3 mei 2015
4 bulan aku bersamanya, satu bulan menghabiskan waktu bersama. Sisanya berlomba menahan kerinduan.
Selama jarak meraja, semua tetap baik-baik saja.
Semakin percaya, bahwa yang beberapa orang bilang memang benar. Jarak bukanlah halangan.Di sela chatting, dia selalu mengirimkan sebuah foto berlatar belakang tempat di lantai tiga itu.
"cepat pulang, tempat ini terasa berbeda" ucap Virda dalam panggilan telepon.
Pulang? Mungkin lebih tepat nya rindu.
Aku mengerti betul, bagaimana perasaan dia. Caranya mengusir bosan. Silih mengganti topik pembicaraan, bahkan kadang kami berdua hanya diam dalam panggilan telepon. Sekedar untuk menunggu salah satu dari kami terlelap.
Di saat ingin sekali saling bertemu, saat itu pula tuhan memberikan kebetulan yang mengagumkan. Tepat jam 12 malam nanti, toko elektronik tempat ku bekerja akan mengirim barang ke daerah Garut.
Bagaimana? Ini nyata!
Tak berpikir panjang, langsung saja aku ambil bagian di pengiriman tersebut.
Saat itu, tiba-tiba jantung ku berdecak lebih kencang. Pikirku, akan seperti apa jika aku tiba-tiba ada di sampingnya. Tepat sebelum dia terbangun dari tidur.
Siapa yang akan lebih senang menerima hadiah ini?
Rindu, atau sebuah pelukan?
Dia belum tau, dan sengaja tidak aku beri tahu. Pesan dan panggilan nya tidak aku jawab.
Biarkan saja dia sedikit cemas, agar pelukanku nanti menjadi awal dimana dia mengawali hari.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
17.280 Jam silam
Non-Fiction#1 non-fiksi (03-11-2017) Dua orang itu kini berusaha saling melupakan dengan jalannya masing-masing. Bagaimana rasanya? Kita yang dulu begitu benar-benar saling mengejar, kini silih berlari ke arah yang berlawanan. Tidak ada yang salah. Karena dari...