My Loved Enemy

36 0 0
                                    


Part 5

Gue bukan anak tunggal. Gue punya adik perempuan. Namanya Franda. Walaupun gue anak pertama, tapi gue lebih manja ke mama dibanding Franda. Kata orang-orang sih, Franda lebih berani dan mandiri dibanding gue. Sekarang dia sudah kelas 8 SMP. Sama seperti gue, dia juga harus sekolah di sekolah negeri seperti yang diarahkan sama papa gue. Setiap hari dia sekarang naik motor ke sekolah sendiri. Dia baru naik ojek online kalau hujan atau bangun kesiangan. Papa ngebeliin sepeda motor metik warna pink. Lah, sepeda motor yang harusnya buat gue malah mama yang pakai tiap hari. Sedangkan sepeda motor mama lebih sering nganggur di rumah.

Dan tetangga-tetangga gue atau saudara-saudara dari keluarga besar gue selalu ngebandingin gue sama dia. "Frea, gimana sih kok lebih beranian adiknya? Frea, gimana sih kok belum berani ke sekolah bawa motor sendiri padahal adiknya aja udah mondar-mandir sendiri ke sekolah? Kok masih minta dianterin mamanya mulu sih, Frea? Kan Franda udah nggak pernah minta dianterin?" Hah, pusing gue! Kenapa sih orang-orang nih bisanya cuma komentar mulu? Nggak bisa pengertian, ngertiin gue dikit gitu napa!

Ya, baru kali ini gue merasa gagal jadi seorang kakak. Kalah telak gue sama adik gue. Jadi akhirnya gue punya tekat untuk memberanikan diri pergi ke tempat les pakai motor sendiri. Nggak lagi dianterin sama mama. Awalnya gue deg-degan banget. Tapi ternyata aman-aman aja. Ya udah, gue ada kemajuan dikit. Setidaknya sudah berani ke tempat les atau beli-beli apa di sekitar kompleks perumahan sendiri dan nggak melulu diantar mama seperti sebelum-sebelumnya. Trus kata mama, gue harus memberanikan diri untuk mencoba lebih jauh lagi. Sedikit demi sedikit. Mencoba jalanan yang lebih ramai. Biar gue tambah berani. Ya udah deh pelan-pelan. Yang penting udah ada kemajuan!

Gue pernah tanya sama dia, "Fra, lu udah punya gebetan belom?"

"Boro-boro!"

"Napa? Nggak ada yang suka sama lu ya? Lu jadi cewek terlalu galak sih!"

"Enak aja! Gini-gini gue juga banyak yang ngefans tau! Kan lu tau, Fre, waktu valentine banyak yang kasih coklat."

"Lha kenapa lu belum punya gebetan juga? Takut sama mama?"

"Enggak."

"Trus?"

"KKM di sekolah gue 8, Fre! Emangnya sekolah lu, dapat nilai 7 aja udah bangga? Kalau gue mikirin cowok segala, bisa kacau nilai rapot gue!" Kurang ajar! Memang sih dia bisa masuk ke SMP Negeri unggulan. Sedangkan gue SMP dan SMA nya sekolah negeri biasa kelas dua, bukan sekolah favorit kayak sekolahnya. Dia tuh anaknya emang songong! Dari lahir cenger nggak pernah manggil gue Kakak! Cuma sebut nama doang! Mama udah berkali-kali kasih tau dia supaya kalau panggil gue pakai kata Kakak. Tapi Franda malah bilang, "Kan badan Franda sama Frea sama gedenya, Ma. Malah Franda kan Ma yang lebih tinggi dari Frea?" Kampret! Dasar adik nggak guna lu, Fra!

Gue sebenarnya sayang sama Franda. Dia satu-satunya saudara kandung gue. Tapi nggak tau kenapa, sejak kecil kami udah kayak Tom dan Jerry aja. Beranteeeeem mulu! Apa mungkin karena sifat kami yang berbeda jauh? Atau selera kami yang bertolak belakang? Atau karena gue Aquarius dan dia Sagitarius? Nggak tau deh gue. Yang jelas, kesenggol sedikit berantem. Nggak cocok dikit berantem. Ditegur dikit, berantem. Pinjem barang lupa ngomong, berantem. Masuk kamar nggak pakai permisi, berantem. Pokoknya sering banget deh kami berantemnya! Dan jangan sangka kalau berantemnya cuma saling ngatain, ngejek, teriak, atau maki-maki. Berantemnya pakai nendang, nonjok, njitak, nyikut, bahkan jambak rambut! Sampai-sampai mama gue pernah nangis gara-gara ngelihat cara kami berantem.

"Mama tuh nggak nuntut apa-apa dari kalian. Mama nggak bakal minta apa-apa dari kalian. Mama cuma memohon sama kalian, jadilah saudara kandung yang rukun. Saudaranya Frea kan cuma Franda. Saudaranya Franda juga cuma Frea. Kita nggak pernah tau gimana masa depan kita. Kalau kita ada kesulitan di masa dewasa nanti, kemana mau carai pertolongan kalau bukan ke saudara kandung? Kalau dari kecil aja kalian udah nggak akur, gimana nanti kalau udah gede? Kalian nggak pernah tau sih gimana rasanya kehilangan saudara kandung. Mama nih yang pernah ngerasain. Saat om kalian meninggal. Mama sedih banget. Sampai dua tahun baru bisa ngerelain kepergiannya. Biasanya mama curhat sama om kalian, minta tolong sama om kalian, ngobrol lama sama om kalian, lalu tiba-tiba dia nggak ada. Itu sedih banget rasanya. Makanya kalian musti rukun. Bener, mama nggak akan minta apa-apa dari kalian. Mama cuma minta kalian rukun. Jangan suka berantem lagi. Kalian harus saling mengalah, saling dukung, saling menyayangi. Jangan bikin hati mama jadi sedih." Kata mama sambil mengusap air matanya.

Sejak saat itu, hati gue semakin terbuka. Gue kan anak pertama. Gue lebih gede dari Franda. Harusnya gue yang lebih bisa pengertian dan lebih mau ngalah. Lalu gue bertekat untuk lebih sabar ngadepin Franda. Gue nggak mau bikin hati mama tambah sedih. Mama sudah kehilangan saudara kandungnya yang meninggal karena serangan jantung. Gue tau, dulu mama dan Om gue itu udah kayak sahabatan aja. Saling mendukung dan menolong. Tiba-tiba saat om gue meninggal, mama kayak kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Gue nggak ingin bikin mama kehilangan kebahagiaannya hanya untuk ngelihat gue dan Franda jadi saudara yang akur. Dan kayaknya Franda juga mulai mengerti sejak saat itu. Dia juga sudah mulai ngurangin sifat nyolotnya. Dia juga udah mulai nggak seenaknya lagi. Gue tau, dia pasti juga nggak ingin lihat mama nangis lagi gara-gara gue dan dia berantem mulu.

Franda punya tubuh yang bagus. Dia ikut latihan ballet sejak umur empat tahun. Sekarang dia sudah Grade lima dan sudah sering ikut pentas-pentas di mol-mol atau gedung kesenian. Dia sungguh-sungguh. Mama juga cukup keras sama gue dan Franda. Mama selalu bilang,"Mama udah bayar mahal-mahal buat les gitar dan les ballet kalian! Kalau kalaian males-malesan, nggak sungguh-sungguh, angot-angotan, ya udah nggak usah dilanjutin aja! Mending uangnya dipakai mama buat belanja, ke salon, hang out sama temen-temen mama, beli baju, beli handphone baru! Itu kan pilihan kalian sendiri, jadi harus sungguh-sungguh. Mama kan cuma mendukung dengan membiayai dan kasih semangat. Masa depan ada di tangan kalian sendiri! Bukan di tangan mama!" Wah, udah deh, kalau mama udah bicara begitu pakai nada Mi tinggi dengan nada dasar Do sama dengan A, gue jadi kicep. Diam seribu basa. Nggak berani ngelawan. Gue maupun Franda, mau hujan-hujan kek, mau ngantuk, capek, pegel, malas, nggak ada alasan buat bolos les. Musti berangkat!

Gue diam-diem bangga punya adik kayak Franda. Dia mandiri dan punya semangat pantang menyerah. Gue tiap hari lihat dia latihan stretching di rumah biar tangan, kaki, dan seluruh badannya lentur. Latihan jinjit-jinjit pakai sepatu pointe sampai ujung-ujung jari kakinya lecet dan sakit. Dia suka latihan di ruang atas di depan tivi. Karena di rumah nggak ada bar untuk pegangan, dia suka pegangan pakai punggung kursi makan. Dan kalau menjelang ujian kenaikan grade atau ada pementasan, dia biasa latihan empat kali seminggu di studio ballet tempat dia belajar. Gue sendiri sampai bingung sama dia. Nggak pernah ada capeknya! Dan kalau dia mulai pentas, mama pasti selalu mewajibkan kami sekeluarga nonton. Kasih dukungan buat dia. Franda seolah jadi orang lain di atas panggung. Dia cantik banget dengan leotard, tutu, dan cepolan khas ballerinanya. Dan dia selalu memake up mukanya sendiri tiap kali mau pentas. Di panggung, dia selalu menari dengan hatinya. Jadi beda banget sama sehari-hari di rumah, yang nyolot dan suka seenaknya sendiri.

Franda juga yang ngajarin gue pakai eye liner, duduk secara anggun, berjalan tapi alas sandal tidak berbunyi, berjalan tegak, dan mengangkat dagu jika berjalan. Soalnya gue sumpah nggak bisa dandan, duduk suka seenaknya, berjalan nggak ada anggun-anggunnya, dan suka menunduk kalau sedang jalan di depan orang banyak.

Kata Franda, jadi cewek itu harus kuat. Dan kekuatannya tidak perlu diumbar-umbar. Melainkan ditutupi dengan kecantikan yang dimiliki.

Ah, emang dia paling sok tau!

*

SEJAUH NEPTUNUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang