Married?

67 5 0
                                    

Satrio's Point Of View

Aku mengerutkan dahi setelah mendengar ucapan konyol itu keluar dari mulut Diana. Melakukan itu? Yang benar saja.

" Kita nikah aja,ayuk " ajak nya seraya memeluk lengan ku. Astaga,memang dia pikir pernikahan adalah permainan?

Aku menangkup kedua pipinya dengan tangan ku. Menatapnya lekat lekat.

" Diana,dengarin aku ya. Pernikahan itu gak main main. Pernikahan gak cuma soal ijab kabul,nerusin keturunan dan hidup sampe tua. Tapi pernikahan itu dasarnya adalah saling mencintai terhadap pasangan,menjaga perasaan satu sama lain,dan berjanji sama Allah kalo nanti bakal hidup bersama sama sampe tua " jelas ku panjang lebar.

Mata Diana berkaca kaca,kedua matanya mengeluarkan setetes air mata. Aku mengusapnya.

" Apa kamu udah yakin? Hm?" tanya ku sekali seraya menaikan sebelah alis mata ku.

Diana tampak bingung dan menyiapkan kata apa yang dia akan keluarkan.

" Aku masih belum bisa move on dari Matt " cicitnya pelan. Namun aku masih bisa mendengarnya. Aku menghela nafas lalu mengelus puncak kepalanya.

" Gak apa apa,aku yakin kamu bisa Na" balas ku lalu beranjak. Berjalan ke arah kamar mandi untuk mengganti daster yang aku pakai. Menggantinya dengan pakaian yang semula aku pakai.

•••

Author's Point Of View

Disisi lain Renata dan Verona sedang berbincang di ruang tamu. Kedua wanita setengah baya itu sedang membicarakan anak anak mereka. Diana dan Satrio.

" Kok bisa ya?" ucap Renata masih dengan wajah heran nya. Verona hanya menghela nafasnya lelah.

" Gue udah berusaha nasehatin anak gue. Tapi Diana teka kalo dibilangin " ujar Verona. Fyi,Renata dan Verona adalah teman semasa kuliah.

" Satrio juga kalo dibilangin begitu kok,tapi dia masih mau nurut sama gue " Renata memijat kedua pelipisnya.

" Makasih banget atas anak lo yang mau ngebantu anak gue. Gue gak tau harus gimana sebagai balesan terima kasihnya. Satrio udah memperlakuin anak gue kaya istrinya sendiri " ucap Verona seraya mengulas senyum nya.

" Kita itu sahabat,Vero. Sahabat itu harus saling membantu dalam bentuk apapun. Gue seneng bisa bantu Diana. Satrio juga seneng hati kok bantuin Diana " Renata menepuk pundak Verona.

" Gimana kalo kita nikahin anak kita aja?" saran Renata seraya mengulas senyum serangaian nya. Verona terkekeh.

" Gue bakal usahain buat itu. Tapi tergantung sama Diana nya juga. Soalnya dia yang jalanin. Gue takut dia belum bisa move on dari Matt " jawab Verona.

" It's okay,gue bakal tunggu jawaban lo. Yaudah,gue balik ya. Assalamualaikum " pamit Renata seraya mengucap salam.

Verona menatap punggung Renata yang semakin menjauh. Verona tau,jika Satrio amat sangat mencintai Diana sejak SMA. Verona bisa melihat dari padangan matanya.

Verona tidak bisa apa apa selain menasehati Diana. Verona ingin tahu,sejauh mana Diana menyadari jika ada seseorang lelaki yang selalu setia menunggunya di belakang. Sangat jauh berbeda dengan cerita percintaan nya dulu semasa muda.

•••

" Sayang,ayo makan dulu. Susah banget sih di bilangin kamu tuh ya " ucap Satrio seraya menarik tangan Diana lembut.

" Tapi suapin ya? " pinta Diana masih dengan sifat manja nya.

" Iya iya,ayuk turun. Aku yang masakin"

Akhirnya mereka berdua menuruni anak tangga dengan beriringan. Kedua mata Satrio melebar saat melihat ibunya sedang asyik berbincang dengan Verona.

Satrio mengabaikan ibunya dan Verona,Satrio tetap mengajak Diana menuju dapur.

" Mau makan apa?" tanya Satrio. Sebelum makan,Satrio wajib menanyakan dahulu apa yang ingin di makan wanita hamil itu.

Jika tidak di tanya,Diana akan mengamuk dan menangis jika di masaki makanan yang tidak sesuai dengan permintaan nya.

" Aku mau sayur labu,ayam goreng,jus alpukat " pinta Diana. Satrio mengangguk mengerti lalu mulai memasak untuk Diana. Tidak ada yang mengetahui jika Satrio bisa memasak selain Diana.

Setelah menunggu setengah jam,makanan sudah jadi. Seraya membawa piring berisi makanan yang sudah disajikan,Satrio duduk di sebelah Diana.

" Makasih ya " ucap Diana seraya tersenyum.

" Apa sih yang nggak buat kamu " goda Satrio. Pipi Diana merona merah. Lalu Diana memukul lengan Satrio gemas.

" Ayo makan,aaaa buka mulutnya sayang " perintah Satrio menyuruh Diana untuk membuka mulutnya.

Diana membuka mulutnya dan menerima suapan dari Satrio. Satrio menyuapi Diana dengan sabar. Setelah selesai makan,Diana meminum jus alpukat buatan Satrio.

" Kok gak manis sih?" tanya Diana heran.

" Sengaja. Ibu hamil gak boleh terlalu banyak makan manis. Nanti bayinya jadi manis " ucap Satrio asal. Kedua mata lelaki itu menatap jahil ke arah Diana.

Diana cemberut dan memanyunkan bibirnya.

" Itu udah aku pakein gula sedikit sama susu. Masa gak ada rasanya sih? Sini coba aku minum " Satrio mengambil alih gelas dari tangan Diana,lalu meminum jus tersebut.

Ada rasanya,manis.

" Manis kok,kamu kenapa? Kok gak ngerasain manis? Aku buatnya pake cinta sama sayang nih. Masa gak manis " ucap Satrio seraya mencibir.

Diana terkekeh lalu meminum jus itu lagi.

" Manis kok,kamu ketipu. Wleee " Diana menjulurkan lidahnya. Satrio menatap tajam Diana.

" Dasar,kenapa jadi ibu hamil kayanya iseng banget sih?" Satrio berdecak kesal.

" Mau jadi ibu hamil? Sini bayinya aku pindahin ke perut kamu " ucap Diana galak. Satrio menyengir.

" Abis sini kamu istirahat ya,aku kan mau kuliah " Diana menggeleng tidak setuju.

" Gak boleh,sama aku aja dirumah. Boleh ya? Sekali ini aja kok,mau ya? " ucap Diana memohon. Satrio dengan terpaksa mengangguk.

Demi Diana,ucap Satrio dalam hati.

" Yes,makasih ya " ucap Diana seraya mencium pipi Satrio.

" Sama sama sayang " balas Satrio di iringi dengan senyum tulus.

TBC

Difficult Choice [ PROSES REVISI ] [Decisión difícil] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang