Tiga gubuk itu, sama persis dengan yang ada di mimpiku. Aku mendekati salah satunya. Kubuka pintunya, hanya ada satu ruangan. Terdapat kursi dan tempat tidur yang sudah usang. Kupandangi semuanya sampai ke lubang kecil pada dinding anyaman bambunya. Beberapa sinar matahari menerpa masuk melalui celah-celah yang ada di atapnya. Tempat inilah dimana ketiga wanita itu muncul. Satu wanita menempati satu gubuk. Kubalikan badanku lagi menuju pintu keluar. Saat kubuka pintu itu keluar tiba-tiba,
JLEGARR!
Kilatan cahaya datang bersama gemuruh petir. Kilatan itu menyilaukan hingga mataku tertutup. Saat kubuka mata tiba-tiba hari sudah gelap. Hari sudah malam. Gelap sekali, aku tidak bisa melihat apa-apa. Bangunan villa yang tadinya terletak disitu tidak ada. Hanya ada lapangan membentang luas diantara hutan.
"BI IRAHHH!"
Kuteriakan nama Bi Irah tapi nampaknya aku sendirian di sini.
"BI IRAH! BII! BIBII!"
Masih tidak ada yang menyaut. Tiba-tiba ...
Kreeeeekkk
Suara pintu gubuk itu terbuka, kutolehkan kepalaku ke belakang perlahan. Ternyata benar pintu itu terbuka perlahan. Spontan aku berlari menjauh dari gubuk itu. Kukerahkan seluruh tenagaku meski sudah beberapa kali aku tersungkur ke tanah.
Kubuka mataku dan ternyata...
Aku masih terduduk dengan yang lainnya. Bi Irah masih berdiri di depan pintu villa itu melafalkan sesuatu. Mulutnya bergerak cepat. Ternyata semua itu hanyalah bayangan yang terlintas di benakku saja. Apa yang aku bayangkan itu rasanya sangat nyata sampai-sampai tubuhku benar-benar basah oleh keringat. Kulihat wajah yang lainnya satu persatu. Mang Japra dan yang lainnya tampak biasa sedangkang Kang Raksa terlihat panik sama sepertiku."Kang, Kang! Akang gak kenapa-kenapa?" Tanyaku kepada Kang Raksa.
Ia hanya menggelengkan kepala. Jelas ada yang terjadi padanya. Mungkin ia juga melihat apa yang telah aku lihat. Bi Irah menyuruh kami untuk berdiri selanjutnya kami memasuki villa itu. Sama seperti yang aku lihat waktu itu. Ruangannya usang hanya menyisakan dua kursi yang menyerupai tahta itu. Kami semua mendekati kursi itu mungkin Bi Irah akan melafalkan sesuatu lagi tapi ternyata tidak, kami melewatinya menaiki anak tangga dan sampai di depan pintu besar. Entah ruangan apa itu tapi Bi Irah melihat wajah kami satu per satu seperti bertanya apakah kami sudah siap atau belum. Kami semua mengangguk pasti, lalu Bi Irah membuka pintu itu.
Gelap,
Pengap,
Bau amis tercium di ruangan itu. Jelas-jelas ini bukanlah bekas kamar atau ruangan apapun. Dindingnya berwarna hitam, lantainya juga. Hanya ada cermin raksasa yang dipampang di dinding seberang pintu.
"Hayamna teundeun diditu."
(Ayamnya taruh disitu) Tangan Bi Irah menunjuk ke arah depan cermin raksasa itu.Kemudian kami semua duduk melingkar menghadap ke arah cermin. Bi Irah kembali melafalkan sesuatu. Seperti mantra atau sejenisnya. Tiba-tiba terdengar suara kecapi yang dipetik dengan keras dan jelasnya
JENGGGGGG.
Kami semua tersentak kaget mendengar suara itu. Semua mencari-cari sumbernya tetapi tidak ada alat musik di ruangan ini.
JENGGGGGG.
Kami tersentak kembali. Tapi kali ini yang kami lakukan hanyalah diam menundukan kepala.
JENGGGGG.
Kemudian suara kecapi itu mulai terdengar di iringi oleh suara suling bambu. Gong dan gamelan pun mulai terdengar. Bulu kudukku berdiri semua. Bi Irah masih melafalkan mantranya. Semua semakin menundukan kepalanya. Menutup mata erat-erat. Sedangkan hanya aku yang membuka mata melihat kesekeliling dengan jelas. Suara degung itu terdengar jelas ditelinga kami. Keras tanpa ragu, seperti di mainkan di dalam ruangan ini. Tanpa disadari tanganku bergetar sedari tadi, dingin. Aku sudah tidak kuat hingga akhirnya aku tak sadarkan diri.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _
KAMU SEDANG MEMBACA
PENYEMBAH SETAN [COMPLETED]
HororAsa, seorang gadis yang berlibur ke rumah bibinya di desa Cigetih mendapati hal-hal aneh. Dimulai dari hilangnya Laila dan Agil teman barunya yang sedang menginap bersamanya malam itu dan munculnya ketiga sosok penari yang ternyata bersangkutan deng...