang harus kerja keras, Kak?"

"Gue capek, Fre."

"Kakak merasa nggak sanggup masuk universitas favorit yang dimaui papa dan mama Kakak?"

"Sepertinya gue nggak sanggup. Passing grade-nya terlalu tinggi."

"Kan bisa masuk di jurusan yang sama di universitas yang passing gradenya lebih rendah?"

"Mau gue juga begitu. Tapi papa sama mama gue ngotot supaya gue harus coba."

"Yah, kalau cuma coba-coba gitu kan sayang kalau gagal. Mendingan realistis tapi sungguh-sungguh. Bukan coba-coba."

"Mau gue juga begitu, Fre."

"Obrolin aja sama papa dan mama kakak. Di rumah kalau gue ada yang nggak cocok sama mama atau papa, gue selalu obrolin ke mereka kok. Dan mereka bisa ngerti."

"Papa dan mama gue kayaknya nggak kayak papa dan mama lu."

"Oooooh." Kak Ardit tampak sedih banget. Gue nggak ngerti musti ngapain. "Eh, ya udah Kak, kan jalur buat masuk ke perguruan tinggi negeri bukan cuma lewat undangan. Ya udah, kakak jalanin aja semua. Undangan dicoba, kalau gagal di undangan ya ikut jalur tes, kalau jalur tes gagal ya ikut yang ujian mandiri aja. Pokoknya kakak berusaha aja sebisa mungkin." Kata gue berusaha ngehibur. Kak Ardit masih diam, tapi matanya sudah jadi lebih cerah. "Kalau di undangan kakak gagal karena ambil jurusan di universitas yang passing grade-nya tinggi, kan di jalur tes pasti papa dan mama kakak bisa ngertiin dong kalau kakak ambil universitas yang passing grade-nya di bawah yang waktu jalur undangan." Lanjut gue. Kak Ardit manggut-manggut.

"Ah, iya. Semoga...."

"Ayo lah, Kak. Semangat. Musti optimis!"

"Iya, Fre." Dia mulai tersenyum.

"Nah, gitu dong."

"Trims ya."

"Iya." Kalau Kak Ardit lega, gue kan juga bisa ngerasa jadi lebih lega lagi.

"Eh, udah jam setengah tiga. Bukannya lu ada pramuka?" Tanya Kak Ardit.

"Tenang, gue kan sekarang udah bukan junior lagi kayak dulu. Jadi telat-telat dikit nggak masalah lah."

"Heh, siapa bilang? Senior tuh harus kasih contoh yang bener sama adik kelas!"

"Huh, payah dah kalau ngobrol sama mantan pengurus pramuka."

"Ya lu harus disiplin dong, Fre. Waktu jadi junior aja lu rajin dan disiplin banget. Masa setelah jadi senior malah suka telat-telatan. Udah, sono balik ke sekre pramuka!" Sekarang di pramuka nggak ada lu sih, Kak. Jadinya gue ogah-ogahan. Kalau disuruh milih, mending kongkow-kongkow sama lu di sini deh.

"Iya, iya, ah." Gue segera berdiri. "Bukannya kakak ada pendalaman materi?"

"Jam tiga. Masih setengah jam lagi."

"Ya udah. Gue duluan ya. Makasih jus dan kuenya yaaaa."

"Iya. Sama-sama."

"Daaaa!!!"

"Da...." Gue melenggang balik ke sekolahan lagi dengan gembira. Gimana nggak gembira. Gue jadi makin sering berduaan ngobrol sama Kak ardit, Kak Ardit makin percaya dan sering curhat hal-hal pribadinya yang penting ke gue, dan yang jelas hari ini gue udah bikin dia sedikit lega dari perasaan galaunya. Gue merasa jadi cewek yang bisa diandalkan.

 Gue merasa jadi cewek yang bisa diandalkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

SEJAUH NEPTUNUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang