Mendengar cerita Kinasih, aku langsung menyeretnya pergi dari rumah. Bahaya kalau Bi Irah tahu kami membicarakan hal seperti ini. Sepanjang jalan Kinasih tetap berbicara, meyakinkanku kalau aku harus pulang ke Jakarta secepatnya. Kami masih terus berjalan menuju rumah Kang Raksa. Sesampainya disana aku memulai diskusi ini kembali.
Aku langsung bercerita kepada Kang Raksa bahwa kami bertiga akan dijadikan penari. Semua ini demi meneruskan adat di desa ini. Dan apa reaksi Kang Raksa adalah membenarkannya.
Ia terlihat sedikit kaget sekaligus membenarkan apa yang baru saja aku ucapkan.
"Akang juga baru sadar, Bi Irah sama Mang Japra pernah cerita tentang leluhur kita yang menempati villa di sebrang desa, mereka melakukan ritual dengan tujuan kemakmuran desa syaratnya adalah ada satu orang sebagai pemimpin upacara dan tiga penari sebagai pengantar sesajen."
Dari situ, aku hanya bisa diam. Bi Irah lah dalang dari semua ini. Kutarik garis kuhubungkan satu persatu kejadian demi kejadian yang terjadi, dimulai dari Kang Barna yang membuat perjanjian dengan setan demi kemakmuran hidupnya, mungkin karena sesuatu (melanggar janjinya sendiri) akhirnya istrinya mati sebagai tumbal dari perjanjiannya. Tapi apakah bisa Kang Barna membuat perjanjian tanpa ritual tersebut? Tanpa penari? Apa sesajennya? Kami bertiga sama-sama berpikir keras. Sampai akhirnya kami menemukan titik sambungnya dan mengungkap untuk apa semua ini terjadi,
Ketiga penari yang muncul dimimpiku adalah leluhur dari desa ini yang pertama mengikat janji dengan Setan (Wanita berkebaya hitam) dengan imbalan kemakmuran desa (panen berlimpah, emas berserakan, anti kekeringan) dengan villa megah sebagai kediaman keluarga penari tersebut. Dikarenakan sesuatu hal, keluarga mereka hancur dan punah hanya menyisakan warga desa dengan kemakmurannya yang semakin lama semakin memudar.
Pertama, hilangnya Laila dan Agil adalah kemurkaan dari Setan villa tersebut (Wanita berkebaya hitam). Setan tersebut menagih sesajen yang tak kunjung dibayarkan Bi Irah.
Kedua, ayam hitam itu, yang sempat dibawa Kang Barna adalah sesajen yang ditolak. Setan itu menginginkan sesajen yang lebih yaitu nyawa.
Ketiga, Kang Barna sempat berteriak-teriak saat bayinya berada ditangan Bi Irah. Itu karena ia ketakutan bayinya akan dijadikan tumbal oleh Bi Irah. Disinilah kami mengetahui kalau Bi Irahlah yang mengenalkan ritual perjanjian ini pada Kang Barna.
Keempat, sumur warga kering lalu Mang Japra berkata bahwa rombongan kami waktu itu harus bergegas ke villa. Berarti apa yang diceritakan Kinasih benar kalau kemakmuran desa tergantung dengan ritual tersebut.
Kelima, akhirnya Bi Irah melakukan ritual tersebut pada saat di dalam ruangan gelap dengan kaca raksasa yang tergantung di dalamnya. Meskipun tanpa tarian, ritual tersebut berhasil memulangkan Laila dan Agil yang pada malam harinya tiba-tiba muncul kembali dari dalam rumah Bi Irah.
Kami sempat berpikir mengapa ritual siang itu berhasil. Sialnya aku malah pingsan, begitu juga Kang Raksa yang sehabis membawaku keluar dia tidak ikut melanjutkan.
Eem.
Eem yang waktu itu tiba-tiba menolongku di sana, di saung belakang villa itu. Disini aku paling tidak percaya.
Ritual itu berhasil karena menumbalkan bayi Kang Barna. Eemlah perantaranya, ia satu-satunya orang yang merawat bayi tersebut. GILA.
Bi Irah berhasil menumbalkan bayi Kang Barna demi ritual tersebut.
"Heyy..."
Tiba-tiba datang Laila.
"Didarieu geuning, pantesan diteangan dimamana eweuh..."
(Pada di sini ternyata, pantesan dicariin kemana-mana gak ada...)
"Kinasih, Asa, hayu urang ka Bi Popon diajar nari."
(Kinasih, Asa, ayo kita ke Bi Popon belajar nari)
Seperti disambar petir, aku langsung kaget disitu. Aku sadar, mengapa orangtua Kinasih dan Laila tidak terlihat khawatir saat anaknya hilang. Mereka adalah bersekongkol. Bi Irah, Mang Japra, Mang Dadang, Mang Ujang, Pak Rusli dan Bi Popon adalah satu kelompok yang bertujuan membangkitkan ritual tersebut. Mereka ingin desa makmur kembali dengan instan.
Tanpa mempedulikan Laila dan Kinasih juga Kang Raksa aku langsung melangkahkan kakiku menuju warung gede. Ku masuki rumah Kang Barna. Kucari Eem satu-satunya orang yang masih mengurusi warung itu.
"Emmmm!"
"EEMMMMM!"
Ternyata eem sedang duduk di ruang tamu.
"Kenapa teriak-teriak?"
"Bayinya mana? Bayinya dimana?"
"Di sana (Ia menunjuk ke atas) udah tenang... HAHAHA."
Gila. Orang-orang disini sudah gila. Aku langsung keluar dan mengeluarkan ponselku. Hanya di sekitar sinilah sinyal hp kuat. Aku langsung menelpon Pak Ajat, orang yang mengantarkanku ke sini. Aku minta dijemput malam ini, aku akan pulang ke Jakarta.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _
KAMU SEDANG MEMBACA
PENYEMBAH SETAN [COMPLETED]
HorrorAsa, seorang gadis yang berlibur ke rumah bibinya di desa Cigetih mendapati hal-hal aneh. Dimulai dari hilangnya Laila dan Agil teman barunya yang sedang menginap bersamanya malam itu dan munculnya ketiga sosok penari yang ternyata bersangkutan deng...