Sore itu gue sedang baca-baca novel di teras. Kalau sore gini, habis mandi rasanya seger banget deh kalau duduk di teras, menikmati semilir angin yang mulai sejuk, minum teh hangat, nyemil kripik ubi, sambil baca novel. Gue jarang main-main ke luar rumah. Paling pol ke saung bamboo sebelah rumah atau ke rumah Gogon kalau ada kepentingan. Selebihnya ya keluar rumah kalau ada acara-acara penting doang. Main ke rumah Rena aja jarang. Kami lebih suka ngobrol dan ngegosip di sekolah. Curhat juga cukup di personal chat. Jalan bareng baru kalau ada temen sekelas ultah atau ada acara buka puasa bersama anak-anak sekelas. Selebihnya gue suka berada di dalam rumah. Wifi-nya kenceng jadi semua hal serasa jadi lebih mudah. Apa-apa tinggal browsing dan klik. Beres. Lapar atau haus juga tinggal buka-buka kulkas atau tudung saji meja makan. Home sweet home banget deh rumah gue ini.
"Dor! Hayo baca apa itu?!" Astaga, gue hampir aja loncat. Kaget. Si Gogon ketawa ngakak.
"Lu kurang aja banget sih, Gon! Kalau gue serangan jantung gimana coba!" Kata gue sewot.
"Yan tar gue kasih pertolongan pertama dan nafas buatan lah."
"Ih, jijik lu! Amit-amit!" Tanpa permisi dia duduk di kursi sebelah gue dan mulai mencomot kripik ubi. "Eh, ngambilnya jangan banyak-banyak! Itu gue beli online tau!"
"Dih, kripik kayak gini aja beli online. Di pasar banyak!"
"Di pasar nenek lo! Ini kripiknya beda, Gon!"
"Eh, iya beda. Enak, Fre."
"Ya udah, jangan banyak-banyak!" Gue buru-buru ngeraih bungkus kripik yang di meja.
"Jangan pelit-pelit napa, Fre...." Dia merajuk. Hah, kalau aja emaknya nggak baik banget sama gue, gue pasti udah tega sama dia. Terpaksa bungkus kripik gue taruh lagi di meja. "Ooooh, Frea yang baik hatiiii...." Dan diapun kembali mencomot kripik online gue lagi. Mood gue buat baca novel jadi hilang.
"Lu ke sini mau ngapain? Cari Franda?"
"Enggak."
"Trus?"
"Pengin ketemu lu."
"Hah? Mau ngapain lu?"
"Gini nih, gue kan sebulan yang lalu ikut audisi di sebuah kafe. Mereka lagi cari pemain gitar buat tampil di kafenya tiap malam Minggu dan Minggu malam. Gue diterima...."
"Hah? Tapi kan Senin lu musti sekolah? Emang tante Anggi ngebolehin?"
"Iya. Gue juga udah bilang sama Papa dan Mama gue, kalau gue nggak papa Mingu kerja dan Senin pagi masuk sekolah. Toh kafenya tutup jam sepuluh malem. Jadi gue bisa langsung pulang dan tidur."
"Kalau ada tugas atau PR gimana?"
"Ya gue musti atur waktu. Sabtu siang semua urusan sekolah musti udah kelar."
"Yakin lu bakal sanggup?"
"Perlu dicoba sih. Dan gue yakin kalau gue bisa kok."
"Bayarannya gede ya?"
"Lumayan buat tambah uang jajan. Tapi bagi gue yang penting pengalamannya, Fre."
"Lu nggak malu apa Gon kerja main music di kafe gitu? Secara bokap lu aja musisi terkenal?"
"Buat apa malu? Kan nggak ngerugiin orang lain?"
"Nggak gengsi gitu?"
"Kan semua kesuksesan itu harus diawali dengan hal-hal kecil semacam ini, Fre. Nggak gengsi lah. Gue malah bangga, dari 30 orang yang ikut audisi cuma 3 orang yang diterima."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEJAUH NEPTUNUS
Teen FictionMenurutmu, lebih bahagia dicintai atau mencintai? Dicintai memang enak dan lebih mudah, tapi menurutku, mencintai jauh lebih membahagiakan. Sebab dengan mencintai, kita hanya berpikir untuk memberi dan terus memberi tanpa pernah ingin menuntut. Menc...