Part 25
Sore ini gue, gogon, Sita dan Tami janjian buat latihan musikalisasi puisi lagi. Pentas tinggal dua minggu lagi. Semakin hari sih semakin mantap. Apalagi gue dan Gogon juga udah sering uji coba di muka umum. Sita dan Tami juga udah nggak diragukan lagi kualitas vokalnya. Seperti biasa gue dan Gogon nunggu kedua teman kami di saung taman dekat rumah.
Gue masih sungkan sama Gogon gara-gara kejadian beberapa hari lalu. Dia mergokin gue dan Kak Ardit mau ciuman di teras. Dan semua gagal gara-gara ulah dia teriak-teriak kayak orang kesetanan. Gue ngerasa ada yang ngeganjel gara-gara tatapan matanya yang tajem banget itu ke arah gue waktu itu. Dan saat kami ketemu di saung, kami hanya saling diam. Seolah-olah ada jarak yang memisahkan kami. Dia sedari tadi nggak ngomong apa-apa. Gue juga jadi kikuk mau nyapa dia. Akhirnya dia cuma ngelus-elus gitar Cord silvernya itu sementara gue metik-metik senar gitar nggak jelas.
Sampai Sita dan Tami datang, Gogon cuma ngomong seperlunya aja. Nggak cerewet kayak biasanya. Tau deh tu nak. Sedang sakit gigi kali. Gue juga jadi males ngomong. Jadi begitu masuk ke ruang musik di rumah Gogon, kami jadi anteng banget. Sita dan Tami sampai terheran-heran.
"Lu berdua lagi ngambek?" Tanya Sita.
"Nggak." Jawab gue.
"Gue juga nggak." Sahut Gogon.
"Kenapa jadi aneh? Nggak kayak biasanya lu pada?" Tanya Sita.
"Nggak tau." Kata gue.
"Gue juga nggak tau." Kata Gogon. Sita dan Tami malah ngakak.
"Udah deh biarin aja, Ta. Lagi kesambet kali dua-duanya. Yang penting kita latihan aja yok!" Ujar Tami. Akhirnya tanpa dikomando, gue mainin intro dan melodi Bubuy Bulan. Dan kami pun berlatih seperti biasanya. Cuma kali ini biasanya Gogon yang suka sok ngatur dan tukang kritik, jadi pendiam banget. Sita dan Tami yang jadi sibuk sendiri kalau ada yang salah atau nggak pas. Gue sih nurut-nurut aja. Yang penting gue mainin bagian gue dengan baik dan benar.
"Za, lu lagi nggak enak badan? Kalau lu lagi sakit, ya udah sampai sini aja dulu latihannya. Nggak usah dipaksain. Nggak usah sampai malam kayak biasanya." Usul Sita.
"Udah, lanjutin aja. Nggak papa kok." Sahut Si Gogon datar.
"Yakin lu?"
"Iya."
"Kalau lu, Fre?"
"Ya udah lanjut aja." Jawab gue.
"Ya udah. OK ya, kita lanjut...." Dan kamipun latihan lagi sampai jam delapan malam kayak biasanya. Dalam suasana yang hening. Waktu bubaran, Gogon juga nggak ngajakin ngobrol dulu seperti biasanya. Dia cuma nganter kami sampai pagar rumahnya dengan gontai dan ogah-ogahan.
*
Sabtu sore Kak Azizi pulang dari Bandung. Dia ngajakin gue sama Franda nonton film. Ada film remaja yang lagi hits banget, dibintangi sama Jefri Nicole yang super ganteng dan nggemesin itu. Ah, kenapa yang ngajakin bukan Kak Ardit? Kak Ardit itu sebenarnya kenapa ya? Apa memang dia itu tipe cowok yang nggak romantis? Coba kalau cowok-cowok lain, ada film hits seperti ini pasti langsung ngajak ceweknya, atau gebetannya, atau teman dekatnya, atau apalah nama hubungan mereka buat nonton berdua. Mengisi malam minggu biar nggak galau. Tapi Kak ardit? Boro-boro dah! Gue juga udah nggak mau lagi ngajak-ngajak atau ngundang-ngundang dia buat ngikut ke acara yang gue ingini. Gue takut dia nggak datang lagi dan bikin gue jadi tambah kecewa. Jadi mending gue pergi sama orang lain. Ya syukur deh, kak Azizi mau ntraktir gue dan Franda nonton film.
Dan tentu saja Gogon, adik kesayangannya itu juga ngikut. Kak Azizi yang nyetir mobil, Franda di depan. Sedangkan gue duduk berjejer sama Si Gogon di belakang. Dia masih diem aja kayak kemarin-kemarin. Akhirnya di sepanjang jalan yang ngoceh mulu Si Franda dan Kak Azizi yang sebenarnya kalem mau nggak mau nanggepin omongan adik gue terus.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEJAUH NEPTUNUS
Novela JuvenilMenurutmu, lebih bahagia dicintai atau mencintai? Dicintai memang enak dan lebih mudah, tapi menurutku, mencintai jauh lebih membahagiakan. Sebab dengan mencintai, kita hanya berpikir untuk memberi dan terus memberi tanpa pernah ingin menuntut. Menc...