Satu setengah jam berlalu. Sekarang pukul 6, aku menuju rumahnya. Sebuah gang di dekat toko kacamata.
Aku menemui adiknya terlebih dahulu, Virzi namanya. Kami memang sudah janjian dari semalam.
Benar saja, dia masih tertidur dengan lelap.
Membangun kan nya? Tidak. Aku hanya duduk tepat di sampingnya. Memandangi wajahnya yang lucu saat tertidur.
Menatap wajahnya berlama-lama, merekamnya dengan sangat teliti. Mengusap rambutnya dengan lembut, teramat lambat.
Bangun lah sayang, aku disini. Sekarang, tak akan ku berikan ruang pada jarak, tak akan ku biarkan lagi rindu-rindu ini kau dekap dengan baik.
Lepaskan saja! Biarkan rindu ini buncah sekarang.
Cukup jarak yang memisahkan.
***
Virda membuka mata pelan-pelan. Raut wajah yang masih kuingat sampai hari ini. Senyum tipis yang kemudian melebar.
"ayang?" sontak virda yang masih linglung
Dia mendekapku, aku menyukainya.
Satu kali lagi, siapapun itu. Tolong hentikan waktu.
Biarkan dua anak muda ini berbahagia, anggap saja hadiah. Karena telah mendekap rindu baik-baik.
Kepada "jarak", aku sama sekali tidak mengutuk mu. Sesekali aku ingin berterima kasih juga. Sebabmu, rindu dan pertemuan ini menjadi jauh lebih berarti.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
17.280 Jam silam
Non-Fiction#1 non-fiksi (03-11-2017) Dua orang itu kini berusaha saling melupakan dengan jalannya masing-masing. Bagaimana rasanya? Kita yang dulu begitu benar-benar saling mengejar, kini silih berlari ke arah yang berlawanan. Tidak ada yang salah. Karena dari...