9 [TIM EKSPEDISI]

3.9K 265 3
                                    

Kali ini aku ingin pulang ke Jakarta. Kalau dipikir-pikir alasan aku pingin pulang karena disini banyak hantu itu konyol sih. Apa kata mama kalau aku pulang nanti. Sudah jauh jauh bela belain nyebrang hutan dan sungai eh tinggalnya cuma empat hari. Lagipula, ada rasa gak tega meninggalkan Bi Irah sendiri. Aku tahu sebenarnya bibi tidak keberatan kalau aku pulang. Hanya saja liburan disini tidak sesuai dengan yang ada dalam bayanganku.

Saat langit mulai terang, kami semua meninggalkan warung gede. Aku dan Bi Irah serta bapak-bapak yang mau membantu, pulang ke rumah Bi Irah sedangkan Kinasih dan orangtuanya pulang ke rumahnya.

Pada saat aku pertama sampai ke sini, rumah Bi Irah terlihat klasik, tertata indah di tengah halaman yang luas dengan banyaknya pohon tinggi menjulang. Tapi pagi ini. Jangankah indah, melihat jendelanya saja sudah membuatku tidak ingin masuk.

Bi Irah mungkin mengerti kalau aku masih takut untuk dibawa masuk ke dalam. Jadi dia menawarkanku untuk tinggal di warung gede bersama Teh Euis sementara waktu. Pasti dia mau menolong kata Bi Irah.

Kalau begitu jadinya aku harus memberanikan diri masuk ke dalam rumah untuk merapihkan barang-barang yang akan aku bawa ke rumah Teh Euis. Tak seseram yang ku bayangkan. Keadaan rumah biasa saja. Hanya terasa sangat sepi. Pintu kamarku terkunci rapat bekas semalam. Aku tak ingat telah mengunci pintu saat kulihat ketiga penari itu. Akhirnya bapak-bapak masuk melewati jendela dan membuka pintu kamarku dari dalam.

Kamu tau? Aku sempat merasakan ketakutan lagi saat aku melihat ke arah lorong yang menuju dapur, padahal ini siang-siang. Untung saja tidak memakan waktu lama bapak-bapak yang tadi kini sudah memenuhi rumah Bi Irah jadi aku tidak merasa panik.

Saat semua sudah beres Mang Japra bermusyawarah dengan Bi Irah dan bapak-bapak mengenai apa yang harus dilakukan. Salah satu dari mereka berkata kalau desa ini sudah terancam. Terancam? Terancam bagaimana coba? Aku percaya adanya makhluk ghaib yang bisa menampakan dirinya pada kita. Iya aku jelas percaya. Tetapi apa yang membuat desa ini terancam hanya dengan kemunculan ketiga penari itu? Apa ketiga penari itu penguasa di desa ini?

Ada juga bapak-bapak yang mengusulkan untuk memeriksa daerah sebrang. Disini Bi Irah dan Mang Japra setuju begitu juga yang lain mengikuti. Kalian tau apa yang dimaksud daerah sebrang? Yaitu daerah yang berada di seberang sungai dekat persawahan. Daerah yang jika kita ingin kesana harus melalui jembatan bambu yang lebar itu. Daerah yang katanya banyak binatang buasnya sampai-sampai jembatan bambu itu ditutup rapat.

Siang itu aku diantar Bi Irah ke warung gede. Semoga saja Teh Euis mau menerimaku di sana. Ternyata benar dia memang orang yang baik. Teh Euis sudah menyiapkan kamar untukku. Dia juga bilang kepadaku untuk tenang karena semua pegawai warungnya sedang menetap di sini. Jadi keadaan tidak akan terlalu sepi.

Setelah semua urusan sudah beres, bapak-bapak tadi yang kini kukenal sebagai Mang Dadang, Kang Raksa, Mang Ujang, Mang Ajip, dan Pak Rusli sudah siap berkumpul di Warung Gede dengan obor dan golok di ikat pinggangnya.

"Mang? Kenapa bawa obor? Mau sampe malem?" Tanyaku kepada mereka.

"Di sana mah Sa, kalau sore-sore juga udah poek, udah gelap, buat jaga-jaga aja sih kalau-kalau nanti sampe malem di sananya gimana?" Jelas Kang Raksa kepadaku.

Wah benar-benar, kali ini ekspedisinya bukan main. Biasanya kalau sudah lewat maghrib aktivitas desa sudah gak akan keliatan lagi, hanya warung saja yang ramai untuk bergadang. Lah sekarang ke daerah sebrang mau sampai malem, berani sekali.

"Tinggal nunggu Mang Japra sama Bi Irah." kata Mang Ujang.

Hah? Bi Irah ikut? Apa gak akan berbahaya?

"Bi Irah ikut gitu Kang?" Tanyaku dengan ekspresi baru tau

"Iyalah, kalau gak ada dia kita gak bisa pulang lagi atuh Sa."

Jelas Kang Raksa lagi.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _

PENYEMBAH SETAN [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang