Sore ini gue ada janji sama Gogon, Sita dan Tami buat latihan musikalisasi puisi. Gogon udah nemuin nada-nada gaya Sunda yang cocok buat nyanyiin puisinya Sita. Kami janjian di saung jam empat sore. Kebetulan jam setengah empat gue dan Gogon udah nyampai rumah. Buru-buru gue ganti baju, makan, lalu ke saung. Tapi nyatanya baru gue sama Gogon yang datang. Sita dan Tami belum nyampai. Katanya Sita harus kerja kelompok dulu, lalu Tami nungguin karena kebetulan mereka satu sekolah. Habis itu Tami ngebonceng Sita meluncur ke saung dekat rumah kami. Kami nunggu sambil diam. Gogon sibuk nyobain melodi yang bakal dinyanyiin Sita dan Tami, sementara gue berusaha ngapalin melodi Bubuy Bulan. Hening. Cuma suara tang-ting-tung gitar-gitar kami. Soalnya mau ngobrolin apa juga gue nggak tau.
"Sita sama Tami lama amat sih..." Gerutu Gogon. Mata gue beralih sebentar ke mukanya. Eh, jerawatnya udah berkurang banyak....ssstttt....
"Sekolah mereka kan keluar jam tiga. Kerja kelompok paling nggak sejam. Belum perjalanan ke sini. Bisa jam lima mereka baru nyampai." Kata gue.
"Menurut lu melodi yang gue mainin tadi udah pas belum sih buat puisinya Sita?"
"Udah. Udah nyambung. Bagus banget. Sunda banget, mendayu-dayu, dan feel sedihnya dapet. Yang ngedengerin ntar pasti langsung mewek-mewek dah." Kata gue lagi. Gogon tersenyum senang.
"Lu nggak papa kan nunggu sampai jam limaan sampai mereka dateng?"
"Ya nggak papa lah. Toh kita juga sambil latihan gitar. Jadi kalau mereka udah sampai, langsung coba pakai syairnya." Gogon ngangguk-angguk.
"Eh, lu di sekolah ikut ekskul apaan Fre?"
"Pramuka."
"Wah, bolang juga lu ya."
"Ya iya lah. Naik turun gunung, kemah di pinggir hutan, mencari jejak keliling kota juga pernah gue lakuin."
" Hebat. Nggak ikut musik?"
"Ekskul musik di sekolah gue nggak danta."
"Kenapa emang?"
"Ya cuma dikumpul-kumpulin doang anak-anaknya. Tapi nggak pernah latihan. Pernah tuh ya mau dibikin beberapa kelompok band. Anak-anaknya udah kumpul, udah bikin kelompok sendiri-sendiri, eh tapi nggak pernah dilatih sama guru pembinanya. Nggak ah. Kalau nggak jelas kayak gitu gue nggak mau. Kalau ekskul musik di sekolah lu maju ya Gon?""Lumayan. Malah ekskul musik tuh jadi ekskul unggulan di sekolah gue. Jadi kita punya guru musik tersendiri. Itu yang bikin gue tertarik buat masuk ke Tunas Taruna. Biar cowok semua yang penting bisa main musik tiap hari."
"Emang nggak enak ya kalau di sekolah cowok semua?"
"Ya sepet juga sih lama-lama." Kami tertawa.
"Pantesan lu di luaran mainnya sama cewek mulu!"
"Masa sih? Enggak ah."
"Lah, kemana-mana sama Franda mulu. Trus Sita sama Tami tuh kayaknya sohib lu juga ya?"
"Tau dari mana?"
"Ya dari sikap kalian udah ketahuan lah."
"Gitu ya? Sikapnya emang gimana? Mesra-mesra gemes gitu ya?"
"Ngaco lu! Eh, lu belum punya gebetan atau cewek gitu Gon?"
"Nope."
"Nggak laku lu ya?"
"Enak aja! Lu juga jomblo ini!"
"Merhatiin gue lu?"
"Geer! Ya gue lihat aja lu kemana-mana sendirian. Kalau nggak sama Franda ya sama mama lu. Belum pernah tuh gue lihat lu dianter pulang cowok atau diapelin cowok gitu. Gue bukannya merhatiin lu! Secara gue tetangga sebelah lu. Mau nggak mau gue lihat lah keseharian lu."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEJAUH NEPTUNUS
Teen FictionMenurutmu, lebih bahagia dicintai atau mencintai? Dicintai memang enak dan lebih mudah, tapi menurutku, mencintai jauh lebih membahagiakan. Sebab dengan mencintai, kita hanya berpikir untuk memberi dan terus memberi tanpa pernah ingin menuntut. Menc...