Part 31
Rena, teman sebangku gue itu, sekarang udah punya pacar. Anak kelas sebelah. Jadiannya baru seminggu. Sekarang jadi sibuk banget dia. Tiap istirahat selalu disamperin cowoknya dan diajak keluar kelas. Kalu nggak ke kantin, ya ke perpustakaan, atau mojok di bawah tangga yang jauh dari jangkauan pandangan mata guru BK. Gue sih ikutan seneng aja, selama Rena bahagia dan aman-aman saja. Gue Cuma ngerasa sedikit kehilangan dia aja sih. Karena biasanya kalau istirahat dan nggak ada urusan ke sekre pramuka atau ada janjian sama Kak Ardit, gue pasti nongkrongnya sama Rena. Sekarang susah banget punya waktu buat ngobrol sama dia. Curhat-curhatan di personal chat juga udah jadi jarang. Pokoknya dia mendadak jadi sibuk deh.
Sampai-sampai karena kebelet curhat dan ggak punya waktu buat ketemuan, nongkrong bareng, dan duduk berhadap-hadapan buat saling cerita, kami curhat-curhatan lewat selembar kertas pas jam pelajaran. Dia nulis curhatan, gue jawab di bawahnya. Cuma musti ati-ati, jangan sampai mencolok dan ketahuan sama guru. Jadi seolah-olah sedang nyatet apa kata guru aja.
"Fre, Miko Sabtu depan mau ngajakin gue ketemuan sama mamanya." Tulisnya di selembar kertas. Lalu saat guru ngadep ke papan tulis, kertas itu ditaruh di buku catatan gue.
"Hah? Secepat itu? Terus lu gimana?" kertas pindah ke bukunya Rena.
"Gue bingung. Ngerasa belum siap buat ketemu mamanya. Takut gue."
"Bukannya lu udah pernah bilang, cowok baik-baik yag bener-bener sayang sama kita bakalan ngenalin kita ke mamanya?" Tanya gue nyindir dia. Soalnya dia pernah bilang kalau Kak Ardit itu cowok yang nggak gentle, karena belum pernah niat ketemu mama gue dan nggak pernah sedikitpun nyinggung-nyinggung buat ngenalin gue ke mamanya. Ya gimana, orang status antara gue sama Kak Ardit aja belum ada kejelasan.
"Ya iya sih. Tapi gue takut, kalau ketemu mamanya gue musti ngomong apa? Musti gimana?"
"Ya biasa aja kayak waktu lu ketemu mama gue."
"Kan beda, Frea."
"Ya anggep aja sama. Biar lu nggak nervous dan salah tingkah. Jadi biasa aja, anggep aja mau ketemu mama gue lagi."
"Gitu ya? Biar mengalir sealami mungkin aja ya?"
"Iya. Jangan berlebihan. Nggak usah jaim-jaiman. Nggak usah lebay."
"Mamanya bakal suka sama gue nggak ya?"
"Kalau lu ngadepin mamanya baik-baik, sopan, nggak jutek, nggak banyak tingkah, ya pasti mamanya suka lah."
"Gue musti pakai baju apa?"
"Emang ketemuannya di mana?"
"Di restoran Jepang yang di mol sono itu."
"Little dress lu yang warna krem bunga-bunga itu bagus juga. Cocok sama nuansa Jepang. Trus pakai sepatu widges putih yang kembaran sama gue itu. Cocok banget deh. Dan pesen gue, kalau ambil makanan jangan banyak-banyak kayak kalau lu lagi makan bareng gue."
"Sue lu!" Gue cekikikan sendiri. Sampai Pak Guru noleh ke arah gue.
"Ada apa Frea?"
"Eh, enggak Pak. Enggak kok." Buru-buru kertas gue selipin di buku gue.
"Kalau gitu coba kamu maju. Kasih contoh tentang mobilisasi sosial secara vertikal dan horisontal!" Yaaaah, apes deh gue!
*
"Gimana, Ren? Sabtu kemarin lu jadi ketemuan sama mamanya Miko?" tanya gue. Rena tersenyum sambil ngangguk-angguk. Kayaknya dia sedang seneng banget deh. "Mamanya Miko gimana?"
"Baik kok. Baik banget malah."
"Oh, syukurlah."
"Gue pikir mamanya Miko tuh kolot, galak, jadul gitu. Tapi ternyata cantik, kekinian, ramah, pokoknya gaul banget deh."
"Trus lu ngapain aja selain makan?"
"Ngobrol, saling follow Instagram, dan ngebully Miko."
"Asik banget. Lu beruntung banget, Ren." Gue menunduk. Rena mungkin paham. Dia ngerangkul gue lalu menepuk-nepuk pundak gue.
"Sabar, Fre. Semua akan indah pada waktunya. Semua hal di dunia itu kadang ada yang mudah tapi kadang ada juga yang agak sulit dan butuh waktu lama. Sama Kak Ardit, mungkin lu hanya butuh waktu yang tepat aja. Sabar ya." Gue ambil nafas panjang. Lalu mencoba buat tersenyum.
Iri gue sama Rena. Terus terang aja. Rena jadi juara baca puisi, juara pidato Bahasa Jepang, juara debat Bahasa Inggris, gue nggak pernah iri sama dia. Tapi dalam hal hubungan asmara, gue iri sama dia. Kenapa dia bisa beruntung banget bisa punya pacar kayak Miko yang niat banget buat kenal keluarga Rena dan mau ngenalin Rena ke keluarganya. Padahal mereka baru aja jadian. Ya meskipun gue tau kalau mereka udah lama deketnya sih. Sedangkan gue? Status aja nggak pernah jelas. Boro-boro gue dikenalin ke mamanya, ketok palu kalau udah taken aja belum pernah. Ah, sedih gue.....
*
Mama juga pernah nanyain gue tentang Kak Ardit. Katanya cowok yang gue suka dan gue kejar-kejar dari kelas 10 itu sekarang dekat sama gue. Tapi kok nggak pernah sekalipun nongol ke rumah? Atau nganter pulang sekolah, atau ngajakin jalan kemana gitu seperti layaknya cowok sama cewek yang lagi dekat dan punya hubungan istimewa?
"Kok gebetan lu itu aneh? Pemalu ya dia? Atau penakut? Nggak punya nyali buat kenalan sama mama?" Gitu mama gue pernah tanya. Gue jadi gelagapan ditanya begitu.
"Apa itu penting, Ma?"
"Ya nggak penting-penting banget sih. Tapi aneh aja. Nggak wajar."
"Emang wajarnya gimana, Ma?"
"Cowok itu kalau bener-bener cinta sama kita, pasti selalu ingin kenal sama keluarga kita. Meskipun dia takut-takut, malu-malu, pasti akan bela-belain ngumpulin keberanian buat datang ke rumah kita dan ingin kenal sama keluarga kita."
"Kan baru SMA, Ma."
"Dulu mantan pacar Mama, biar masih SMP juga berani datang ke rumah mama. Meskipun dipelototin sama Eyang Kakung kamu, tapi setidaknya dia udah nunjukin kalau punya nyali dan nggak main kucing-kucingan."
"Menurut Mama, Kak Ardit itu cuma main-main?"
"Ya nggak tau ya. Mama kan belum pernah ketemu orangnya. Jadi mama nggak bisa menyimpulkan secepat itu. Cuma nggak seumumnya aja. Atau mungkin dia sebenarnya belum boleh pacaran, atau orangtuanya menuntut dia terlalu tinggi, atau dia menyembunyikan sesuatu dari kamu. Entahlah...."
"Trus Frea musti gimana dong, Ma?"
"Ya kamu harus berani tanya sama dia."
"Tanya gimana?"
"Tanya, sebenarnya di antara kalian itu sebenarnya hubungannya seperti apa? Mau dibawa kemana? Kenapa dia aneh, nggak kayak cowok-cowok lain kalau punya hubungan istimewa sama cewek? Mamamasih ingat sama temenmu yang pernah kamu tolak dulu, siapa namanya? Aldo ya? Dia aja baru pendekatan udah berani datang ke rumah dan ketemu mama. Apalagi kakak pramukamu itu. Udah hampir setahun kan dia dekat sama kamu? Kok nggak jelas gitu?" Gue ambil nafas dalam. Nyesesk!
"Tau deh...."
"Ya udah lah, nggak usah terlalu dipikirin. Dah, sana makan dulu." Kata mama begitu ngelihat muka gue jadi muram banget. Ah, mama. Kalau sedang galau gini, mana doyan makan gue!
"Ntar aja deh, Ma. Frea mau tidur dulu."
"Ya udah. Jangan lupa makan."
"Iya."
"Atau mau es krim?" Ah, iya, siapa tau makan yang manis-manis bisa bikin sedih gue ilang.
"Ya udah. Es krim dulu aja."
"Ada di freezer. Kalau butuh wafer atau roti tawar, ada di lemari makan."
"Iya, Ma."
Dan makan es krim bikin suasana hati gue jadi mendingan. Pantes aja orang yang suka stress biasanya malah tembem, karena kalau galau datang, menghibur dirinya pakai makanan-makanan manis kayak gini. Kalau gue jadi tembem gimana? Ah, bodo amat lah!
*
KAMU SEDANG MEMBACA
SEJAUH NEPTUNUS
Novela JuvenilMenurutmu, lebih bahagia dicintai atau mencintai? Dicintai memang enak dan lebih mudah, tapi menurutku, mencintai jauh lebih membahagiakan. Sebab dengan mencintai, kita hanya berpikir untuk memberi dan terus memberi tanpa pernah ingin menuntut. Menc...