Mesin di nyalakan, aku berangkat menuju jakarta.
Dari jendela, terlihat beberapa orang melambaikan tangannya. Semacam salam perpisahan, kepada keluarga atau teman yang akan kembali bekerja.Yang terputar di fikiran saat ini tentu dia. Apakah dia bisa bertahan? Menghapus setiap kebosanan-kebosanan selanjutnya?
Aku harus berada di Jakarta selama setengah tahun. Ya, setengah tahun lagi bertemu. Setengah tahun lagi melepas rindu.
Sugesti konyol mulai menebar di kepalaku.
Rasa takut kehilangan yang begitu besar, sampai seperti itu kah aku? Entahlah, aku hanya ingin dia bisa menepati janjinya.
Bagaimana mungkin , seorang yang bersama ku selama satu bulan terakhir ini, bisa membuat aku menaruh harapan setinggi-tingginya.
Dalam beberapa hal, ada yang tidak bisa di guraukan. Misalnya cinta. Jika boleh, aku juga tidak mau mempunyai sifat yang terlalu mudah menyayangi.
Karena biasanya, yang mudah menyayangi teramat sulit untuk melupakan.
***
Malam pertama di Jakarta. Semuanya terlihat wajar. Hatiku baik-baik saja saat ini. Sugesti konyol itu hilang, tatkala pesan pesan mengemaskan itu meramaikan percakapan kami.
Andai saja dia disini. Memperjelas senyum.
Bercengkrama dalam maya, menyebalkan memang. Ketika dua kekasih ini hanya bisa saling berimajinasi, saling menahan buncah kerinduan.
Mendekap baik-baik rasa rindu, adalah pekerjaan yang selanjutnya akan kami senangi.
Tenang saja Vir, ini hanya 225,6 kilo meter. Bukan jarak antar semesta.
Virda: Yang tadi aku ke nikahan temen.
Ila: heem, terus?
Virda: Pas antri ambil makan, aku ambil potongan daging paling besar.
Ila: wah, lapar yang?
Virda: Tapi yang....
Ila: Tapi..?
Virda: Itu lengkuas :')
Ila: (ketiduran)
15 menit kemudian.
Virda: Kenapa ga tinggal umroh aja sekalian :')
***
KAMU SEDANG MEMBACA
17.280 Jam silam
Non-Fiction#1 non-fiksi (03-11-2017) Dua orang itu kini berusaha saling melupakan dengan jalannya masing-masing. Bagaimana rasanya? Kita yang dulu begitu benar-benar saling mengejar, kini silih berlari ke arah yang berlawanan. Tidak ada yang salah. Karena dari...